Selasa, 31 Oktober 2023

Model-Model Triase, berfikir kritis dan sistematis dalam keperawatan Bencana

 

MODEL-MODEL TRIASE DALAM BENCANA


A.    Pengertian Triase
Triase berasal dari Bahasa Prancis “Trier” berarti mengambil atau memilih. Adalah penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis dan evakusasi pada kondisi kejadian masal atau kejadian bencana. Penanganan medis yang diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan keadaan penderita.
Tujuan Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan dalam kondisi korban masalah atau bencan dan diharapkan banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Triage secara umum dibagi menjadi dua yakni Triage di UGD/IGD Rumah Sakit dan Triage di Bencana.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai berikut:
a.       Prioritas Nol (Hitam): Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
b.       Prioritas Pertama (Merah): Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
c.       Prioritas Kedua (Kuning): Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
d.      Prioritas Ketiga (Hijau): Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat psikologis).
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna tagging system yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.
Sistem triase terdiri dari Disaster dan Non DisasterDisaster digunakan untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak. Sedangkan Non Disaster digunakan untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien.

1.      Konsep Triase antara lain:
a.       Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa
b.      Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya
c.       Pengkatagorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu
d.      Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage
2.      Triase diklasifikasi berdasarkan pada :
a.         Tingkat pengetahuan
b.        Data yang tersedia
c.         Situasi yang berlangsung
3.      Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
4.      Prioritas 1 atau Emergensi
·         Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera
·         Pasien dibawa ke ruang resusitasi
·         Waktu tunggu 0 (Nol)
5.        Prioritas 2 atau Urgent
·         Pasien dengan penyakit yang akut
·         Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki
·         Waktu tunggu 30 menit
·         Area Critical care
6.      Prioritas 3 atau Non Urgent
·         Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal
·         Luka lama
·         Kondisi yang timbul sudah lama
·         Area ambulatory / ruang P3
7.      Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian
·         Tidak ada respon pada segala rangsangan
·         Tidak ada respirasi spontan
·         Tidak ada bukti aktivitas jantung
·         Hilangnya respon pupil terhadap cahaya

Klasifikasi Triage Dalam Gambaran Kasus
1.      Prioritas 1 – Kasus Berat
·         Perdarahan berat
·         Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
·         Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
·         Fraktur terbuka dan fraktur compound
·         Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
·         Shock tipe apapun
2.      Prioritas 2 – Kasus Sedang
·         Trauma thorax non asfiksia
·         Fraktur tertutup pada tulang panjang
·         Luka bakar terbatas 
·         Cedera pada bagian / jaringan lunak
3.      Prioritas 3 – Kasus Ringan
·         Minor injuries
·         Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
4.      Prioritas 0 – Kasus Meninggal
·         Tidak ada respon pada semua rangsangan
·         Tidak ada respirasi spontan
·         Tidak ada bukti aktivitas jantung
·         Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

 Penilaian Di tempat dan Prioritas Triase
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.
Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tagUmumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase dan setelah triase selesai. Kondisi penilaian di tempat dan prioritas triase antara lain :
a.        Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
b.        Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai
c.        Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.
d.        Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
1)      Petugas Komando Musibah
2)      Petugas Komunikasi
3)      Petugas Ekstrikasi/Bahaya
4)      Petugas Triase Primer
5)      Petugas Triase Sekunder
6)      Petugas Perawatan
7)      Petugas Angkut atau Transportasi
e.       Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :
1)      Sektor Komando/Komunikasi Musibah
2)      Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga)
3)      Sektor Musibah
4)      Sektor Ekstrikasi/Bahaya
5)      Sektor Triase
6)      Sektor Tindakan Primer
7)      Sektor Tindakan Sekunder
8)      Sektor Transportasi
f.       Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :
1)      Kritik Pasca Musibah
2)      CISD (Critical Insident Stress Debriefing)

Triase dalam Bencana
Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara mendadak atau tidak terncana atau secara perlahan tetapi berlanjut, baik yang disebabkan alam maupun manusia, yang dapat menimbulkan dampak kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong, menyelamatkan manusia beserta lingkunganya.
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).
Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan/atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera/kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Saat penolong (tenaga medis) memasuki daerah bencana yang tentunya banyak memiliki koran yang terpapar hal yang pertama kali harus dipikirkan oleh penolong adalah Penilaian TRIASE. Triase dibagi menjadi penilaian triase pada psikologis korban dan menilai triase medis.
Dalam Triase Medis sebaiknya menggunakan metode START (Simple Triage and Rapid Treatment) yaitu memilih korban berdasarkan pengkajian awal terhadap penderita degan menilai Respirasi, Perfusi, dan Status Mental.
Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan penolong saat terjadi bencana :
a.             Penolong pertama melakukan penilaian cepat tanpa menggunakan alat atau melakuakan tindakan medis.
b.             Panggil penderita yang dapat berjalan dan kumpulkan diarea pengumpulan
c.             Nilai penderita yang tidak dapat berjalan, mulai dari posisi terdekat dengan penolong.
d.            Inti Penilaian Triage Medis (TRIASE dalam bencana memiliki 4 warna Hitam (penderita sudah tidak dapat ditolong lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami kondisi kritis sehingga memerlukan penanganan yang lebih kompleks), Kuning (kondisi penderita tidak kritis), Hijau (penanganan pendirita yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar. Penderita tidak memiliki cedera serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP agar tidak menambah korban yang lebih banyak. Penderita yang memiliki hidup lebih banyak harus diselamatkan terlebih dahulu).

1)      Langkah 1: Respirasi
·         Tidak bernapas, buka jalan napas, jika tetap tidak bernapas beri TAG HITAM
·         Pernfasan >30 kali /menit atau <10 kali /meni beri TAG MERAH
·         Pernafasn 10-30 kali /menit: lanjutkan ke tahap berikut
2)      Langkah 2: Cek perfusi (denyut nadi radial) atau capillary refill test (kuku atau bibir kebiruan)
·         Bila CRT > 2 detik: TAG MERAH
·         Bila CRT < 2 detik: tahap berikutnya
·         Bila tidak memungkinankan untu CRT (pencahayaan kurang), cek nadi radial, bila tidak teraba/lemah; TAG MERAH
·         Bila nadi radial teraba: tahap berikutnya
3)      Langkah 3: Mental Status
·   Berikan perintah sederhana kepada penderita, jika dapat mengikuti perintah: TAG KUNING
·         Bila tidak dapat mengikuti perintah: TAG MERAH
Tindakan yang haru CEPAT dilakuakn adalah :
·         Buka jalan napas, bebaskan benda asing atau darah
·         Berikan nafas buatan segara jika korban tidak bernafas
·         Balut tekan dan tinggikan jika ada luka terbuka/perdarahan
Setelah memberikan tindakan tersebut, penolong memberikan tag/kartu sesuai penilaian triase (hijau, kuning, merah, hitam), setelah itu menuju korban lainya yang belum dilakukan triase. Triase wajib dilakukan dengan kondisi ketika penderita/korban melampaui jumlah tenaga kesehatan.

Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Critical berasal dari bahasa Grika yang berarti : bertanya, diskusi, memilih, menilai, membuat keputusan. Kritein yang berarti to choose, to decideKrites berarti judgeCriterion (bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan, atau metode. Critical thinking ditujukan pada situasi, rencana dan bahkan aturan-aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan (Mz. Kenzie).
Pengertian berpikir kritis dikemukakan oleh banyak pakar. Beberapa di antaranya : Gunawan (2003:177-178) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, manganalisis masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan mem-perhitungkan data yang relevan. Sedang keahlian berpikir deduktif melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang bersifat spasial, logis silogisme dan membedakan fakta dan opini. Keahlian berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi, membandingkan dan mempertentangkan. Sementara itu Rahmat (2010:1) mengemukakan berpikir kritis (critical thinking) sinonim dengan pengambilan keputusan (decision making), perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah (problem solving).  
Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, menganalisis asumsi, memberi rasional, mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan mengambil keputusan. Dalam proses  pengambilan keputusan, kemampuan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi sangatlah penting. Orang yang berpikir kritis akan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan berdasarkan fakta kemudian melakukan pengambilan keputusan. Ciri orang yang berpikir kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan.  Berpikir kritis juga merupakan proses terorganisasi dalam memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.
Critical thinking yaitu investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi, fenomena, pertanyaan atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan secara terintegrasi. Menurut Bandman (1998) berfikir kritis adalah pengujian yang rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argument, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktivitas. Pengujian ini berdasarkan alasan ilmiah, pengambilan keputusan, dan kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth (1997), berpikir kritis adalah proses kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap semua informasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan keputusan. Berpikir kritis digunakan perawat untuk beberapa alasan :
a.       Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
b.      Penerapan profesionalisme
c.       Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberi asuhan keperawatan.
d.      Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat dalam menuju keberhasilan dalam berbagai aktifitas
Berpikir kritis juga dapat dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasikan atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang mencakup penilaian analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan.
1.      KonseptualisasiKonseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.
2.      Rasional dan beralasan. Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
3.      Reflektif.Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
4.      Bagian dari suatu sikap. Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
5.      Kemandirian berpikirSeorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
6.      Berpikir adil dan terbukaYaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
7.      Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan. Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil. Wade (1995) mengidentifikasi  delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
a.       Kegiatan merumuskan pertanyaan
b.      Membatasi permasalahan
c.        Menguji data-data
d.       Menganalisis berbagai pendapat
e.        Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
f.        Menghindari penyederhanaan berlebihan
g.       Mempertimbangkan berbagai interpretasi
h.       Mentolerasi ambiguitas

Sebelum melanjutkan lebih jauh, kita perlu mencoba untuk menemukan jalan yang membantu pelajar pemula untuk belajar tentang berpikir kritis dan termasuk perkembangan model berpikir kritis yang menjadi pokok bahasan. Banyak klasifikasi berpikir yang ditemukan di literature. Costa and Colleagues (1985). Menurut Costa and Colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
a.       Remembering (Mengingat)
b.      Repeating (Mengulang)
c.       Reasoning (Memberi Alasan/rasional)
d.      Reorganizing (Reorganisasi)
e.       Relating (Berhubungan)
f.       Reflecting (Memantulkan/merenungkan
Meskipun The Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam keperawatan. Kemudian Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir dan mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You Think.
a.       Total Recall (T)
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan. Data keperawatan bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu pembelajaran di dalam kelas, informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau orang lain, data klien dikumpulkan dari perasaan klien, instrument (darah, urine, feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan, dengan adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari dan dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing individu mempunyai pengetahuan yang berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang mempunyai pengetahuan sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali dengan pengetahuan yang minimal tetapi kemudian secara pesat meluas seiring dengan adanya sekolah-sekolah keperawatan.
b.      Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk dilakukan. Manusia selalu menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan seperti “saya mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan karena tindakan yang dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi jika proses berpikir sudah berakar dalam diri mereka dalam melihat sesuatu atau kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap waktu. Contoh : pernahkah kita mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan dan harapkan adalah supaya kita terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat penting dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang ajal, sebuah solusi yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat jantung (CPR), memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan aktivitas lainnya. Hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi dan dilakukan oleh perawat.
c.       Inquiry/Penyelidikan/menanyakan keterangan (I)
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam dan mengajukan pertanyaan yang mendekati kenyataan. Jika kita berada di tingkat pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut “Mendesak”. Hal ini meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi tertentu. Ini berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang menyebabkan, keragu-raguan pada kesan pertama, dan mengecek segalanya, tidak ada masalah bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan untuk menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan inquiry. Inquiry bisa diwujudkan melalui :
1)      Melihat sesuatu (menerima informasi)
2)      Mendapatkan kesimpulan awal
3)      Mengakui keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
4)      Mengumpulkan data atau informasi mendekati masalah utama
5)      Membandingkan informasi baru dengan yang sudah diketahui
6)      Menggunakan pertanyaan netral
7)      Menemukan satu atau lebih kesimpulan
8)      Memvalidasi kesimpulan utama dan alternative untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi. 
d.      New Ideas and Creativity (N)
Ide baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi yang khusus bagi individu. Kekhususan dalam berpikir ini akan selalu dibawa individu selama hidupnya dan biasanya membentuk kembali norma. Seperti Inquiry, model ini membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif merupakan kebalikan dan akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat “melakukan sesuatu seperti biasanya” menjadi “Mari mencoba cara baru”. Berpikir kreatif tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah satu kadang-kadang akan terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemikir kreatif menghargai kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan dasar dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja menyesuaikan keunikan klien. Perawat mempunyai standart pendekatan untuk menghemat waktu perawatan dan secara keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda satu sama lain. Contoh : Yudi yang tinggal di rumah perawatan menghabiskan sisa harinya di atas kursi roda, keluar-masuk ke ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah berkata kepada seorangpun meskipun perawat mengulangi kata-kata yang sama dan sudah memahami cara berkomunikasi.
e.       Knowing How You Think / Mengetahui apa yang kamu fikirkan (K)
Knowing How You Think merupakan yang terakhir tetapi bukannya yang paling tidak dihiraukan dari model T.H.I.N.K. yang berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir disebut “metacognition”. Meta berarti “diantara atau pertengahan” dan cognition berarti “Proses mengetahui”. Jika kita berada di antara proses mengetahui, kita akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir. Yang perlu dipelajari :
1)      Apakah hal ini sulit dilakukan? (untuk semua orang)
2)      Mengapa hal ini sulit untuk dikerjakan?
3)      Satu alasan mengapa hal ini sulit dilakukan adalah karena ada kosakata special dari akhir analisis yang perlu menggambarkan BAGAIMANA berpikir.

Freely mengidentifikasi 7 metode critical thinking :
a.       Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi.
b.      Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil keputusan.
c.       Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah dan masing-masing mengemukakan pendapatnya.
d.      Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi.
e.       Propaganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar.
f.       Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi untuk memaksakan suatu kehendak.
g.      Kombinasi beberapa metode.

Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah, keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen berpikir kritis antara lain:
a.       Menentukan tujuan
b.      Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
c.       Menujukan bukti
d.      Menganalisis konsep
e.       Asumsi
Perspektif yang digunakan selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian kriteria elemen terdiri dari kejelasan, ketepatan, ketelitan dan keterkaitan.

Aspek-Aspek Berfikir Kritis

Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek :
a.       Relevance.  Keterkaitan dari pernyataan yang dikemukan. 
b.      Importance. Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
c.       Novelty. Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide orang lain.
d.      Outside material. Menggunakan pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan.
e.       Ambiguity clarified. Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan.
f.       Linking ideas. Senantiasa menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
g.      Justification. Memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kerungian dari suatu situasi atau solusi.

Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”.  Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya. Langkah-langkah pemecahan masalah antara lain
a.       Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi.
b.      Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
c.       Mengolah fakta dan data.
d.      Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
e.       Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.
f.       Memutuskan tindakan yang akan diambil.
g.      Evaluasi.

Berpikir sistemik (Systemic Thinking)  adalah  sebuah cara untuk  memahami sistem yang kompleks dengan menganalisis bagian-bagian sistem tersebut untuk kemudian mengetahui pola hubungan yang terdapat didalam setiap unsur atau elemen penyusun sistem tersebut. Pada prinsipnya berpikir sistemik mengkombinasikan dua kemampuan berpikir, yaitru kemampuan berpikir analis dan berfikir sintesis. 
Ada beberapa istilah yang sering kita jumpai yang memiliki kemiripan dengan berpikir sistemik (systemic thinking), yaitu Systematic thinking (berpikir sistematik), Systemic thinking (berpikir sistemik), dan Systems thinking (berpikir serba-sistem). Jika dikaji, maka semua istilah itu berakar dari kata yang sama yaitu “sistem” dan “berpikir”, namun menunjukkan konotasi yang berbeda, karena itu memiliki tujuan yang berbeda pula.
Konsep sistem setidaknya menyangkut pengertian adanya elemen atau unsur yang membentuk kesatuan, lalu ada atribut yang mengikat mereka, yaitu tujuan bersama. Karena itu, setiap elemen berhubungan satu sama lain (relasi) berdasarkan suatu aturan main yang disepakati bersama. Kesatuan antar elemen (sistem) itu memiliki batas (boundary) yang memisahkan dan membedakannya dari sistem lain di sekitarnya.
Berpikir sistematik (sistematic thinking), artinya memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan proses pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan terhadap proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan proses yang diakui luas.
Berpikir sistemik (systemic thinking), maknanya mencari dan melihat segala sesuatu memiliki pola keteraturan dan bekerja sebagai sebuah sistem. Misalnya, bila kita melihat otak, maka akan terbayangkan sistem syaraf dalam tubuh manusia atau hewan. Bila kita melihat jantung akan terbayangkan sistem peredaran darah di seluruh tubuh.
Sementara itu berpikir sistemik (systemic thinking) adalah menyadari bahwa segala sesuatu berinteraksi dengan perkara lain di sekelilingnya, meskipun secara formal-prosedural mungkin tidak terkait langsung atau secara spasial berada di luar lingkungan tertentu. Systemic thinking lebih menekankan pada kesadaran bahwa segala sesuatu berhubungan dalam satu rangkaian sistem. Cara berpikir seperti berseberangan dengan berpikir fragmented-linear-cartesian. 
Berpikir sistemik (systemic thinking) mengkombinasikan antara analytical thinking (kemampuan mengurai elemen-elemen suatu masalah) dengan synthetical thinking (memadukan elemen-elemen tersebut menjadi kesatuan). Kita harus memahami dan akhirnya memadukan dua kemampuan dasar ini: melakukan Analisis dan Synthesis. Analisis adalah alat untuk memahami elemen-elemen suatu permasalahan. Misalnya, mengapa terjadi banjir dan longsor di suatu daerah? Maka, kita perlu meneliti: saluran air, kondisi tanah, aliran sungai, kondisi gunung atau hutan di hulu, dan curah hujan yang terjadi.
Setelah itu, kita melakukan sintesis, yakni proses untuk memahami bagaimana elemen-elemen itu berfungsi secara bersama-sama. Di sini kita dituntut memahami elemen-elemen tersebut secara mendasar sebelum memadukannya. Kita bisa melihat hubungan yang jelas antara curah hujan yang tinggi dengan kondisi hutan atau gunung yang gundul, lalu menyebabkan aliran sungai yang sangat deras dan akhirnya menyembur ke daerah tertentu. Kondisi makin parah, apabila saluran air di daerah sangat buruk, sehingga tak bisa menampung aliran air yang melimpah (banjir) dan kondisi tanah yang rawan hingga menyebabkan longsor.
Dalam interaksi antar elemen itu kita memahami bahwa segala hal merupakan bagian dari suatu sistem, dengan kata lain segala hal berinteraksi satu sama lain. Tak ada suatu perkara di atas muka bumi ini yang berdiri sendiri, sebab semuanya saling terkait. Memahami proses interaksi ini sulit karena selain banyak ragamnya, juga terkadang tidak tampak kasat mata, dan satu sama lain saling mempengaruhi, sehingga tak jelas faktor mana yang lebih dulu muncul.
Kita perlu pola dari interaksi antar elemen dalam suatu Sistem. Untuk memahami bekerjanya suatu sistem akan lebih mudah pada tingkat pola, bukan pada detailnya. Jika kita ingin memahami hutan, maka kita pandang secara keseluruhan, bukan mengamati pohonnya satu per satu. Berpikir serba-sistem adalah cara agar kita menemukan pola secara sadar dan proaktif.
Dalam satu persoalan yang kompleks, kita membutuhkan cara berpikir sistemik yang berbeda dengan cara konvensional. Ada dua langkah dalam menerapkan berpikir sistemik. Pertama, kita mendaftar dan menemukan elemen-elemen permasalahan yang ada. Kedua, menemukan tema atau pola umumnya. Hal ini berbeda jauh dengan mereka yang menerapkan berpikir non-sistemik, sebab mereka mungkin menemukan dan mendaftar sejumlah elemen permasalahan, tapi kemudian memilih elemen tertentu untuk menjadi fokus perhatian. Dalam hal itu, mereka mengabaikan elemen lain yang dipandang tak berpengaruh, padahal mungkin saja justru paling menentukan pola yang berkembang di dalam sistem.
Sistems thinking sedikit berbeda systemic thinking. Berpikir sistemik lebih menekankan pada pencarian pola-hubungan (Pattern), maka berpikir serba-sistem lebih menekankan pada pemahaman bagaimana (How) elemen-elemen itu berhubungan. Dengan pemahaman How tersebut, maka kita dapat menemukan elemen mana yang memiliki pengaruh vital dan solusi yang komprehensif, sehingga tidak menimbulkan masalah baru. 
Cara berpikir serba-sistem juga akan membentuk sikap yang sistemik dalam merespon permasalahan (systemic attitude), yakni suatu pola perilaku yang tidak menabrak aturan main (rule of game) yang sudah disepakati dalam satu sistem tertentu. Sebuah aturan yang ditetapkan dalam sistem memang bersifat membatasi ruang gerak (self constraining), namun pada saat yang sama memampukan (self enabling) setiap elemen untuk bekerja sesuai fungsinya dan berinteraksi dengan elemen lain. Jika tak ada batasan fungsi yang jelas, maka setiap elemen itu akan saling bertabrakan dan malah berpotensi menghancurkan sistem secara keseluruhan. Di sinilah pentingnya, berpikir dan bertindak serba-sistem demi menjaga kesinambungan sistem sendiri. Pengubahan aturan main dimungkinkan dan dapat diperjuangkan melalui cara-cara legal-rasional, sehingga sistem itu tumbuh semakin sehat dan matang.

Referensi:
Efrandi. 2008. Sejarah, Konsep dan Kategori Triasehttp://puskesmas-oke.blogspot.co.id/2008/12/sejarah-konsep-dan-kategorisasi-triage.html . Diakses pada tanggal 29 Maret 2018.
Gusti. 2014. Cara Cepat Menilai Triage Pada Korban Bencanahttps://gustinerz.com/cara-cepat-menilai-triage-pada-korban-bencana/ . Diakses pada tanggal 31 Maret 2018.
SaaninSyaiful. 2016. Triase dalam Musibah Masal. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/triagemsl.html . Diakses pada tanggal 29 Maret 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar