Selasa, 31 Oktober 2023

ASKEP DISRITMIA JANTUNG APLIKASI NANDA, NOC, NIC

 


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DISRITMIA JANTUNG


A.   Pengertian
Disritmia merupakan gangguan pembentukan dan atau konduksi impuls listrik dalam jantung sehingga menimbulkan perubahan pada irama denyut jantung. Berat ringannya disritmia tergantung pada efek hemodinamik yang ditimbulkan terhadap curah jantung. Variasi efek yang ditimbulkan tergantung pada penyebab disritmia dan kemampuan adaptasi otot jantung.

B.   Etiologi
Banyak factor yang dapat memicu terjadinya disritmia, yaitu antara lain:
1.    Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi ketika sel atau jaringan kekurangan oksigen. Hal ini membuat sel atau jaringan dalam hal ini jaringan miokardium menjadi iritabel dan mudah memicu terjadinya disritmia. Berbagai penyakit paru yang dapat menimbulkan hipoksia seperti PPOK atau emboli paru akut dapat menjadi factor predisposisi disritmia jantung.
2.    Iskemia
Infark miokardium sebagai dampak dari rendahnya kadar oksigen darah (iskemia), sering menjadi penyebab terjadinya disrimia. Selain itu, angina yang juga disebabkan oleh iskemia, meskipun tidak sampai menimbulkan kematian sel namun tetap dapat memicu terjadinya disritmia jantung.
3.    Stimulasi simpatis
Berbagai kondisi yang dapat memicu stimulasi saraf simpatis untuk menimbukan disritmia. Kondisi tersebut diantaranya, hipertiroidisme, gagal jantung kongestif, kecemasan, latihan fisik, dan sebagainya.
4.    Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat memicu disritmia jantung, bahkan obat-obatan yang termasuk ke dalam kategori antiaritmia. Beberapa obat-obatan antiaritmia yang justru menimbulkan disritmia. Quinidine merupakan obat antiaritmia yang justru paling berisiko memicu terjadinya disritmia.
5.    Gangguan elektrolit
Berbagai gangguan elektrolit baik kekurangan maupun kelebihan dapat memicu terjadinya disritmia. Dari sekian jenis elektrolityang ada, kalium, kalsium, dan magnesium merupakan factor utama pencetus disritmia. Hal ini terkait dengan fungsi ketiga elektrolit tersebut dalam proses pembentukan dan penghantaran impuls listrik janting.
6.    Regangan miokardium
Dilatasi dan hipertropi atrium dan ventrikel dapat memicu terjadinya disritmia. Hal ini sebenarnya dipicu oleh kondisi iskemia pada sebagian sel miokard akibat ketidakseimbangan antara asupan oksigen dan peningkatan kebutuhan metabolism miokardium. Peningkatan kebutuhan miokardium pada dilatasi atau hipertrofi ini disebabkan oleh semakin banyaknya sel-sel yang membutuhkan asupan darah dalam hal ini nutrisi dan oksigen.

C.   Gejala klinis
Banyak disritmia yang terjadi tanpa disadari oleh penderitanya dan sering baru ditemukan secara tidak disengajaketika melakukan pemeriksaan fisik atau EKG. Salah satu gejala yang dirasakan oleh penderitanya adalah palpitasi pada denyut jantungnya, sesuatu yang tidak terjadi pada orang normal, ia mungkin merasakan bagaimana jantungnya bertambah kencang atau melambat tanpa harus meraba dadanya.
Gejala yang lebih serius dapat terjadi jika disritmia tersebut menyebabkan penurunan curah jantung. Hal yang dapat dirasakan akibat kekurangan aliran darah di antaranya pusing dan sinkop (jatuh pingsan secara mendadak). Disritmia yang memicu peningkatan denyut jantung ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan memicu angina. Disritmia yang terjadi pada penderita infark miokard ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kematian mendadak. Oleh karena itulah penderita infark miokard ini dirawat di ruang intensif khusus dengan monitoring yang ketat.
D.   Klasifikasi
Berdasarkan tingkat kegawatannya disritmia dapat diklasifikasikan manjadi tiga jenis, yaitu:
1.     Disritmia minor. Disritmia minor dapat terjadi pada orang normal atau sehat. Jenis disritmia ini tidak berbahaya karena tidak mengganggu sirkulasi tubuh sehingga tidak membutuhkan penanganan dengan segera. Jenis disritmia ini tidak akan berlanjut pada disritmia yang lebih serius. Jenis disritmia ini misalnya sinus takikardi, sinus bradikardi, sinus aritmia.
2.     Disritmia mayor. Disritmia ini sudah dapat menurunkan curah jantung sehingga membutuhkan penanganan segera. Penanganan yang tidak adekuat memicu disritmia letal. Jenis disritmia yang termasuk  dalam kategori mayor diantaranya ventrikel takikardia dengan nadi, AV block, sinus arrest, dan lain-lain.
3.     Disritmia letal. Jenis disritmia ini menempatkan penderita dalam situasi kritis dan terancam jiwanya. Dengan demikian dibutuhkan tindakan resusitasi segera untuk mengembalikan aliran darah yang terhenti akibat disritmia ini. Terdapat empat jenis disritmia letal, yaitu ventrikel fibrilasi (VF), ventrikel takikardi tanpa nadi, asistol, dan pulselles electrical activity (PEA).
Sedangkan berdasarkan lokasinya, disritmia dapat dibedakan menjadi disritmia atrial dan disritmia ventrikuler.

E.   Patofisiologi
1.     Disritmia atrial
Disritmia atrial muncul di daerah atrium. Gejala yang muncul akan semakin terasa jika disritmia tersebut menyebabkan penurunan “atrial kick” yakni jumlah darah yang dipompakan atrium ke ventrikel selama systole atrium. Volume darah yang terlibat dalam proses “atrial kick” ini sekitar 35% volume akhir diastole, sehingga memiliki kontribusi penting dalam pengisian ventrikel pada penderita jantung.
Jenis disritmia atrial yang dapat menyebabkan gangguan atau kehilangan “atrial kick” adalah atrial flutter dan atrial fibrilasi. Selain itu masih banyak jenis-jenis disritmia diantaranya sinus bradikardi, sinus takikardi, kontraksi atrial premature, paroxysmal supraventricular tachycardia (SVT).
Mekanisme disritmia pada atrium meliputi:
a.     Sinus bradikardi. Sinus bradikardi merupakan kondisi ketika kecepatan denyut jantung <60x/menit, irama teratur, dengan irama dasar berasal dari nodus sinoatrial. Penyebab utama dari jenis disritmia ini adalah respons parasimpatik yang berlebihan. Beberapa kondisi yang dapat memicu sinus bradikardia adalah antara lain nyeri, cemas, peningkatan TIK atau infark miokard. Sinus bradikardia sendiri dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala sepertipusing, keletihan, palpitasi, nyeri dada, dan gagal jantung kongestif. Namun demikian, kondisi sinus bradikardia juga dapat terdapat pada orang sehat misalnya para atlet.  Bradikardia juga dapat terjadi sebagai dampak dari konsumsi obat-obatan. Hasil rekaman EKG menunjukkna irama yang teratur dengan rasio gelombang P dan kompleks QRS adalah 1:1 dan memiliki bentuk gelombang yang normal.


Image result for sinus bradikardia
Gambar: Sinus Bradikardia
b.     Sinus takikardi. Sinus takikardia merupakan kondisi ketika kecepatan denyut jantung >100x/menit, irama teratur dengan irama dasar berasal dari nodus sinoatrial. Penyebab utama dari jenis disritmia ini adalah respons saraf simpatik atau respons terhadap pengeluaran hormone katekolamin. Kondisi ini juga merupakan respons normal terhadap kondisi peningkatan kebutuhan oksigen, misalnya saat olah raga atau keadaan demam. Selain itu penurunan curah jantung dapat juga memicu sinus takikardia sebagai mekanisme kompensasi jantung dalam mempertahankan keadekuatan curah jantung. Misalnya terjadi pada penderita CHF atau kondisi syok. Hasil rekaman EKG menunjukkan irama yang teratur dengan rasio gelombang P dan kompleks QRS adalah 1:1 dan memiliki bentuk gelombang yang normal.
Image result for sinus takikardia
Gambar: Sinus Takikardia

c.      Sinus aritmia. Sinus aritmia memiliki kecepatan pembentukan impuls yang bervariasi. Hal ini menyebabkan irama yang tidak teratur dan biasanya berkaitan dengan pola nafas. Kecepatan akan meningkat saat inspirasi dan melambat saat ekspirasi. Sinus aritmia pada anak-anak masih dikategorikan normal. Efek vagal dari obat-obatan yang dikonsumsi dan penyakit pada nodus SA serta berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi tonus vagal merupakan pemicu terjadinya sinus aritmia. Gambaran EKG pada sinus aritmia memiliki kesamaan bentuk dengan sinus takikardia maupun sinus bradikardia, namun jarak gelombang R-R berbeda-beda yang menunjukkan ketidakteraturannya.
Image result for sinus aritmia
Gambar: Sinus Aritmia
d.     Atrial flutter. Irama ini dapat terjadi pada jantung normal tetapi lebih sering menunjukkan  kondisi patologis atau kelainan jantung. Beberapa masalah yang berhubungan dengan irama ini diantaranya iskemia miokard, infark miokard akut, dan penyakit jantung rematik. Gelombang P tampak pada frekuensi 250 – 350 x/menit dengan irama yang teratur. Hasil rekaman EKG menunjukkan gelombang P yang banyak di antara gelombang R sehingga membentuk pola “gigi gergaji”. Rasio gelombang P dan kompleks QRS tidak 1:1, karena ventrikel tidak mampu merespons kecepatan impuls pada atrium.
Image result for atrial flutter
Gambar: Atrial Flutter
e.     Premature atrial contraction (PAC). Premature atrial contraction (PAC) merupakan kondisi ketika kontraksi atrial yang mengawali kontraksi jantung terjadi lebih awal dari yang diharapkan. Oleh sebab itu, PAC sering juga disebut sebagai atrial ekstrasistole. Irama dasarnya regular atau teratur dan denyutan yang terjadi lebih awal menghasilkan sedikit ketidakteraturan. Gambaran EKG menunjukkan  rasio gelombang P dengan kompleks QRS 1:1, kecuali pada gelombang P yang mengalami hambatan akibat proses refraktori pada nodus AV. Gelombang P yang mengalami denyutan premature dapat menghasilkan bentuk yang berbeda dengan gelombang P lainnya. Hal ini disebabkan impuls bukan berasal dari nodus AV, melainkan lokasi lain pada atrium. PAC dapat terjadi normal pada semua usia. Namun demikian PAC juga disebabkan oleh hal-hal lain seperti iskemik jantung, penyakit jantung reumatik, penggunaan stimulant, dan keracunan digitalis.
Image result for Premature atrial contraction
Gambar: Premature atrial contraction (PAC).
f.       Paroxysmal Supraventrikular Tachycardia (PSVT). Kondisi ini ditandai dengan peningkatan kecepatan denyut atrial dan ventrikuler hingga mencapai 160 – 250 x/menit. Iramanya regular namun gelombang P tidak ada tau memiliki bentuk yang aneh. Gelombang P sulit dibedakan dengan gelombang T, namun ia akan tetap muncul di setiap kompleks QRS. PSVT muncul ketika terdapat ketidaknormalan intrinsic pada konduksi nodus AV atau mungkin juga berhubungan dengan kondisi stress, hipoksia, hypokalemia, hipertensi, penyakit jantung, atau hipertiroidisme. Namun demikian, gangguan ini juga dapat berhubungan dengan keracunan digitalis, konsumsi kafein, dan penggunaan stimulant system saraf pusat.
Image result for Paroxysmal Supraventricular Tachycardia
Gambar: Paroxysmal Supraventrikular Tachycardia (PSVT).

2.     Disritmia ventrikel
Disritmia ventrikel merupakan gangguan irama aktivitas kelistrikan jantung yang muncul pada area ventrikel. Jenis disritmia ventrikel sendiri memiliki beberapa macam antara lain kontraksi ventrikel premature (KVP), ventrikel takikardia (VT), ventrikel vibrilasi (VF), dan ventricular asistole.
a.     Kontraksi ventrikel premature (KVP)
KVP merupakan aritmia ventrikel yang paling lazim. KVP sering juga disebut sebagai ventrikel eksta-sistole (VES). Ia juga dapat muncul pada orang normal dan jarang memerlukan pengobatan. Namun demikian, jika KVP muncul pada keadaan infark miokard maka merupakan kondisi yang berbahaya karena dapat memicu munculnya ventrikel takikardia (VT) maupun ventrikel fibrilasi (VF). Seperti diketahui bahwa baik VT maupun VF merupakan gangguan mengancam jiwa yang memerlukan penanganan segera. Kompleks QRS pada KVP tampak lebar dan berbentuk aneh karena depolarisasi ventrikel yang tidak mengikuti jalur konduksi normal. Gelombang P berbentuk aneh (retrogard) terkadang muncul dan sering juga tidak ditemukan. KVP biasanya diikuti dengan pause yang lama sebelum kemudian  muncul denyutan baru. KVP dapat terjadi secara acak atau muncul dengan pola teratur di antara irama sinus normal. Jika rasio sinus normal dengan KVP 1:1 disebut sebagai bigimini. Jika rasio sinus normal dengan KVP 3:1 maka dinamakan sebagai quadrigemini. KVP dapat muncul pada beberapa kondisi antara lain gagal jantung, infark miokardium, trauma jantung. Kelainan elektrolit seperti hypokalemia atau hipokalsemia dapat memicu kelainan ini. Sedangkan obat-obatan yang sering menimbulkan KVP antara lain digitalis, aminofilin, trisiklik antidepresan, atau stimulant beta-adrenergik. Selain masalah fisik kondisi psikis seperti stress dapat memicu disritmia ventrikel ini. KVP menjadi berbahaya dan memerlukan penanganan dan pengawasan ketat jika memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
·         Sering terjadi
·         Muncul KVP yang berurutan, terutama jika dua atau lebih berturut-turut
·         KVP yang jatuh pada gelombang T denyut sebelumnya, dikenal sebagai fenomena “R on T”
·         KVP yang muncul pada kondisi infark miokardium.
Image result for ventrikel ekstra-sistole
GambarKontraksi ventrikel premature (KVP) atau ventrikel eksta-sistole (VES)

b.     Ventrikel Takikardia (VT)
Ventrikel takikardia (VT) merupakan tiga atau lebih KVP yang terjadi berurutan dan tidak berkaitan dengan impuls pada kontraksi atrium. Frekuensi 120 – 200 x/menit dan biasanya regular.gelombang P tidak tampak karena ditutupi  oleh kompleks QRS yang juga memiliki bentuk abnormal. VT yang berlangsung lama merupakan kondisi gawat darurat karena dapat merupakan tanda henti jantung. Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan  ventrikel takikardi antara lain infark miokard, penyakit jantung reumatik, gangguan katup mitral, gagal jantung, kardiomiopati, ketidakseimbangan elektrolit, dan keracunan obat-obatan.
Image result for ventrikel takikardia
Gambar: Ventrikel Takikardia (VT)

c.      Fentrikel fibrilasi (VF). Fentrikel fibrilasi merupakan kondisi berbahaya karena pada saat ini jantung berhenti berdenyut akibat kekacauan aktivitas kelistrikan jantung, sehingga disritmia ini diidentifikasi sebagai kejadian preterminal karena hamper selalu muncul pada jantung yang sekarat. Ventrikel fibrilasi juga paling sering ditemukan pada orang yang mengalami kematian mendadak. Rekaman EKG menunjukkan gambaran ketidakteraturan. Bersarkan bentuk gelombangnya, fibrilasi ventrikel dapat dibedakan menjadi VF kasar dan VF halus. VF kasar memiliki gelombang yang tajam tinggi. Sedangkan pada VF halus, gambaran gelombang kecil-kecil dan hampir menyerupai gambaran asistole. Hilangnya daya pompa jantung menyebabkan menurunnya cardiac output, menyebabkan aliran darah berhenti. Hal ini berarti tidak ada asupan nutrisi maupun oksigen sehingga kematian sel menjadi ancamanjika tidak mendapatkan penanganan berupa resusitasi jantung paru (RJP) dengan segera.
d.     Ventrikel asistole. Asistol merupakan salah satu irama jantung mengancam jiwa yang dicirikan dengan tidak adanya aktivitas kelistrikan pada gambaran EKGnya (plat). Ketiadaan aktivitas kelistrikan pada janting menyebabkan hilangnya kemampuan pemompaan jantung. Akibatnya sebagaimana yang terjadi pada ventrikel fibrilasi, maka aliran darah terhenti. Kondisi ini menyebabkan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan darah yang adekuat. Terhentinya aliran darah ke organ-organ vital seperti jantung dan otak dapat memicu kematian mendadak pada penderitanya.
Image result for asistole
Gambar: Asistole

F.    Asuhan Keperawatan
1.     Penkajian
a.     Riwayat
-        Kelelahan umum
-        Keletihan karena pengerahan tenaga
-        Infark miokard
-        Nyeri dada
-        Kesemutan atau kebas
-        Haluaran urine turun
-        Pusing, mendadak pingsan
-        Sakit kepala
-        Edema dependen
b.     Temuan pemeriksaan fisik
-       Nadi: cepat, lambat, atau tidak teratur
-       Perubahan frekuensi jantung, tekanan darah (hipertensi atau hipotensi selama episode disritmia)
-       Nadi tidak teratur
-       Bunyi jantung: irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut turun.
-       Perubahan warna kulit (pucat, sianosis) dan kelembaban (diaphoresis).
c.      Pemeriksaan diagnostic
1)    Laboratorium
-       Ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium, dan magnesium) yang mengganggu irama dan kontraktilitas jantung.
-       Skrining obat untuk memeriksa sampel darah atau urine terhadap adanya obat tertentu yang disalahgunakan.
2)    Prosedur diagnostic
-       EKG mengidentifikasikan apakah hipoksia (karena obstruksi arteri coroner atau kerusakan miokardium) dan ketidakseimbangan elektrolit mempengaruhi irama dan kontraktilitas jantung.

2.     Diagnosis, hasil, dan intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan
MANDA
Hasil yang dicapai
(NOC)
Intervensi
(NIC)
Risiko penurunan curah jantung

Factor risiko:
-      Perubahan frekuensi/irama jantung
-      Perubahan kontraktilitas
Efektivitas pompa jantung:
-     Mempertahankan atau mencapai curah jantung yang adekuat dibuktikan dengan TD dan nadi berada dalam kisaran normal, haluaran urine adekuat, nadi terpalpasi dengan kualitas sama, dan tingkat mental seperti biasa.
-     Menunjukkan penurunan frekuensi atau tidak adanya disritmia
-     Berpartisipasi dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja miokardium
-        
Manajemen disritmia:
Mandiri
-      Auskultasi suara jantung, perhatikan frekuensi, irama, keberadaan denyut jantung ekstra, dan penurunan denyut jantung.
-      Pantau tanda vital. Kaji keadekuatan curah jantung dan perfusi jaringan, perhatikan frekuensi nadi, pernafasan, perubahan warna kulit dan temperature, tingkat kesadaran, dan sensorium, serta haluaran urine selama periode disritmia.
-      Tentukan tipe disritmia dan dokumentasikan.
-      Beri lingkungan yang tenang dan sunyi
-      Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas selama fase akut
-      Ajarkan manajemen stress: teknik relaksasi; imajinasi terbimbing; dan pernafasan lambat dan dalam.
-      Kaji keluhan nyeri dada, catat isyarat nonverbal seperti wajah menyeringai, menangis, perubahan TD dan frekwensi denyut jantung.
-      Bersiap melakukan RJP (sesuai indikasi)

Kolaborasi
-     Pantau studi laboratorium seperti: elektrolit, medikasi, dan kadar obat.
-     Beri oksigen tambahan sesuai indikasi
-     Lakukan akses intravena
-     Beri medikasi sesuai indikasi, misalnya kalium, antidisritmia:
Obat kelas I:
Kelas Ia: disoperamid, prokainamid, quinidine
Kelas Ib: lidokain, fenitoin, tokainid
Kelas Ic: flekainid, enkainid, propafenon
Obat kelas II, (paling banyak digunakan) seperti atenolol, karvedilol, propranolol, nadolol, acebutolol, esmolol
Obat kelas III, seperti bretilium tosilat, amiodaron, sotalol, ibutilid, dan dofetilid
Obat kelas IV, seperti amlodopin, verapamil, diltiazem.
Obat kelas V, seperti atropine sulfat, isoproterenol, dan glikosida kardiak (digoksin, digitoksin).
-     Persiapkan dan bantu kardioversi elektrik
-     Persiapkan prosedur, termasuk angiografi dengan kemungkinan angioplasty dan pemasangan stent; kateter atau ablasi bedah; pembedahan seperti CABG
-     Persiapkan pemasangan ICD jika diindikasikan.
Risiko keracunan digitalis

Factor risiko:
-     Defisiensi pengetahuan agens farmasi; kurang tindakan kewaspadaan yang tepat
-     Penurunan pandangan, keterbatasan kognitif
Pengetahuan medikasi
-       Mengungkapkan pemahaman tentang resep individual, bagaimana medikasi berinteraksi dengan obat atau zat lain, dan pentingnya mempertahankan regimen yang telah diprogramkan.
-       Mengenali tanda overdosis digoksin dan terjadinya gagal jantung, dan mengidentifikasi apa yang harus dilaporkan ke dokter.

Efektivitas pompa jantung:
Terbebas dari tanda-tanda toksisitas; menunjukkan kadar obat dalam serum dalam kisaran yang dapat diterima secara individual.
Manajemen medikasi:
Mandiri
-     Evaluasi klien mengenai kebutuhan untuk mendapat digitalis
-     Jelaskan tipe sediaan digoksin yang spesifik untuk klien dan penggunaan terapeutik spesifiknya.
-     Instruksikan untuk tidak mengganti dosis dengan alasan apapun kecuali instruksi dari dokter
-     Informasikan kepada klien bahwa digoksin dapat berinteraksi dengan baik dengan obat-obat lain.
-     Tinjau pentingnya asupan diet dan suplemen kalium, kalsium, dan magnesium
-     Beri informasi dan minta klien dan orang dekat mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang tanda dan gejala toksik yang harus dilaporkan ke pemberi asuhan kesehatan

Kolaboratif
-      Beri terapi suportif, sesuai indikasi
-      Persiapkan perawatan ICCU.


Referensi
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier

Dosen Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Guyton & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier
NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar