Selasa, 31 Oktober 2023

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU APLIKASI NANDA, NIC, NOC


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU

A.   KONSEP TEORI
1.    Pengertian
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasaldari tuberkel yang berarti tonjolan kecildan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. TB paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. TB paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan karena kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yangrentan (Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA (bakteritahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2 – 4 μm dan lebar 0,2 – 0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan (Ginanjar, 2010).

2.    Etiologi
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandungkuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3.    Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 –20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghondan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluarsistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).

4.    Klasifikasi tuberculosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru:
a.    Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam:
1)    Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
2)    Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
b.    Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1)    TBC ekstra-paru ringan
Misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2)    TBC ekstra-paru berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
c.    Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu:
1)    Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2)    Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3)    Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
4)    Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

5.    Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah:
a.    Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b.    Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
c.    Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
d.    Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e.    Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

6.    Komplikasi
Komplikasi dari TB paru adalah:
a.    Pleuritis tuberkulosa
b.    Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
c.    Tuberkulosa milier.
d.    Meningitis tuberkulosa

7.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah:
a.    Pemeriksaan Diagnostik
b.    Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan diketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c.    Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri taham asam.
d.    Skin test (PPD, Mantoux)Hasil tes mantaoux dibagi menjadi:
1)    Indurasi 0-5 mm (diameternya) maka mantoux negative atau hasil negative
2)    Indurasi 6-9 mm (diameternya) maka hasil meragukan
3)    Indurasi 10-15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4)    Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5)    Reaksi timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intrakutanberupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
e.    Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembanganTuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f.     Pemeriksaan histology/kultur jaringan
Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
g.    Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.
h.    Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i.      Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j.      Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)


8.    Penatalaksanaan
a.   Pengobatan TBC ParuPengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
1)    Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari dengan tujuanmendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal), menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat.
2)    Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33–50 kg dan lebih dari 50 kg. Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh. Berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 –50 kg dan lebih dari 50 kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh.
b.   Perawatan bagi penderita tuberculosis
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah:
1)    Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2)    Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan
3)    Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4)    Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5)    Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan enam
6)    Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik
c.   Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
1)    Menutup mulut bila batuk
2)    Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi lisol
3)    Makanmakanan bergizi
4)    Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5)    Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
6)    Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)

9.    Dampak Tuberkulosis Paru
Penyakit Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit yang sangat mempengaruhi kehidupan individu. Dampak Tuberkulosis paru antara lain:
a.    Terhadap individu
1)    Biologis
Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi
2)    Psikologis
Biasanya klien mudah tersinggung, marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.
3)    Sosial
Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.
4)    Spiritual
Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya yang manakutkan.
5)    Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.
b.    Terhadap keluarga
1)    Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurangpengetahuan dari keluarga terhadap penyakitTB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan penularan penyakit.
2)    Produktifitas menurun.
Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.
3)    Psikologis
Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain
4)    Sosial
Keluarga merasa malu dan mengisolasi dirikarena sebagian besar masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru.
c.    Terhadap masyarakat
1)    Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan Penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru.
2)    Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada sistem pencatatan/pelaporan.

B.   ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian
a.   Riwayat
1)    Pada infeksi primer
-     Kemungkinan asimptomatik setelah periodeinkubasi 4 – 8 minggu
-     Kelemahan dan keletihan
-     Anoreksia, penurunan berat badan
-     Demam derajat rendah
-     Berkeringat malam hari
2)    Pada infeksi yang teraktivasi
-     Nyeri dada
-     Batuk produktif dengan sputum yang mengandung darah, atau mukopurulen, atau berwarna darah
-     Demam derajat rendah.
b.  Temuan pemeriksaan fisik
-       Bunyi pekak di area yang sakit
-       Crekle, krepitasi
-       Bunyi nafas bronkial
-       Mengi
-       Bising pectorilequy

2.   Diagnose Keperawatan dan Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis Keperawatan
NANDA
Hasil Yang Dicapai
NOC
Intervensi
NIC
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan:
    Infeksi
    Mucus berlebihan; eksudat di dalam alveoli (edema trakea atau faring)
Status pernafasan: patensi jalan nafas
-     Mempertahankan patensi jalan napas
-     Mengeluarkan sekresi tanpa bantuan
-     Mendemonstrasikan perilaku untuk meningkatkan  atau mempertahankan bersihan jalan napas
-     Berpartisipasi dalam regimen terapi, dalam tingkat kemampuan dan situasi
-     Mengidentifikasi kemungkinan komplikasi dan memulai tindakan yang tepat.
Manajemen jalan napas:
Independent
-    Kaji fungsi pernapasan, seperti suara napas, kecepatan, irama, dan kedalaman pernapasan, serta penggunaan otot aksesoris pernapasan.
-    Catat kemampuan untuk mengeluarkan mucus dan melakukan batuk secara efektif; dokumentasikan karakter dan jumlah sputum dan keberadaan hemoptysis.
-    Letakkan klien dalam posisi semi-fowler atau Fowler tinggi. Bantu klien untuk batuk dan melakukan napas dalam.
-    Bersihkan sekresi dari mulut dan trakea; lakukan pengisapan sesuai kebutuhan.
-    Pertahankan asupan cairan minimal2500 mL/hari kecuali dikontraindikasikan.

Kolaboratif
-    Lembabkan oksigen yang diinspirasi/dihirup
-    Beri medikasi sesuai indikasi, mis.: agens mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid.
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:
    Ketidakseimbangan ventilasi:perfusi
    Perubahan membrane kapiler alveolar
Status pernapasan: pertukaran gas
-     Melaporkan tidak terjadi dyspnea atau dyspnea berkurang
-     Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA berada dalam kisaran yang dapat diterima.
-     Terbebas dari gejala distress pernapasan.
Pemantauan pernapasan:
Independent
-     Kaji dyspnea, takipnea, suara napas abnormal, peninkatan upaya pernapasan, keterbatasan ekspansi dinding dada, dan keletihan.
-     Evaluasi adanya perubahan mental
-     Catat sianosis atau perubahan arna kulit, termasuk membrane mukosa dan bantalan kuku.
-     Demonstrasikan dan dorong pernapasan dengan mendorong bibir selama ekshalasi, terutama untuk klien fibrosis atau klien yang mengalami destruksi/ penghancuran parenkim.
-     Tingkatkan tirah baring, atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.

Kolaboratif
-     Pantau GDA serial dan oksimetri nadi
-     Beri oksigen tambahan sesuai kebutuhan.
Risiko infeksi

Factor risiko:
    Ketidakadekuatan pertahan primer: penurunan kerja silia, statis cairan tubuh
    Kurang pengetahuan untuk menghindari pajanan terhadap pathogen
    Malnutrisi
    Pajanan lingkungan terhadap pathogen
    Penghancuran jaringan, (perluasan infeksi)
    Respons inflamasi ditekan
Control risiko: proses infeksi
-    Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau mengurangi risiko penyebaran infeksi
-    Mendemonstrasikan teknik dan memulai perubahan gaya hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan.
Control infeksi:
Independent
-     Kaji patologi penyakit—fase aktif atau inaktif
-     Identifikasi orang lain yang berisiko seperti anggota rumah tangga, orang dekat dan teman
-     Instruksikan klien untuk batuk, bersin dan mengeluarkan secret ke tissue dan menahan diri untuk tidak meludah. Tinjau pembuangan tissue yang benar dan teknik mencuci tangan yang baik. Minta klien untuk mendemonstrasikan ulang.
-     Tinjau keharusan tindakan untuk mengendalikan infeksi, seperti isolasi pernapasan secara sementara.
-     Pantau suhu tubuh, sesuai indikasi
-     Identifikasi factor risiko individual untuk reaktivasi tuberculosis, seperti penurunan resistensi yang berhubungan dengan alkoholisme, malnutrisi, bedah pintas intestinal/usus, penggunaan obat imunosupresan (menekan imun), adanya diabetes mellitus atau kanker, atau pascapartum.
-     Tekankan pentingnya terapi obat yang tidak terputus. Evaluasi potensi klien untuk bekerja sama
-     Tinjau pentingnya tindak lanjut dan kultur sputum ulang secara periodic selama durasi terapi
-     Dorong pemilihan dan makan makanan seimbang. Beri makanan kudapan dalam porsi kecil namun sering sebagai pengganti makanan besar jika tepat.

Kolaboratif
-     Beri agens anti infeksi sesuai indikasi, mis, obat primer: OAT
-     Pantau study laboratorium: Hasil apus sputum, fungsi hati
-     Beri tahu layanan kesehatan lokal
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan:
    Factor biologis: sering batuk dan produksi sputum, dyspnea
    Keletihan
    Keuangan yang tidak mencukupi
Status nutrisional:
-    Mendemonstrasikan pertambahan berat badan progresif dengan normalisasi nilai laboratorium
-    Memulai perubahan perilaku atau gaya hidup untuk memperoleh kembali dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Manajemen nutrisi:
Independent
-     Dokumentasikan status nutrisional klien saat masuk RS, catat turgor kulit, berat badan saat ini dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan untuk menelan, keberadaan tonus usus besar dan riwayat mual, muntah, atau diare.
-     Pastikan pola diet klien yang biasa dan apa yang disukai dan tidak disukai
-     Pantau asupan dan haluaran (I&O) dan berat badan secara periodic
-     Investigasi anoreksia, mual, dan muntah. Catat kemungkinan korelasi dengan medikasi. Pantau frekuensi, volume, dan konsistensi feses
-     Dorong dan beri periode istirahat yang sering
-     Beri perawatan oral sebelum dan setelah terapi pernapasan
-     Dorong makan dalam porsi sedikit namun sering dengan makananTKTP
-     Dorong orang dekat untuk membawa makanan dari rumah dan berbagi makanan dengan klien kecuali dikontraindikasikan.

Kolaboratif
-     Rujuk ke ahli gizi/nutrisi untuk penyesuaian dalam komposisi diet
-     Konsultasi dengan terapi pernapasan untuk menjdawalkan terapi 1 – 2 jam sebelum atau setelah makan.
-     Pantau studi laboratorium seperti: BUN, protein serum, albumin

Referensi

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier

Dosen Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier

NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med

Werdhani, R. A. (2011). Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga, FKUI. Diunduh: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti /material/ patodiagklas.pdf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar