Selasa, 13 Maret 2012

ASKEP KATARAK


2.1. Definisi Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif. (Mansjoer,2000;62)
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
2.2. Etiologi
1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
2. Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
4. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
5. Defek kongenital
Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan ( diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
 Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )
 Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).
Factor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah :
 Penyakit metabolik yang diturunkan
 Riwayat katarak dalam keluarga
 Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Penyebab katarak lainnya meliputi :

  • Faktor keturunan.
  • Cacat bawaan sejak lahir.
  • Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
  • Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
  • gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
  • gangguan pertumbuhan,
  • Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
  • Rokok dan Alkohol
  • Operasi mata sebelumnya.
  • Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah:
 Kadar kalsium yang rendah
 Diabetes mellitus
 Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
 Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
 Faktor lingkungan ( trauma, penyinaran, sinar ultraviolet )
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1) Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2) Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3) Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4) Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
a) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.penderita pada stadium ini seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
b) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
c) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa gejala yang dialami oleh penderita katarak, seperti :
1) Penglihatan berkabut atau justru terlalu silau saat melihat cahaya.
2) Warna terlihat pudar.
3) Sulit melihat saat malam hari.
4) Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak bertambah luas.
d) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.

2.4 Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :

  • Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
  • Peka terhadap sinar atau cahaya.
  • Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
  • Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
  • Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gangguan penglihatan bisa berupa :
 Kesulitan melihat pada malam hari
 Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
 Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
 Sering berganti kaca mata
 Penglihatan sering pada salah satu mata.
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
2.5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
1) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2) Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8) EKG, kolesterol serum, lipid
9) Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10) Keratometri.
11) Pemeriksaan lampu slit.
12) A-scan ultrasound (echography).
13) Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
14) USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1 Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.
2.7.2 Penatalaksanaan medis
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1) Pengangkatan lensa
Ada dua macam teknik pembedahan ynag bias digunakan untuk mengangkat lensa:
 Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya.
 Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa beserta kapsulnya. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.

2) Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.
Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Adapaun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan diperbolehkan :
 Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
 Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
 Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
 Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut
2. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada siang hari
3. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan tidak boleh telengkup
4. Aktivitas dengan duduk
5. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
6. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
7. Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
 Tidur pada sisi yang sakit
 Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup
 Mengejan saat defekasi
 Memakai sabun mendekati mata
 Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
 Berhubungan seks
 Mengendarai kendaraan
 Batuk, bersin, dan muntah
 Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai.
2.8. Komplikasi
Penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5 à ambliopia sensori.
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
2.9. Prognosis
Penderita penyakit katarak memiliki prognosis untuk menjadi lebih baik setelah dilakukan pembedahan dan disiplin dalam mematuhi penatalaksanaan.
2.10. Web of caution

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1) Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
4) Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
5) Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gamgguam penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan / kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaikipenglihatan, fotophobia ( glukoma akut ).
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil ( katarak ), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan ( glukoma berat dan peningkatan air mata ).
6) Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7) Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.

3.2. Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
1). DS : – Mata silau,penglihatan seperti terhalang asap yang makin lama makin tebal.
- Mata kabur, kesulitan membaca, pandangan ganda
- Kesulitan melihat ( focus ) pada jarak jauh atau dekat.
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih.
- Pengembunan pada pupil, retina tidak nampak.
Ketuaan

H2O dlm lensa

O2

K, protein, ascorbic acid

Na dan Ca

Nukleus pada lensa menjadi coklat kekuningan

Lensa menjadi opak
Cahaya dipendarkan, tidak pada retina

Pandangan kabur / redup, menyilaukan susah melihat pada malam hari.

  • Gangguan persepsa sensori-perseptual penglihatan.

2). DS : – Riwayat trauma pada mata karena benda tajam / tumpul
- Mata kabur, pandangan ganda, mata silau.
DO : – Pupil dilatasi
- Pupil berwarna putih Trauma

Trauma benda tumpul / tajam menembus kapsul anterior

  • Resiko terhadap cedera

3). DS : – Riwayat operasi mata.
- Mata sensitive terhadap cahaya, gatal, air mata atau krusta yang berlebih, mata basah.
DO : – Kehilangan vitreus, bercak di belakang mata. Operasi mata sebelumnya

Reaksi radang

Terbentuk jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal

  • Defisit perawatan diri

4). DS : – Riwayat penyakit DM
- Mata silau, ketajaman penglihatan berkurang, penglihatan kabur / tidak jelas
DO : – Pupil berwarna putih, retina sulit di lihat Penyakit sitemik : DM

Gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi

gangguan kejernihan lensa

  • Kurang pengetahuan tentang kondisi

5). DS : -
DO: – Bercak putih di depan pupil
( leukokoria )
- Katarak terlihat segera setelah bayi lahir – 1 thn Defek kongenital

Infeksi virus prenatal

Gg metabolisme
serat lensa

Gg perkembangan embrio intraurine

Kekeruhan lensa pada neonatus

Rencana piñatalaksanaan pembedahan

  • Ansietas pre operasi-keluarga

6). DS : – Riwayat penggunaan obat- obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ; rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih, retina tidak Nampak. Rokok, alkohol, dan obat-obatan

Perubahan kimia dalam protein lensa

Koagulasi

Pembedahan lensa

  • Nyeri

7). DS : – Riwayat penggunaan obat- obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ; rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih, retina tidak Nampak Rokok, alkohol, dan obat-obatan

Perubahan kimia dalam protein lensa

Koagulasi

Pembedahan lensa

Lukas insisi pembedahan

  • Resiko infeksi

3.3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4) Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan
5) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh
3) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
4) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler
3.4. Intervensi dan rasional
1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.

  • Tujuan :

Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

  • Kriteria Hasil :

- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

INTERVENSI RASIONAL
ii. Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat.
Observasi tanda-tanda disorientasi.
iii. Orientasikan klien tehadap lingkungan.

iv. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
v. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
vi. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
vii. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi. viii. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

ix. Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
x. Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.
xi. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.

xii. Membantu penglihatan pasien.

xiii. Memudahkan pasien untuk berkomunikasi

2) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus,pandangan kabur, perdarahan intraokuler.

  • Tujuan:

Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

  • Kriteria hasil :

 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.

INTERVENSI RASIONAL
 Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
 Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
 Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
 Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
 Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi. xiv. Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien

xv. Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.

xvi. Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata.

xvii. Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.

xviii. Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi

3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.

  • Tujuan :

Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.

  • Kriteria Hasil :

Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.

INTERVENSI RASIONAL
xix. Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
xx. Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.

xxi. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
xxii. Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
xxiii. Anjurkan klien tidur terlentang. xxiv. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

xxv. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.

xxvi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
xxvii. Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.

4) Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.

  • Tujuan/kriteria evaluasi:

 Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
 Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
 Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan.

INTERVENSI RASIONAL
 Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.

 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
 Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
 Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
 Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan.
 Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.  Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tentang prosedur penatalaksanaan diterima oleh individu.
 Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
 Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
 Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
 Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .

 Mengurangi perasaan takut dan cemas.

5) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi

  • Tujuan : pengurangan nyeri.

INTERVENSI RASIONAL
 Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep.

 Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul.
 Kurangi tingkat pencahayaan.

 Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat.  Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan TIO dan meningkatkan rasa.
 Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.

 Tingkat pencahayaan yang lebih rendah nyakan setelah pembedahan.
 Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator

6) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

  • Tujuan : mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri

INTERVENSI RASIONAL
 Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
 Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.
 Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.

 Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan. xxviii. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

xxix. Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.

xxx. Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
xxxi. Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.

7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.

  • Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.

INTERVENSI RASIONAL
xxxii. Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar
xxxiii. Jaga area kesterilan luka operasi

xxxiv. Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
xxxv. Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis  1Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infektious.
 Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.
 mencegah kontaminasi pathogen

 mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

DAFTAR PUSTAKA

Luckman and sorensen’s, 1993, Medical Surgical Nursing –.ed.4.- Philadelphia, Pennsylvania : The Curtis Center

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/katarak/. Diakses pada tanggal 15 September 2009. Pukul 13.12 WIB

http://hayato31.blogspot.com/2009/04/askep-katarak.html. Diakses pada tanggal 15 September 2009. Pukul 13.15 WIB

http://medicastore.com Diakses pada tanggal 15 September 2009. Pukul 13.19 WIB

http://ns-nining.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-klien-dengan-katarak.htm. Diposkan oleh Nining pada pukul 03:07. Diakses pada tanggal 15 September 2009. Pukul 13.07 WIB.

http://nusaindah.tripod.com/keskatarak.htm. Diakses pada tanggal 28 September 2009. Pukul 06.40WIB

http://optic.kasoem.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1:katarak&catid=9:artikel&Itemid=4. Diakses pada tanggal 28 September 2009. Pukul 06.40 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar