Selasa, 31 Oktober 2023

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PNEUMONIA, APLIKASI NANDA, NOC, NIC

 

ASUHAN KEPERAWATAN KLEIN DENGAN PNEUMONIA


A.   KONSEP DASAR PENYAKIT
1.    Pengertian
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. Pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi (Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, dan bisa juga disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia disebabkan oleh Bakteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia yaitu Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytialvirus (RSV) dan para influenza (Athena & Ika, 2014).

2.    Etiologi
Menurut Padila (2013) etiologi pneumonia:
a.    Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti: Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa
b.    Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
c.    Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d.    Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada pasien yang mengalami immunosupresi (Reeves, 2011). Penyebaran infeksi melalui droplet dan disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat penyakit kronis.
Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non mikroorganisme:
a.    Bahan kimia.
b.    Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
c.    Merokok.
d.    Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).

3.    Klasifikasi
Menurut pendapat Amin & Hardi (2015)
a.    Berdasarkan anatomi:
1)    Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus paru. Disebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
2)    Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3)    Pneumoniainterstitial, proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar dan interlobular.
b.    Berdasarkan inang dan lingkungan
1)    Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta kardiopulmonal.
2)    Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung.
3)    Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur dan cacing.

4.    Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.

5.    Manifestasi klinis
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penebab dan penyakit pasien (Brunner & Suddarth, 2011).
a.    Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 o C sampai 40,5 o C).
b.    Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
c.    Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.
d.    Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius).
e.    Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
f.     Tanda lain: infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan.
g.    Pneumonia berat: pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan sianosis sentral.
h.    Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau, bergantung pada agen penyebab.
i.      Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah.
j.      Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan resistensi terhadap infeksi.

6.    Komplikasi
Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, effusi pleura, empyema, abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endocarditis, dan pericarditis (Paramita 2011).

7.    Pencegahan
Pencegahan pneumonia yaitu menghindari dan mengurangi faktor resiko, meningkatkan pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia yang benar dan efektif (Said, 2010).

8.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk (2009) adalah:
a.    Pemberian antibiotik seperti: penicillin, cephalosporin pneumonia
b.    Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
c.    Pemberian oksigen
d.    Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi sehingga penanganannya pun akan disesuaikan dengan penyebab tersebut.
Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang timbul (Shaleh, 2013)
a.    Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit sampai benar-benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu, hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum tidak tampak adanya bakteri pneumonia (Shaleh, 2013).
1)    Untuk bakteri Streptococcus pneumonia dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin yaitu pneumococcal conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan untuk anak dibawah usia 2 tahun dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa. Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini yaitu penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics (Shaleh, 2013).
2)    Untuk bakteri Hemophilus influenza. Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanicacid, fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim. (Shaleh, 2013).
3)    Untuk bakteri MycoplasmaDengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk mycoplasma pneumonia, (Shaleh, 2013).
b.    Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh. Sebab bagaimana pun juga virus akan dikalahkan juka daya tahan yubuh sangat baik, (Shaleh, 2013).
c.    Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya. Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia (Shaleh, 2013).

9.    Pemeriksaan Penunjang
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
a.    Sinar X
Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau infiltrate, empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
b.    GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung pada luas paru yang sakit.
c.    JDL leukositosis
Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun.
d.    LED meningkat
Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.

B.   ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian
a.   Riwayat
-     Pneumonia bacterial: awitan mendadak nyeri dada pleuritik, batuk, produksi sputum purulent, menggigil.
-     Pneumonia virus: Batuk kering, gejala konstitusional, demam.
-     Pneumonia aspirasi: Demam, penurunan berat badan, malaise.
b.  Temuan pemeriksaan fisik
-     Demam
-     Produksi sputum
-     Pekak pada area yang terkena
-     Cracle, mengi, atau ronchi
-     Penurunan bunyi nafas
-     Penurunan fremitus
-     Takipnea
-     Penggunaan otot aksesoris.
2.   Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnose Keperawatan
NANDA
Hasil Yang dicapai
NOC
Intervensi
NIC
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan:
    Eksudat di dalam alveoli
    Infeksi –---- (inflamasi bronchial tracheal, pembentukan edema); PPOK
Status pernafasan: patensi jalan nafas.
-     Mengidentifikasi dan mendemonstrasikan perilaku untuk mencapai bersihan jalan nafas
-     Menunjukkan kepatenan jalan nafas dengan suara nafas bersih dan tidak ada dyspnea dan sianosis
Manajemen jalan nafas
Independent
-     Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan dan pergerakan dada. Pantau gagal nafas, mis: sianosis dan takipnea berat.
-     Auskultasi bidang paru, catat area penurunan atau ketiadaan aliran udara dan suara nafas tambahan, seperti crecles dan mengi.
-     Tinggikan kepala tempat tidur; ubah posisi dengan sering
-     Bantu klien untuk selalu melakukan latihan nafas dalam
-     Lakukan pengisapan (suction), sesuai indikasi
-     Dorong cairan minimal 2500 mL per hari kecuali dikontraindikasikan, sebagaimana dalam gagal jantung. Tawarkan cairan hangat, dan bukan dingin.


Kolaboratif
-     Bantu dan pantau efek terapi nebulizer dan fisioterapi pernafasan lain.
-     Beri medikasi sesuai indikasi, mis: mukolitik, ekspectoran, bronchodilator, dan analgesic
-     Beri cairan tambahan seperti cairan iv, oksigen yang dihumidifikasi, dan humidifikasi ruangan
-     Pantau foto ronsen dada berkala, GDA, dan oksimetri nadi.
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:
    Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
    Perubahan membrane alveolar kapiler
Status pernafasan: pertukaran gas
-     Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam kisaran yang dapat diterima klien dan tidak ada gejala distress pernafasan.
-     Berpartisipasi dalam tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Pemantauan pernafasan:
Independent
-       Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
-       Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan bantalan kuku, perhatikan terjadinya sianosis perifer atau sianosis sentral.
-       Kaji status mental
-       Pantau frekuensi dan irama jantung
-       Pantau suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamananuntuk mengurangi demam atau menggigil seperti mengatur suhu ruangan, memberi selimut.
-       Pertahankan tirah baring. Dorong penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan.
-       Tinggikan kepala dan dorong perubahan posisi dengan sering, pernafasan dalam, dan batuk efektif
-       Kaji tingkat ansietas. Dorong verbalisasi masalah/kekhawatiran dan perasaan, jawab pertanyaan dengan jujur. Kunjungi dengan sering dan atur orang dekat dan orang yang menjenguk klien untuk tinggal menemaniklien sesuai indikasi.
-       Pantau perburukan kondisi, perhatikan hipotensi, banyaknya sputum  yang berwarna merah muda atau berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dyspnea berat, dan kegelisahan.
Kolaboratif
-     Pantau GDA dan oksimetri nadi
-     Persiapkan dan pindahkan ke unit kritis jika diindikasikan

Terapi oksigenasi
-     Beri terapi oksigen dengan cara yang tepat, mis: nasal prong, masker, masker venture
Risiko infeksi
Factor risiko:
    Ketidakadekuatan pertahanan primer—penurunan kerja silia, statis cairan tubuh (sekresipernafasan)
    Ketidakadekuatan pertahan sekunder—(infeksi yang sudah ada), imunosupresi, penyakit kronis, malnutrisi.
Keparahan infeksi:
Mencapai resolusi infeksi terbaru secara tepat waktu tanpa komplikasi

Control risiko: proses infeksi
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah dan mengurangi risiko serta penyebaran infeksi sekunder
Control infeksi
Independent:
-     Pantau tanda vital dengan ketat, terutama selama permulaan terapi
-     Instruksikan klien mengenai disposisi sekresi (mis. Menaikkan dan mengeluarkan sekresi versus menelan), dan melaporkan perubahan dalam warna, jumlah, dan bau sekresi.
-     Mendemonstrasikan dan mendorong mencuci tangan yang baik. Ubha posisi dengan sering dan berikan pembersihan paru yang baik.
-     Lakukan teknik pengisapan yang benar untuk klien yang diventilasi dengan tepat
-     Batasi orang yang berkunjung jika diindikasikan
-     Lakukan tindakan kewaspadaan isolasi yang tepat secara individual (mis: masker dan sarung tangan, kemungkinan jubbah), selama kontak dengan klien.
-     Dorong istirahat yang adekuat diimbangi dengan aktivitas moderat/sedang
-     Tingkatkan asupan nutrisi yang adekuat.
-     Pantau efektifitas terapi antimikroba
-     Investigasi perubahan atau perburukan kondisi secara mendadak, seperti peningkatan, seperti peningkatan nyeri dada, suara jantung ekstra, perubahan sensori, kekambuhan demam, danperubahan karakteristik sputum.
Kolaboratif:
-     Beri antimikroba sesuai indikasi.
Intolerans aktivitas yang berhubungan dengan:
    Kelemahan umum
    Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Toleransi aktivitas:
Melaporkan dan mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas tanpa adanya dyspnea dan keletihan yang berlebihan, dengan tanda vital berada dalam kisaran yang dapat diterima klien.
Manajemen energy:
Independent
-     Evaluasi respons klien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea, peningkatan kelemahan dan keletihan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
-     Beri lingkungan yang tenang dan batasi orang yang menjenguk klien selama fase akut, sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen/penatalaksanaan stress dan aktivitas pengalihan secara tepat.
-     Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana terapi dan kebutuhan untuk menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
-     Bantu klien mengambil posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.
-     Bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
Nyeri akut yang berhubungan dengan:
    Agen pencedera fisik: batuk persisten
    Agen pencedera biologis: inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap toksin yang bersirkulasi.
Level nyeri:
-    Mengungkapkan peredaan atau control nyeri
-    Menunjukkan perilaku relaks, istirahat, tidur, dan terlibat dalam aktivitas secara tepat
Manajemen nyeri:
Independent
-     Tentukan karakteristik nyeri, seperti tajam, konstan, dan menusuk. Investigasi perubahan karakter, lokasi, dan intensitas nyeri.
-     Pantau tanda vital
-     Beri tindakan kenyamanan, seperti gosok punggung, perubahan posisi, mendengarkan music, atau percakapan lembut. Dorong penggunaan relaksasi dan latihan pernafasan.
-     Tawarkan perawatn kebersihan oral dengan sering
-     Instruksikan dan bantu klien dalam teknik membebat dada selama episode batuk.

Kolaboratif
-     Beri analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan factor biologis—peningkatan kebutuhan metabolic (demam, proses infeksi, distensi abdomen dan gas (menelan udara selama episode dyspnea)
Status nutrisi:
-    Mendemonstrasikan peningkatan nafsu makan
-    Mempertahankan atau memperoleh kembali berat badan yang diinginkan.
Manajemen nutrisi:
Independent
-     Identifikasi factor-faktor yang berkontribusi pada ketidakmampuan untuk makan, seperti dyspnea berat, nyeri, mual dan muntah, sputum yang banyak, atau terapi pernafasan.
-     Beri wadah tertutup untuk sputum dang anti dengan sering. Bantu dan dorong kebersihan oral setelah emesis/muntah, setelah terapi aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
-     Jadwalkan terapi pernafasan minimal 1 jam sebelum makan. Auskultasi suara nafas. Pantau dan palpasi sistensi abdomen.
-     Beri makanan dalam porsi sedikit namun sering, termasuk makanan kering, seperti biscuit atau roti bakar, dan makanan menarik selera klien.
-     Evaluasi status nutrisi secara umum
-     Timbang berat badan secara teratur.

Kolaboratif
-     Bantu terapi kondisi yang mendasari gangguan
-     Konsultasi dengan ahli gizidan tim nutrisi.
Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan:
    Kehilangan berlebihan melalui rute oral (mis, demam, diaphoresis hebat, pernafasan melalui mulut, hiperventilasi).
    Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan.
Keseimbangan cairan:
-    Mendemonstrasikan keseimbangan keseimbangan cairan yang dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, seperti membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler tepat, dan tanda vital stabil.
Penatalaksanaan cairan:
Independent
-    Kaji perubahan tanda vital, seperti peningkatan suhu tubuh, demam berkepanjangan, takikardi, dan hipotensi ortostatik.
-    Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa—bibir dan lidah
-    Catat laporan mual dan muntah
-    Pantau asupan caira (I/O), perhatikan warna dan karakteristik urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan cairan yang tidak dirasakan.
-    Dorong cairan minimal 3000 mL perhari atau yang tepat secara individual

Kolaboratif
-    Beri medikasi, sesuai indikasi, seperti antipiretik, antiemetic
-    Beri cairan iv tambahan jika diperlukan.

Referensi

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda, Nic, Noc. Jogjakarta: Medi Action.

Athena, A dan Ika Dharmayanti. (2014). Pneumonia pada Anak Balita di IndonesiaJurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2014Vol. 8

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier

Djojodibroto, Darmanto. (2014)Respirologi. Jakarta: EGC

Dosen Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Ikawati, Z. (2016). Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier

NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med

Reeves, Charlene J. et al. (2011). Keperawatan Medikal BedahJakarta: Salemba Medika

Sujono, R & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar