Selasa, 31 Oktober 2023

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


A.   Pengertian
Keperawatan gawat darurat (Emergency Nursing) adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam kehidupan (Krisanty et al, 2009).
Keperawatan gawat darurat adalah spesialisasi dalam bidang keperawatan profesional yang berfokus pada perawatan pasien dengan kedaruratan medis, yaitu mereka yang membutuhkan perhatian medis segera untuk menghindari kecacatan atau kematian jangka panjang. Perawat gawat darurat paling sering dipekerjakan di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit, meskipun mereka juga dapat bekerja di pusat perawatan darurat, arena olahraga, dan pada pesawat angkut medis dan ambulans darat (WHO, 2019).
Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan kesehatan masyarakat (Burrel et al, 1997). Sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok, trauma, dan kegawatan yang mengancam jiwa lainnya.

B.   Tujuan Penanggulangan Gawat Darurat
Tujuan penanggulangan gawat darurat adalah:
1.     Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat.
2.     Merujuk pasien gawat darurat melalui system rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3.     Penanggulangan korban bencana
Untuk dapat mencegah kematian, petugas harus tahu penyebab kematian yaitu:
1.    Mati dalam waktu singkat (4 – 6 menit)
a.    Kegagalan system otak
b.    Kegagalan system pernafasan
c.    Kegagalan system kardiovaskuler
2.    Mati dalam waktu lebih lama (perlahan-lahan)
a.    Kegagalan system hati
b.    Kegagalan system ginjal (perkemihan)
c.    Kegagalan system pancreas (endokrin)

C.   Skema Penanggulangan Bencana/Kecelakaan


 






Melihat skema di atas maka nasib korban tergantung pada:
1.     Kecepatan ditemukannya korban
2.     Kecepatan minta tolong
3.     Kecepatan dan kualitas pertolongan

D.   System Pengelolaan/Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
SPGDT adalah suatu metode yang digunakan untuk penanganan korban yang mengalami kegawatan dengan melibatkan semua unsur yang ada.
1.     Fase Pra Rumah Sakit
Pada fase ini keberhasilan penanggulangan gawat darurat tergantung pada beberapa komponen
a.     Komunikasi
1)    Dalam komunikasi hubungan yang sangat diperlukan adalah:
-     Pusat komunikasi ambulan gawat darurat (contoh: 118, Pro-emergency, dll)
-     Pusat komunikasi ke RS
-     Pusat komunikasi polisi (contoh: 110)
-     Pusat komunikasi pemadam kebakaran (contoh: 113)
2)    Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telepon, telepon genggam.
3)    Tugas pusat komunikasi adalah:
-     Menerima permintaan tolong
-     Mengirim ambulans terdekat
-     Mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat
-     Memonitor kesiapan rumah sakit yaitu terutama instalasi gawat darurat dan ICU.
b.     Pendidikan
1)    Pada orang awam
Pada orang awam adalah orang pertama yang menemukan korban atau pasien yang mendapat musibah atau trauma. Mereka adalah anggota Pramuka, PMR, guru, ibu rumah tangga, pengemudi, Hansip, dan petugas hotel atau restoran. Kemampuan yang harus dimiliki oleh orang awam adalah:
-     Mengetahui cara minta tolong misalnya menghubungi melalui telpon ke 118
-     Mengetahui cara resusitasi jantung paru
-     Mengetahui cara menghentikan perdarahan
-     Mengetahui cara memasang pembalut atau bidai
-     Mengetahui cara transportasi yang baik.
2)    Pada orang awam khusus
Yang termasuk di sini adalah orang awam yang telah mendapatkan pengethauan cara-cara penanggulangan kasus gawat darurat sebelum korban dibawa ke RS atau ambulans datang. Mereka adalah Polisi, Hansip, DLLAJR, Search and Rescue (SAR). Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khusus adalah paling sedikit seperti kemampuan orang awam dan ditambah dengan:
-     Mengetahui tanda-tanda persalinan
-     Mengetahui penyakit pernafasan
-     Mengetahui penyakit jantung
-     Mengetahui penyakit persarafan
-     Mengetahui penyakit anak, dan lain-lain.
3)    Pada perawat
Perawat harus mampu menanggulangi penderita gawat darurat dengan gangguan:
a)    System pernafasan
-     Mengatasi obstruksi jalan nafas
-     Membuka jalan nafas
-     Memberi nafas buatan
-     Melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan didahului penilaian ABC.
b)    System sirkulasi
-     Mengenal aritmia dan infark jantung
-     Pertolongan pertama pada henti jantung
-     Melakukan EKG
-     Mengenal syok dan memberi pertolongan pertama.
c)    System vaskuler
-     Menghentikan perdarahan
-     Memasang infus atau transfusi
-     Merawat infus
d)    System saraf
-     Mengenal koma dan memberikan pertolongan pertama
-     Memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala
e)    System pencernaan
-     Pertolongan pertama pada trauma abdomen dan pengenalan tanda perdarahan intraabdomen.
-     Persiapan operasi segera (cito)
-     Kumbah lambung pada pasien keracunan.
f)     System perkemihan
-     Pettolongan pertama pada payah ginjal akut
-     Pemasangan kateter
g)    System integument atau toksikologi
-     Pertolongan pertama pada luka bakar
-     Pertolongan pertama pada gigitan binatang
h)   System endokrin
-     Pertolongan pertama pasien hipo/hiper glikemi
-     Pertolongan pertama pasien krisis tiroid
i)     System musculoskeletal
-     Mengenal patah tulang dan dislokasi
-     Memasang bidai
-     Mentransportasikan pasien ke rumah sakit
j)      System penginderaan
-     Pertolongan pertama pasien trauma mata atau telinga
-     Melakukan irigasi mata dan telinga
k)    Pada anak
-     Pertolongan pertama anak dengan kejang
-     Pertolongan pertama anak dengan astma
-     Pertolongan pertama anak dengan diare atau konstipasi.
c.      Transportasi
1)    Syarat transportasi penderita
a)    Penderita gawat darurat siap ditransportasi bila:
-     Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
-     Perdarahan harus dihentikan
-     Luka harus ditutup
-     Patah tulang apakah memerlukan fiksasi
b)    Selama transportasi harus dimonitor:
-     Kesadaran
-     Pernafasan
-     Tekanan darah dan denyut nadi
-     Daerah perlukaan
c)    Syarat kendaraan:
-     Penderita dapat terlentang
-     Cukup luas untuk lebih dari dua pasien dan petugas dapat bergerak
-     Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus lancer
-     Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah sakit
-     Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambulans lain.
d)    Syarat alat yang harus adayaitu resusitasi, oksigen, alat hisap, obat-obatan dan infus, balut dan bidai, tandu, EKG transmitter, incubator (untuk bayi), dan alat-alat persalinan.
e)    Syarat personal:
-     Dua orang perawat yang dapat mengemudi
-     Telah mendapat pendidikan tambahan gawat darurat
-     Sebaiknya diasramakan agar mudah dihubungi.
2)    Cara transportasi
-     Tujuan memindahkan penderita dengan cepat tetapi selamat
-     Kendaraan penderita gawat daruratharus berjalan berhati-hati dan mentaati peraturan lalulintas

2.     Fase Rumah Sakit
a.     Puskesmas
Ada puskesmas yang buka selama 24 jam dengan kemampuan:
1)    Resusitasi
2)    Menanggulangi fase gawat darurat baik medis maupun pembedahan minor
3)    Dilengkapi dengan laboratorium untuk menunjang diagnostic seperti pemeriksaan Hb, lekosit, gula darah
4)    Personal yang dibutuhkan satu dokter umum dan dua sampai tiga perawat dalam satu sift.
b.     Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Unit Gawat Darurat (UGD)
Bergasil atau gagalnya suatu IGD atau UGD tergantung pada:
1)    Keadaan penderita waktu tiba di IGD
-     Tergantung pada mutu penanggulangan pra rumah sakit
-     IGD harus aktif meningkatkan mutu penanggulangan pra rumah sakit.
2)    Keadaan gedung IGD sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga:
-     Masyarakat mudah mencapainya
-     Kegiatan mudah dikontrol
-     Jarak jalan kaki di dalam ruangan tidak jauh
-     Tidak ada infeksi silang
-     Dapat menanggulangi keadaan bencana
3)    Kualitas dan kuantitas alat-alat serta obat-obatan.
a)     Alat-alat atau obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi
-     Suction manual atau otomatis
-     Oksigen
-     Respirator manual atau otomatis
-     Laringoskop
-     Pipa endotracheal
-     Pipa nasogastrik
-     Gudel
-     Spuit dan jarum
-     Cuff set
-     EKG-Monitor jantung (portable) dan defibrillator
-     Infus dan transfuse set serta cairan dan darah
-     Cairan dextrose 40%
-     Morphin, pethidin, adrenalin
-     Tandu dapat posisi trendelenburg atau anti trendelenburg, terdapat gantungan infus dan pengikat
-     Cricothyrotomy dan tracheostomy set
-     Gunting
-     Jarum intrakardiak, dll
b)     Alat-alat atau obat-obatan untuk menstabilisasi penderita.
-     WSD set atau jarum pungsi
-     Bidai segala ukuran
-     Sonde lambung
-     Folley cateter segala ukuran
-     Venaseksi set
-     X-ray
-     Perban untuk luka bakar
-     Perikardiosintesis set, dll
c)     Alat-alat tambahan untuk diagnose dan terapi
-     Alat-alat periksa pengobatan mata
-     Slit lamp
-     THT set
-     Traction kit
-     Gips
-     Obstetric ginekologi set
-     Laboratorium mini
-     Bone set
-     Pembedahan minor set
-     Thoracotomy set
-     Benang-benang atau jarum segala ukuran
d)     Kemampuan dan keterampilanpetugasnya
-     Golongan pertama, yang tidak langsung menangani penderita yaitu cleaning service, keamanan, penerangan, kasir.
-     Golongan kedua, yang langsung menanganipenderita, yaitu perawat, dokter dan koasisten; perawat tulang punggung IGD; perawat yang harus memahami perawatan gawat darurat untuk melakukan resusitasi kardiopulmoner dan life support; dan bagi perawat yang memilih kerja  di IGD maka perlu pendidikan lanjutan misalnya D III, S1, S2 agar dasar ilmiahnya kuat.

E.   Prinsip-prinsip Penanggulangan Korban Gawat Darurat
Prinsip utama adalah memberikan pertolongan pertama pada korban. Pertolongan pertama adalah pertolongan yang diberikan saat kejadian atau bencana terjadidi tempat kejadian.
Tujuan pertolongan pertama
1.    Menyelamatkan kehidupan
2.    Mencegah kesakitan makin parah
3.    Meningkatkan pemulihan
Tindakan prioritas penolong
1.    Ambil alih situasi
2.    Minta bantuan pada orang sekitar
3.    Kaji bahaya lingkungan
4.    Yakinkan area aman bagi penolong dan korban
5.    Kaji korban secara cepat untuk masalah yang mengancam kehidupan
6.    Berikan pertolongan pertama untuk kondisi yang mengancam kehidupan
7.    Kirim seseorang untuk memanggil polisi atau ambulans.
Mengontrol area
1.    Kecelakaan kendaraan bermotor, yang harus dilakukan: pelarangan merokok, cegah kerumunan, cegah kerumunan, minta pertolongan orang lain.
2.    Kecelakaan listrik, yang harus dilakukan: putuskan hubungan listrik dengan kayu atau lainnya, jaga jarak dengan korban berada di area yang aman.
3.    Gas, asap dan gas beracun maka pindahkan pasien.
4.    Kebakaran, yang harus dilakukan adalah menjauhkan pasien dari api.
Sikap penolong
1.    Jangan panic
2.    Bersikap tenang
3.    Cekatan dalam melakukan tindakan
4.    Jangan terburu-buru memindahkan korban dari tempatnya sebelum dipastikan sarana angkutan yang memadai
5.    Hal-hal penting yang harus diperhatikan terhadap korban atau pasien adalah:
a.  Pernafasan dan denyut jantung
1)     Bila nafas berhenti maka segera lakukan pernafasan buatan
2)     Bila jantung berhenti berdenyut maka lakukan kompresi jantung luar (KJL)
b.  Perdarahan
Bila terjadi perdarahan maka lakukan usaha-usaha menghentikan perdarahan. Terutama perdarahan dari pembuluh darah besar.
c.   Syok
Bila terjadi syok maka perhatikan tanda-tandanya serta lakukan penanggulangannya.
d.  Cegah aspirasi terhadap muntahan dengan mengatur posisi pasien miring pada salah satu posisi tubuh atau ditelungkupkan
e.  Bila terjadi fraktur, maka lakukan pembidaian.

Pengelompokan pasien gawat darurat
Kategori
Skala Prioritas
Kasus
I
Prioritas utama pasien
·         Tidak sadar
·         Sumbatan jalan nafas atau henti nafas
·         Henti jantung
·         Perdarahan hebat
·         Syok
·         Reaksi insulin
·         Mata terkena bahan kimia
II
Prioritas kedua pasien
·         Luka bakar
·         Fraktur mayor
·         Injury tulang belakang
III
Prioritas ketiga pasien
·         Fraktur minor
·         Perdarahan minor
·         Keracunan obat-obatan
·         Percobaan bunuh diri
·         Gigitan binatan
IV
Prioritas keempat pasien
·          




F.    Prinsip-prinsip Keperawatan Gawat Darurat
Triage diambil dari bahasa Perancis “trier” artinya mengelompokkan atau memilih (Gilboy, 2003). Konsep triage unit gawat darurat adalah berdasarkan pengelompokkan atau pengklasifikasian klien ke dalam tingkatan prioritas tergantung pada keparahan penyakit atau injuri. Perawat triage adalah “penjaga pintu gerbang” pada system pelayanan gawat darurat.
Gawat Darurat (Emergent triage)
Klien yang tiba-tiba berada dalam keadaanatau akan menjadi gawat yang terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Kategori yang termasuk di dalamnya yaitu kondisi yang timbul berhadapan dengan keadaan yang dapat segera mengancam kehidupan atau berisiko kecacatan. Misalnya klien yang nyeri dada substernal, nafas pendek, dan diaphoresis ditriage segera ke ruang treatment  dan pasien injuri trauma kritis atau seseorang dengan perdarahan aktif.
Gawat Tidak Darurat (Urgent triage)
Klien berada dalam keadaan gawat tetapi memerlukan tyindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
Kategori yang mengindikasikan bahwa klien harus dilakukan tindakan segera, tetapi keadaan yang mengancam kehidupan tidak muncul saat itu. Misalnya klien dengan serangan baru pneumonia (sepanjang gagal nafas tidak muncul segera), nyeri abdomen, kolik ginjal, laserasi kompleks tanpa adanya perdarahan mayor, dislokasi, riwayat kejang sebelum tiba dan suhu lebih dari 370C.
Darurat Tidak Gawat (Nonurgent triage)
Klien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal. Secara umum dapat bertoleransi menunggu beberapa jam untuk layan kesehatan tanpa suatu risiko signifikan terhadap kemunduran klinis, misalnya simple fraktur, simple laceration, atau injuri jarungan lunak, gejala demam atau viral, dan skin rashes.


G.   Primary Survey, Secondary Survey, dan Intervensi Resusitasi
1.    Primary Survey dan Intervensi Resusitasi
Primary survey mengatur pendekatan ke klien sehingga ancaman kehidupan segera dapat secara cepat diidentifikasi dan tertanggulangi dengan efektif. Primary survey berdasarkan standar “ABC” mnemonic dengan “D”& “E” ditambahkan untuk klien trauma: Airway/spinal servikal (A: jalan nafas), breathing (B: pernafasan), circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidakmampuan), dan exposure (E: paparan).
A: Airway (jalan nafas)/spinal servikal
Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak (anoxic brain death). Airway harus bersih dari berbagai secret atau debris dengan kateter suction atau secara manual jika diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi pada klien trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual alignment leher pada posisi netral posisi in-line dan manggunakan maneuver jaw thrust ketika mempertahankan jalan nafas.
Secara umum masker non-rebreathing adalah yang paling baik untuk klien bernafas spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu nafas yang tepat dan sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu yang memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi. Klien dengan gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS ≤8, membutuhkan airway definitive seperti Endotracheal tube (ETT).
B: Breathing (pernafasan)
Setelah jalan nafas aman, breathing menjadi prioritas berikutnya dalam primary survey. Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien bernafas. Fokusnya adalah pada auskultasi bunyi nafas dan evaluasi ekspansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada atau abnormalitas fisik. Pada klien apnea dan kurangnya usaha ventilasi untuk mendukung sampai intubasi endotracheal dilakukan dan ventilasi mekanik digunakan. Jika resusitasi jantung paru (RJP) diperlukan, ventilasi mekanik harus dihentikan dank lien secara manual diventilasi dengan alat BVM untuk ventilasi lanjutan yang baik dengan kompresi dada, sebaiknya untuk mengkaji komplians paru melalui pengukuran derajat kesulitan ventilasi klien dengan BVM.
Intervensi penyelamatan kehidupan (life-saving) lainnya pada fase ini adalah dekompresi dada. Indikasi dekompresi dada yaitu bukti klinis adanya tension pneumothoraks, yang dapat menghadapi keadaan krisis breathing dan sirkulasi. Dekompresi dada dilakukan melalui dua cara yaitu torakostomi jarum (needle thoracostomy) dan torakostomi tube (tube thoracostomy). Needle thoracostomy adalah suatu maneuver temporer yang cepat digunakan untuk mengeluarkan udara yang terjebak dengan insersi chest tube. Jarum ukuran besar (kateter 14 atau 16, dengan panjang 3 – 6 cm) diinsersi ke dalam ruang intercostal kedua pada garis midklavikula. Setelah needle thoracostomy, suatu chest tube diinsersi (tube thoracostomy) pada ruang intercostal kelima, arah anterior garis midaksila. Chest tube ditempatkan pada posisi anatomis ini untuk mengeluarkan udara dan drainase cairan.
Image result for insersi chest tube
Gambar: insersi chest tube

C: Circulation
Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui resusitasi kardiopulmoner, control perdarahan, akses intravena dengan penatalaksanaan cairan dan darah jika diperlukan, dan obat-obatan. Perdarahan eksternal sangat baik dikontrol dengan tekanan langsung yang lembut pada sisi perdarahan dengan balutan yang kering dan tebal. Perdarahan internal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus dicurigai pada klien trauma atau pada mereka yang dalam status syok.
Dalam suatu kondisi resusitasi, tekanan darah dapat secara cepat diperkirakan sebelum tekanan daru cuff tensimeter didapatkan dengan palpasi terhadap adanya atau absennya nadi perifer dan sentral:
-       Adanya nadi radial: TD sedikitnya 80 mmHg sistolik
-       Adanya nadi femoral: TD sedikitnya 70 mmHg sistolik
-       Adanya nadi karotis: TD sedikitnya 60 mmHg sistolik
Akses intravena secara baik dicapai melalui insersi jalur intravena jarum besar pada antekubital fossa (lekukan siku). Akses tambahan dapat dicapai melalui vena sentral di sisi femoralis, subklavia, atau jugularis menggunakan jarum besar (≥8,5) kateter vena sentral. Cairan resusitasi pilihan adalah Ringer laktat dan salin normal 0,9%. Cairan dan produk darah harus dihangatkan sebelum pemberian untuk mencegah hipotermia.
D: Disability
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status neurologis. Metode mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran adalah dengan “AVPU” mnemonic:
A : Alert (waspada)
V : Responsive to voice (berespon terhada suara)
P : Responsive to pain (berespon terhadap nyeri)
U : Unresponseve (tidak ada respon)
Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara obyektif dan diterima luas adalah Glasgow Coma Scale (GCS), yang menilai buka mata, respon verbal, dan respon motoric.skor terendah adalah 3, yang mengindikasikan tidak responsifnya klien secara total; GCS normal adalah 15. Abnormalitas metabolic, hipoksia, trauma neurologis, dan intoksikasi dapat mengganggu tingkat kesadaran.

E: Exposure (paparan)
Komponen akhir primary survey adalah exposure. Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian harus digunting untuk mencapai akses cepat ke bagian tubuh. Jika penyediaan tanda bukti adalah suatu isu, barang-barang tersebut harus ditangani sesuai aturan yang berlaku. Tanda bukti termasuk bagian-bagian pakaian, tempat-tempat tusukan, senjata, obat-obatan, dan peluru. Perawat gawat darurat seringkali dipanggil untuk memberikan testimonial di pengadilan sehubungan dengan bukti-bukti yang mereka kumpulkan dan perawatan klien mereka di IGD. Contoh dari tipe kasus dimana pengumpulan bukti adalah sangat vital termasuk perkosaan, child abuse, kekerasan domestic, pembunuhan, bunuh diri, overdosis obat, dan penyiksaan.
Sekali pakaian dibuka, hipotermia dapat berisiko terjadi. Secara umum, hipotermia menjadi komplikasi manajemen klien trauma dengan menyebabkan terjadinya vasokntriksi, kesulitan akses vena dan pengkajian arteri, gangguan oksigenasi dan ventilasi, koagulapati, peningkatan perdarahan, dan metabolism di hati melambat.

Tabel: Pengkajian Primary Survey
Pengkajian: primary survey pada pasien trauma atau non trauma
Airway
1.    Pastikan kepatenan jalan nafas dan kebersihannya segera. Partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahan, permen karet, gigi, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat disebabkan oleh lidahatau edema karena trauma jaringan.
2.    Jika pasien tidak sadar, selalu dicurigai adanya fraktur spinal servikal dan jangan melakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan
3.    Gunakan chin lift atau jaw thrust secara manual untuk membuka jalan nafas.
Breathing
4.    Kaji trauma, kedalaman, dan keteraturan pernafasan dan observasi untuk ekspansi bilateral dada
5.    Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya krekels, wheezing, atau tidak adanya bunyi nafas
6.    Jika pernafasan tidak adekuat atau tidak ada dukung pernafasanpasien dengan suatu alat oksigenisasi yang sesuai.
Circulation
7.    Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatat irama dan ritmenya dan mengkaji warna kulit
8.    Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada tertutup
9.    Kaji tekanan darah
10.  Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum besar (16 sampai 18). Mulai penggantian volume per protocol. Cairan kristaloid seimbang (normal salin 0,9% atau ringer laktat) biasanya digunakan.
11.  Kaji adanya bukti perdarahan dan control perdarahan dengan penekanan langsung.

2.    Secondary Survey, dan Intervensi Resusitasi
Setelah tim resusitasi unit gawat darurat telah melakukan penyelamatan jiwa segera, aktivitas lain dimana perawat gawat darurat dapat mengantisipasi termasuk insersi gastric tube untuk dekompresi saluran pencernaan untuk mencegah muntah dan aspirasi, insersi kateter urine untuk memudahkan pengukuran pengeluaran urine, dan persiapan studi diagnostic seperti ultrasound, EKG, studi radiologi, dan analisa laboratorium darah. Tim resusitasi juga melakukan suatu pengkajian head-to-toe yang lebih komprehensif, dikenal dengan secondary survey, untuk mengidentifikasi trauma lain atau isu medis yang memerlukan penatalaksanaan atau dapat mempengaruhi perawatan klien mungkin dipindahkan segera ke kamar operasi atau ruang kateterisasi jantung secara langsung dari unit gawat darurat tergantung dari masalah medis atau trauma
Tabel: Pengkajian Head-to-Toe
Pengkajian: Pemeriksaan Fisik Head-to-Toe pada
Pasien Trauma atau Penyakit Serius
Kepala/Tengkorak
1.      Inspeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala; hal ini penting karena kulit kepala biasanya tidak terlihat karena tertutup rambut
2.      Catat adanya perdarahan, laserasi, memar atau hematom
3.      Catat adanya darah atau drainase dari telinga, inspeksi adanya memar di belakang telinga.
4.      Kaji respons dan orientasi pasien akan waktu, tempat, dan diri. Observasi bagaimana pasien merespons pertanyaan dan berinteraksi dengan lingkungan
5.      Catat adanya tremor atau kejang.
Wajah
6.    Inspeksi dan palpasi tulang wajah
7.    Kaji ukuran pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Catat apakah lensa kontak terpasang; jika ya, lepaskan.
8.    Catat adanya darah atau drainase dari telinga, mata, hidung, atau mulut
9.    Observasi bibir, daun telinga, dan ujung kuku terhadp sianosis
10.  Cek adanya gigi yang tanggal
11.  Cek adanya gigi palsu. Jika ada, dan pasien mengalami penurunan kesadaran atau gigipalsu mempengaruhi jalan nafas, lepaskan; lalu beri nama dan simpan di tempat yang aman (lebih baik berikan pada keluarganya).
12.  Inspeksi lidah dan mukosa oral terhadap trauma.
Leher
13.  Observasi adanya bengkak atau deformitas di leher
14.  Cek spinal servikal untuk deformitas dan nyeri palpasi.
Perhatian: jangan menggerakkan leher atau kepala pasien dengan kemungkinan trauma leher sampai fraktur servikal sudah dipastikan! Immobilisasi leher.
15.  Observasi adanya deviasi trachea
16.  Observasi adanya distensi vena jugularis.
Dada
17.  Inspeksi dinding dada untuk kualitas dan kedalaman pernafasan, dan untuk kesimetrisan pergerakan. Catat adanya segmen flail chest.
18.  Cek adanya fraktur iga dengan melakukan penekanan pada tulang iga pada posisi lateral, lalu anterior, dan posterior, maneuver ini menyebabkan nyeri pada pasien dengan fraktur iga.
19.  Catat keluhan pasien akan nyeri, dyspnea, atau sensai dada terasa berat
20.  Catat memar, perdarahan, luka, atau emfisema subkunaeus.
21.  Auskultasi paru untuk kualitas dan kesimetrisan bunyi nafas.
Abdomen
22.  Catat adanya distensi, perdarahan, memar, atau abrasi, khususnya di sekitar organ vital seperti limpa atau hati.
23.  Kaji kekakuan dan tenderness. Selalu auskultasi abdomen untuk bising usus sebelum mempalpasi untuk mengkaji secara benar peristaltic.
Genetalia dan Pelvis
24.  Observasi untuk abrasi, perdarahan, hematoma, edema, atau discharge.
25.  Berikan tekanan lembut di setiap iliac crest dengan gerakan getaran kecil; pasien fraktur pelvis akan kehilangan rasa. (manuver ini juga akan menyebabkan nyeri pada pasien).
26.  Observasi adanya distensi kandung kemih.
Tulang belakang
27.  Mulai tempatkan satu tangan di bawah leher pasien. Dengan lembut palpasi vertebra. Rasakan adanya deformitas, dan catat lokasinya jika terdapat respon nyeri dari pasien.
28.  Perhatian: jangan pernah membalik pasien untuk memeriksa tulang belakang sampai trauma spinal sudah dipastikan. Jika anda harus membalik pasien (misalnya luka terbuka) gunakan teknik log-roll.
29.  Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika mempalpasi sudut costovertebral melewati ginjal.
Ekstremitas
30.  Cek adanya perdarahan, edema, pallor, nyeri, atau asimetris tulang atau sendi dimulai pada segmen proksimal pada setiap ekstremitas dan palpasi pada bagian distal.
31.  Cek pergerakan, range of motion (ROM), dan sensasi pada semua ekstremitas
32.  Palpasi nadi distal dan cek capillary refill pada ujung kuku. Kaji warna kulit pada ekstremitas
33.  Cek reflex seperti plantar, biseps, dan patella.

H.   Penerapan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Kegiatan praktik keperawatan yang diberikan kepada klien yang mengalami kondisi membahayakan kehidupan baik actual maupun risiko, secara tiba-tiba dan tidak dapat diperkirakan.
1.     Dasar-dasar Keperawatan di Ruang Gawat Darurat
Berikut ini adalah alasan perlunya penerapan asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu:
a.    Pasien atau keluarga
Pasien gawat darurat umumnya dalam kondisi akut atau berat, sehingga perawatan harus dapat memahami reaksi yang ditimbulkan, antara lain:
1)    Ketakutan
Banyak hal yang dapat menimbulkan rasa takut pada pasien dan keluarga, misalnya takut akan kematian, pengobatan yang diberikan, akan penyakitnya, lingkungan gawat darurat yang sibuk, banyak pasien gawat, dll. Untuk mengatasi masalah tersebut perawat harus dapat bekerja lebih empati, meiliki keterampilan yang cukup dan harus dapat meningkatkan rasa nyaman dan rasa aman pada pasien dan keluarga.
2)    Tidak sabar atau marah
Datang ke IGD, pasien dan keluarga menganggap kondisi harus segera ditolong dan membutuhkan perhatian yang penuh. Jika hal ini tidak terpenuhi, pasien atau keluarga akan tidak sabar atau kurang terkontrol emosinya sehingga menyebabkan kemarahan.
Perawat harus menyadari kemungkinan kondisi ini, dengan antisipasi sebagai berikut:
-       Memberi penjelasan tentang kondisi pasien
-       Penanganan yang dilakukan
-       Pemeriksaan pendukung seperti CT-scan, laboratorium, radiologi, dan lain-lain, yang harus menunggu hasil pemeriksaan.
-       Penjelasan adanya pasien lain yang lebih memerlukan pertolongan segera.
-       Namun langkah awal pasien harus ditangani dengan penuh perhatian dan kesigapan.
3)    Kesedihan
Kesedihan disebabkan oleh kehilangan anggota tubuh, kehilangan orang yang dicintai, adanya pembatasan pengunjung, rasa tidak diperhatikan keluarga. Dalam hal ini tim kesehatan harus berempati terhadap kondisi tersebut dan izinkan satu orang menunggu pasien.
b.    Perawat
Bekerja di ruang gawat darurat membutuhkan penanganan cepat dan tepat, kerja yang terus menerus, jumlah pasien yang relative banyak, mobilitas tinggi, alat-alat modern dan kondiri keluarga yang dapat menimbulkan:
1)    Stress yang tinggi akibatnya kerja perawat dan tim kesehatan lainnya tidak lancer
2)    Rasa empati terhadap pasien menurun, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan sebagian ditujukan kepada masalah fisik.
2.     Prinsip Proses Keperawatan Pasien Gawat Darurat
a.    Life support, perlu diprioritaskan kondisi yang memerlukan tindakan segera. Terkadang tindakan dilakukan bersamaan dengan pengkajian. Penulisan dapat dilakukan setelah keselamatan terjamin atau sudah teratasi.
b.    Ringkas dan mudah dimengerti, oleh karenanya harus dibuat singkat dan jelas.
c.    Mayor kondisi yang holistic. Diprioritaskan pada kondisi-kondisi utama yang mengganggu kehidupan atau keluhan dasar pasien dan keluarga dari fisik-psiko-sosial.
d.    Actual atau benar. Keakuratan dalam pengkajian dan perumusan diagnose keperawatan dan tindakan keperawatan merupakan hal utama yang harus diingat.
3.     Pengkajian
Pengkajian berdasarkan system triage. Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien. Riwayat diberikan oleh pasien adalah factor kritikal dalam menentukan perawatan yang sesuai. Jika pasien tidak dapat memberikan informasi, keluarga atau teman dapat menjadi sumber data sekunder. AMPLE mnemonic dapat digunakan sebagai pengingat informasi komponen penting yang harus didata:
A       : Allergies (alergi)
M       : Medications (pengobatan: termasuk frekuensi, dosis, dan rute)
P       : Past medical history (riwayat medis lalu seperti diabetes, masalah kardiovaskuler atau pernafasan)
L       : Last oral intake (obat terakhir yang dikonsumsi)
E       : Events (kejadian-kejasian)-keluhan utama, deskripsi gejala, mekanisme trauma.
Setelah primary survey dan riwayat pasien lengkap, survey umum, tanda-tanda vital, dan pengkajian fisik head to toe.
4.     Analisa dan Perencanaan
Analisa yang tepat akan menunjang perumusan diagnose keperawatan yang tepat serta intervensi sesuai protocol triage.
Di bawah ini beberapa masalah keperawatan yang sering ditemukan pada pasien gawat darurat berdasarkan NANDA (2015)
-       Kekurangan volume cairan
-       Risiko ketidakseimbangan elektrolit
-       Retensi urine
-       Diare
-       Pola nafas takefektif
-       Bersihan jalan nafas takefektif
-       Risiko aspirasi
-       Risiko jatuh
-       Risiko injuri
-       Risiko perdarahan
-       Risiko shock
-       Kerusakan integritas kulit
-       Penurunan cardiac output
-       Risiko penurunan cardiac output
-       Perfusi jaringan perifer takefektif
-       Koping tidak efektif
-       Berduka
-       Penurunan kapasitas adapatif intracranial
-       Menyakiti diri sendiri
-       Percobaan bunuh diri
-       Respon alergi latex
-       Hipertermi
-       Hipotermi
-       Nausea
-       Nyeri akut
-       Nyeri kronis
-       ketidaknyamanan
5.     Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan di ruang gawat darurat meliputi evaluasi tentang pelaksanaan triage, keadaan dan status kesehatan pasien, dokumentasi dilakukan setiap tindakan selesai atau selama perawatan di IGD, dan evaluasi dengan cara subyektif, obyektif, analisa, planning (SOAP).
I.      Keperawatan Bencana
Keperawatan bencana (disaster nursing) merupakan pelayanan keperawatan komprehensif yang diberikan berupa tindakan darurat dan luar biasa pada keadaan bencana untuk menolong dan menyelamatkan korban baik manusia maupun lingkungannya.
1.    Disaster Plan untuk Rumah Sakit
Rencana penanggulangan bencana bagi tiap-tiap rumah sakit tidak sama karena tiap-tiap rumah sakit mempunyai sifat-sifat tersendiri. Juga harus difikirkan kemungkinan rumah sakitnya sendiri terkena bencana seperti api, gempa bumi, banjir dan lain-lain sehingga rumah sakit tersebut rusak.
Hal-hal yang harus difikirkan adalah:
a.    Fasilitas gedung
Hal ini juga harus dipikirkan kalau membangun rumah sakit baru. Kalau rumah sakitnya sudah ada, maka harus ditentukan:
1)    System tempat parkir, supaya setiap waktu kendaraan atau ambulans yang membawa korban dapat dengan leluasa keluar masuk
2)    Daerah triage yaitu tempat atau ruangan dimana dilakukan seleksi dari korban-korban tersebut. Sebaiknya dekat dengan tempat masuknya ambulan, dan terdapat pintu masuk dan keluar.
3)    Ruangan untuk pembedahan minor dimana ruangan ini harus cukup luas karena terbanyak adalah kasus-kasus bedah.
4)    Ruangan untuk pembedahan mayor dimana biasanya kamar operasi dan tim di dalamnya pada setiap rumah sakit mampu menanggulangi korban-korban tersebut sehingga tidak memerlukan banyak tambahan ruangan maupun personil.
5)    Ruangan untuk pra-bedah atau observasi dan pasca-bedah
6)    Ruangan untuk para keluarga wartawan menunggu dan mendapatkan keterangan dan Humas rumah sakit.
7)    Ruangan untuk menampung korban-korban yang meninggal dimana para keluarga dapat mengidentifikasi dan mengurus jenazahnya.
b.    Penyimpanan obat-obat dan instrument serta kemana harus mencari kalau persediaan tersebut habis.
c.    Komunikasi, bukan saja penting antara rumah sakit dengan pihak luar tetapi juga intern di dalam rumah sakit harus lancer.
2.    Triage
Suatu system seleksi korban yang menjamin supaya tidak ada korban yang tidak mendapatkan perawatan medis. Untuk bencana masal dikenal istilah “Triage Officer (petugas triage)” yaitu orang yang melakukan seleksi triage, biasanya memiliki pengalamankeahlian bedah sehingga mampu melakukan diagnose dan penanggulangannya dengan cepat.

Tabel: Triage dalam Bencana Massal
Golongan
Warna label
Kondisi
I



II


III



IV

V
Hijau



Kuning


Merah



Putih

Hitam
Korban tidak luka atau gangguan jiwa sehingga tidak memerlukan tindakan bedah.

Korban dengan luka-luka ringan sehingga hanya memerlukan tindakan bedah minor.

Golongan ini dibagio dalam golongan operatif dan non-operatif seperti trauma kepala.

Korban dengan keadaan parah atau syok.

Korban yang meninggal

Referensi
Krisanti P., Manurung S., Suratun., Wartonah., Sumartini., Dalami E., Rohimah., Setiawati S. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media

NANDA International. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classification 2015 – 2017. Tenth edition. Wiley Balckwell

Tidak ada komentar:

Posting Komentar