Selasa, 31 Oktober 2023

Askep Sindrom Koronari Akut (SKA) Aplikasi NANDA, NOC, NIC

 



ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM KORONER AKUT (SKA)


A.   KONSEP MEDIK
1.    Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi (Irmalita dkk, 2015).
Sindrom koroner akut adalah terminologi yang digunakan pada keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut (Lily, 2012).
Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakhibatkan oleh gangguan aliran darah pembuluh darah koroner secara akut. Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak aterosklerosis yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya gumpalan-gumpalan darah (thrombosis) (Erik, 2005).

2.    Etiologi
Penyebab dari Sindrom Koroner Akut ini adalah trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada, obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi), obstruksi mekanik yang progresif, inflamasi dan/atau infeksi, faktor atau keadaan pencetus (IDSKI, 2016)

3.    Factor risiko
Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan adalah dislipidemia, obesitas, hipertensi, merokok, diabetes melitus dan kurang olahraga (Kroll et al, 2007).

4.    Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi (Lily, 2012):
a.    Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial infarction)
b.    Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial infarction)
c.    Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung( Darma, 2009).

5.    Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white tromhbus).Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). (Bender, 2011)
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis (Irmalita et al, 2015).
Gambar: Perjalanan Proses Aterosklerosis pada Plak Aterosklerosis

6.    Manifestasi klinik
Terbentuknya trombus akibat proses patofisiologi SKA menyebabkan darah sulit mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati. Gejala yang khas dari SKA adalah rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu atau lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat,nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
Selain gejala-gejala yang khas tersebut, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya yang terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin. SKA dapat bermanifestasi sebagai angina tidak stabil atau serangan jantung dan dapat berakhibat kematian (Erik, 2005).

7.    Diagnosis
a.    Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA (PDSKI, 2016).
b.    Pemeriksaan fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK) (PDSKI, 2016).
c.    Elektrokardiografi (EKG)
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1)    Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit) 
2)    Gelombang Q yang menetap
3)    Nondiagnostik
4)    Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST ≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang T≥2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q ≥0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau Definitif SKA. Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stresstest negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan (Bender, 2011).
d.    Petanda biokimia jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang sebaiknya mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadinekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat. Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari (Bender, 2011).

8.    Penatalaksanaan
a.    Fase awal
Berdasarkan kualitas nyeri dada, anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah serta gambaran EKG, pasien dikelompokan menjadi salah satu dari: STEMI, NSTEMI dan kemungkinan bukan SKA (Hicks, 2010).
b.    Penanganan awal
Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan risiko thrombosis arteri koroner berulang, penyekat beta dan statin (Hicks, 2010).
c.    Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik
1)    Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%.
2)    Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan pemberian kontinu melalui intravena.
3)    Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas.
4)    Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin terhadap miokard dengan cara menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard menurun (Hicks, 2010).
d.    Agen Antiplatelet
Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada penanganan pasien SKA. Pemberian antiplatelet dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian aterotrombosis berulang.12 1.Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor, sehingga potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya.12 2.Antikoagulan Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya. Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat thrombosis (Hicks, 2010).
e.    Revaskularisasi Koroner
Pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom, memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis (Hicks, 2010).
f.     Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
Intervensi koroner perkutan (PCI) umumnya menggunakan stent/cincin untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba (abrupt closure) dan penyempitan kembali (Hicks, 2010).
g.    Intervensi Bedah: Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Proses trombosis merupakan target terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani CABG risiko perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara umum bila memungkinkan, CABG dilakukan setelah minimal 48-72 jam (Hicks, 2010).
h.    Tatalaksana Jangka Panjang
Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu, prevensi sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang mencakup:
1)    Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan diet.
2)    Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan overweight.
3)    Intervensi terhadap profil lipid yaitu : a.Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, efek pleitropik. b.Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target LDL<100 mg/dL
4)    Meneruskan pemakaian anti-platelet.
5)    Pemakaian penyekat beta harus diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan, dengan atau tanpa gejala gagal jantung.
Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST, direkomendasi penilaiaan kapasitas fungsional. Berdasarkan status kardiovaskular dan penilaian kapasitas fisik fungsional tersebut, pasien diberi informasi mengenai waktu dan level aktivitas fisik yang direkomendasikan, termasuk rekreasi, kerja, dan aktivitas seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi ST dapat disarankan menjalani uji latih jantung dengan EKG atau suatu pemeriksaan stress non invasif untuk iskemia yang setara, dalam 4-7 minggu setelah perawatan (Hicks, 2010).

B.   ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.    Riwayat
-       Kemungkinan penyakit jantung coroner dengan peningkatan frekuensi, tingkat keparahan, atau durasi angina.
-       Gejala utama infark miokard: nyerisubsternum atau nyeri tekan yang parah dan menetap serta kemungkinan menyebar ke lengan kiri, rahang, leher, dan sebelah bahu, dan kemungkinan menetap selama 12 jam atau lebih
-       Pada pasien lansia atau penderita diabetes kemungkinan tidak mengalami nyeri; pada pasien lain, kemungkinan mengalami nyeri ringan dan tidak mengganggu pencernaan.
-       Perasaan akan datangnya kematian, keletihan, mual, muntah, dan napas pendek.
-       Kematian mendadak (dapat terjadi tanda awal dan satu-satunya indikasi infark miokard.
b.    Temuan pemeriksaan fisik
-       Ansietas yang ekstrim dan gelisah
-       Dyspnea
-       Diaphoresis
-       Takikardia
-       Hipertensi
-       Bradikardia dan hipotensi pada infark miokard inferior
-       S4, S3, dan celah paradoksikal S2 pada disfungsi ventrikel
-       Murmur sistolikpada insufisiensi mitral
-       Friction rub pericardium pada infark miokard transmural atau pericarditis
-       Demam derajat ringan selama beberapa hari
c.    Pemeriksaan diagnostic
1)    Laboratorium
-       Kadar kreatinin kinase (creatinine kinase=CK) serum meningkat (normal: Pria 5 – 35 Ng/mL, Wanita 5 – 25 Ng/mL), terutama isoenzim CK-MB (normal: 0 – 6%)
-       Kadar laktat dehydrogenase serum meningkat; isoenzim LD1, (ditemukan pada jaringan jantung) lebih tinggi dibandingkan LD(dalam serum).
-       Peningkatan hitung lekosit biasanya tampak pada hari keduadan berlangsung selama satu minggu.
-       Myoglobin (hemoprotein yang ditemukan dalam otot jantung dan otot lurik) yang dilepas saat terjadi kerusakan otot dalam 2 jam setelah infark miokard terdeteksi.
-       Kadar troponin meningkat dalam 4 – 6 jam cedera miokardium dan dapat tetap meningkat selama 5 – 11 hari
-       Hitung darah lengkap dapat menunjukkan anemia
-       Kadar protein C-reaktif serum meningkat
-       Profil kimia dapat menunjukkan kadar elektrolit abnormal.
2)    Pencitraan
-       Scan kedokteran nuklir dapat mengidentifikasi kerusakan otot yang sangat parah dengan mengambil akumulasi nukleotida radioaktif, yang tampak sebagai “hot spot” pada film. Pencitraan perfusi miokardium menunjukkan “cold spot” pada sebagian besar pasien selama beberapa jam pertama setelah infark miokard transmural.
-       Ekokardiografi (EKG) menunjukkan dyskinesia dinding ventrikel pada infark miokard transmural dan membantu dalam mengevaluasi fraksi ejeksi.
3)    Prosedur diagnosis
-       Hasil EKG 12 lead mungkin normal atau tidak dapat ditentukan selama beberapa jam pertama setelah infark miokard. Karakteristik abnormalitas yang meliputi depresi segmen ST pada infark miokard subendokardial dan elevasi segmen ST dan gelombang Q, menunjukkan adanya pembentukan jaringan parut dan nekrosis pada infark miokard transmural.
-       Kateterisasi arteri pulmonalis dapat dilakukan untuk mendeteksi gagal jantung kiri atau kanan dan untuk memantau respons terhadap terapi.

2.    Diagnose Keperawatan, Hasil (NOC), Intervensi (NIC)
NO
Diagnosa Keperawatan
NANDA
Kriteria hasil
NOC
Intervensi
(NIC)
1
Nyeri akut b.d agens fisik (iskemia jaringan)
Level nyeri:
-   Mengungkapkan peredaan atau pengendalian nyeri dada dalam periode waktu yang tepat sesuai dengan medikasi yang diberikan.
-   Menunjukkan penurunan ketegangan, perilaku rileks, dan kemudahan pergerakan

Control nyeri:
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
Manajemen nyeri
Mandiri:
-  Pantau dan dokumentasikan karakteristik nyeri, catat laporan verbal, isyarat nonverbal, mis: mengerang, menangis, gelisah, diaphoresis, mengurutkan dada, pernapasan cepat, dan respons hemodinamik (perubahan TD dan frekuensi jantung)
-  Dapatkan deskripsi lengkap tentang nyeri dari klien termasuk lokasi, intensitas (pengguanaan skala 0 – 10 atau menggunakan skala yang serupa), durasi, karakteristik (tumpul atau seperti dihancurkan), dan radiasi/penyebaran. Bantu klien menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman lain.
-  Catat riwayat angina sebelumnya, ekuivalen angina, atau nyeri infark miokardium. Diskusikan riwayat keluarga jika berhubungan
-  Instruksikan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
-  Bantu atau instruksikan (ajarkan) teknik relaksasi, seperti napas dalamdan lambat serta distraksi.
-  Periksa tanda vital sebelum dan setelah pemberian medikasi opioid.

Kolaborasi:
-   Beri oksigen tambahan dengan rute yang tepat
-   Beri medikasi; mis. Anti-angina, seperti nitrogliserin, isoserbide dinitrat, dan mononitrat; Analgesik seperti Morfin sulfat.
2
Risiko penurunan curah jantung

Factor risiko:
-    Penurunan preload __ meningkatkan resistensi vaskuler sistemik (SVR)
-    Perubahan frekuensi/irama jantung
-    Perubahan kontraktilitas __ infarksi otot atau diskinetik
Efektifitas pompa jantung:
-     Mempertahankan stabilitas hemodinamik, seperti: TD, curah jantung dalam kisaran normal
-     Melaporkan penurunan episode dyspnea dan angina
-     Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas.
Perawatan jantung: Akut
Mandiri:
-  Pantau status mental, investigasi perubahan mendadak atau perubahan kontinyu dalam status mental, seperti ansietas, konfusi, letargi, dan stupor.
-  Inspeksi pucat, sianosis, bercak, dan kulit dingin atau lembab
-  Pantau pernapasan, perhatikan kerja pernapasan
-  Auskultasi suara napas
-  Evaluasi kualitas dan ekualitas nadi. Auskultasi bunyi jantung: catat terjadinya bunyi S3 dan S4.
-  Catat keberadaan bising dan rubs
-  Periksa TD dengan sering, pantau tekanan hemodinamik ketika selang/alat invasive terpasang.
-  Pantau frekuensi dan irama jantung, dokumentasikan disritmia melalui telemetri.
-  Pantau haluaran, perhatikan perubahan dalam haluaran urine. Hitung keseimbangan cairan.
-  Catat distensi vena jugularis dan pembentukan edema akibat posisi tergantung.
-  Sediakan perlengkapan dan medikasi darurat.

Kolaborasi:
-   Beri oksiggen tambahan, sesuai indikasi.
-   Tinjau EKG berkala
-   Pantau data laboratorium, seperti enzim jantung, gas darah arteri (GDA),dan elektrolit
-   Bantu intervensi medis atau bedah, sesuai indikasi
3
Intolerans aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Toleransi aktivitas:
-  Mendemonstrasikan peningkatan progresif yang terukur dalam toleransi terhadap aktivitas dengan frekuensi dan irama jantung, TD dalam batas normal klien, dan kulit hangat, merah muda, dan kering.
-  Melaporkan tidak terjadinya angina saat beraktivitas.
Manajemen energy
Mandiri:
-     Catat dan dokumentasikan frekuensi irama jantung serta perubahan TD sebelum, selama, dan setelah aktivitas, sesuai indikasi. Hubungkan dengan laporan nyeri dada atau sesak napas.
-     Dorong tirah baring pertama-tama ke kursi untuk istirahat. Setelah itu batasi aktivitas berdasarkan nyeri atau respons jantung yang merugikan. Beri aktivitas pengalihan non-stress.
-     Instruksikan klien untuk menghindari tindakan yang meningkatkan tekanan abdomen, seperti mengejan selama defekasi.
-     Jelaskan pola peningkatan aktivitas secara bertahap, seperti bangun ke kursi toilet (commode) atau duduk di kursi, lakukan ambulasi progresif, dan istirahat setelah makan.
-     Tinjau tanda dan gejala yang merefleksikan intoleransi terhadaptingkat aktivitas saat ini atau yang memerlukan pemberitahuan ke perawat atau dokter.

Kolaborasi:
Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
4
Ansietas b.d:
-     Ancaman terhadap atau perubahan status kesehatan, ekonomi, ancaman kematian
-     Konflik yang tidak disadari mengenai nilai esensial, tujuan hidup
-     Krisis situasi
-     Transmisi interpersonal
Control diri terhadap ansietas:
-     Mengenali dan mengungkapkan perasaan
-     Mengidentifikasi penyebab dan factor kontribusi
-     Mengungkapkan penurunan ansietas atau ketakutan
-     Mendemonstrasikan keterampilan positif dalam menyelesaikan masalah
-     Mengidentifikasi dan menggunakan sumber secara tepat.
Penurunan ansietas
Mandiri:
-     Identifikasi dan kenali persepsi klien tentang ancaman atau situasi. Dorong ekspresi dan hindari menolak perasaan, kemarahan, duka cita, kesedihan, dan ketakutan.
-     Catat terjadinya permusuhan, merusak diri, dan penyangkalan __ efek yang tidak tepat atau menolak mematuhi regimen medis.
-     Pertahankan sikap percaya diri, tanpa penenangan yang salah.
-     Orientasikan klien dan orang yang dekat kepada prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi jika memungkinkan.
-     Observasi tanda verbal dan non-verbal dari ansietas, dan tinggal bersama klien. Intervensi jika klien menunjukkan perilaku destruktif.
-     Terima tapi jangan kuatkan penggunaan penyangkalan. Hindari konfrontasi.
-     Jawab semua pertanyaan secara factual. Beri informasi yang konsisten; ulangi sesuai indikasi.
-     Dorong klien dan orang dekat untuk berkomunikasi satu sama lain, berbagi pertanyaan dan kekhawatiran
-     Beri privasi untuk klien dan orang dekat
-     Beri periode istirahat dan waktu tidur tanpa gangguan serta lingkungan yang tenang, dengan klien mengendalikan tipe dan jumlah stimulus eksternal
-     Dukung proses berduka, termasuk waktu yang diperlukan untuk resolusi.
-     Dorong kemandirian, perawatan diri sendiri, dan pengambilan keputusan dalam rencana terapi yang diterima.
-     Dorong diskusi mengenai harapan setelah pulang.

Kolaborasi:
Beri medikasi anti-ansietas atau hipnotik, sesuai indikasi, seperti alprazolam dan lorazepam.
5
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan (otak, perifer, gastrointestinal)
Factor risiko:
-   Efek samping terapi; terapi tromolitik
-   Hipertensi
-   Spasme arteri coroner, infark miokardium terbaru.
Aktivitas pompa jantung:
Mendemonstrasikan perfusi yang adekuat yang tepat secara individual, seperti kulit hangat dan kering, nadi perifer ada dan kuat, tanda vital berada dalam kisaran normal klien, klien sadar atau terorientasi, asupan dan haluaran seimbang, tidak ada edema, bebas nyeri atau ketidak nyamanan, stabil, perbaikan EKG, dan kondisi mental.
Regulasi hemodinamik
Mandiri:
-      Investigasi perubahan mendadak atau perubahan yang terus menerus terjadi dalam kondisi mental seperti konfusi, iritabilitas, letargi, dan stuper.
-      Pantau respirasi, perhatikan kerja pernapasan.
-      Pantau haluaran, perhatikan perubahan dalam warna dan haluaran urine.
-      Kaji fungsi gastrointestinal, catat anoreksia, penurunan atau penghilangan bising usus, mual dan muntah, distensi abdomen, dan konstipasi.

Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena
Mandiri:
-     Dorong latihan kaki aktif atau pasif dibantu
-     Kaji nyeri di ekstremitas bawah dan tanda Homan, eritema, dan edema.
-     Instruksikan klien dalam pemakaian dan pelepasan kaos kaki antiemboli, jika digunakan.
Kolaborasi:
Pakai alat kompresi sekuensial (SCD), sesuai indikasi.

Perawatan jantung: akut
Kolaborasi:
-      Beri oksigen tambahan sesuai indikasi
-      Pantau data laboratorium: gas darah arteri, nitrogen urea darah (BUN), kreatinin, elektrolit, dan studi koagulasi (waktu protrombin (PT), waktu protrombin aktivasi (aPTT), waktu pembekuan).
-      Beri medikasi sesuai indikasi: agens antitrombosit (seperti: aspirin, absiksimab, clopidogrel, dan eptifibatid), antikoagulans (seperti: heparin/enoksapirin), simetidin, ranitidine, dan antasida.
6
kurang pengetahuan b.d:
-     Kekurangan informasi, kesalahan persepsi informasi
-     Kelemahan memori
-     Tidak familiar dengan sumber informasi.
Pengetahuan: Manajemen penyakit jantung
-      Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, kemungkinan komplikasi, factor risiko individual, dan fungsi alat pacu jantung (jika menggunakan)
-      Menghubungkan tanda-tanda kegagalan alat pacu jantung
-      Mengungkapkan pemahaman tentang regimen terapeutik
-      Menyebutkan tindakan yang diharapkan dan kemungkinan efek samping yang merugikan dari medikasi.

Manajemen diri: Penyakit jantung
-      Secara benar melaksanakan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan
-      Tetap mengikuti janji pertemuan.
Penyuluhan: Individu
Mandiri:
-     Kaji klien dan orang dekat tentang tingkat pengetahuan dan kemampuan atau keinginan untuk belajar
-     Waspadai tanda penghindaran seperti mengganti subyek yang jauh dari informasi yang sedang dipresentasikan atau melakukan perilaku ekstrem, seperti menarik diri, atau eforia.
-     Sajikan informasi dalam format pembelajaran yang beragam, seperti buku terprogram, kaset audiovisual, sesi tanya jawab, dan aktivitas kelompok.

Perawatan jantung: Rehabilitasi
Mandiri:
-     Perkuat penjelasan tentang factor risiko, pembatasan diet dan aktivitas, medikasi, dan gejala yang memerlukan perhatian medis dengan segera.
-     Tinjau keterbatasan aktivitas, seperti tidak melakukan aktivitas yang mengeluarkan tenaga berat sampai pemeriksaan pertama dilakukan dengan pemberi asukan
-     Hindari melakukan aktivitas berat dalam cuaca panas dan menghentikan aktivitas jika timbul nyeri dada.
-     Peringatkan untuk tidak melakukan aktivitas isometric, maneuver valsava, dan aktivitas yang mengharuskan lengan diposisikan di atas kepala.
-     Tinjau tanda dan gejala yang memerlukan penurunan aktivitas.
-     Tekankan pentingnya menghubungi dokter jika terjadi nyeri dada, terjadi perubahan dalam pola angina, atau jika gejala lain terjadi kembali.
-     Tekankan pentingnya melaporkan terjadinya demam terkait dengan nyeri dada yang menyebar atau atipikal (pleura, pericardium), dan nyeri sendi.
-     Dorong klien dan orang dekat untuk berbagi kekhawatiran dan perasaan.

Referensi
Bender J, Russel K, Rosenfeld E, Chaundry S. 2010. Oxford American Handbook       Cardiology. New York : Oxford.  h : 256- 60.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier
Dosen Keperawatan Medikal Bedah. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC
Hicks KA, Hung HMJ, Mahaffey KW, Mehran R, Nissen SE, Stockbridge NL, Targum SL,Temple R. 2010. Standardized defininitions for NCEP in cardiovascular trials. 20:1-37.
Irmalita dan Juzar, D., 2008. Sindrome Koroner Akut, dalam: Penyakit Kardiovaskular. Badan penerbit FKUI, Jakarta, hal. 321–325
Kroll, K; Bukowski, TR; Schwartz, LM; Knoepfler, D and Bassingthwaighte, JB Capillary endothelial transport Lipoprotein ”, American Journal of physiology.2007. h: 420- 31.
Lily Leonard S. 2009. Acute Coronaryn Syndrome of Heart Discase 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins h : 70-90
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier
NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell
Perhimpunan Dokter  Spesialis Kardiovaskular  Indonesia (PDSKI). 2016. Pedoman Tatalaksana Pencegahan  Penyakit Kardiovaskular Pada Perempuan. Diunduh dari : http://www.inaheart.org/upload/file/Women_Guideline-Fix(5).pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar