Selasa, 13 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan ekstra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan
Asfiksia neonatus akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluran CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah satu penyebab pentiong morbilitas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini.
Aspirasi melonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit, yang sering terjadi pasca asfiksia. Pada penderita asfiksia dapat pula ditemukan penyakit lain yaitu gangguan fungsi jantung, renjatan neonatus, gangguan fungsi ginjal, atau kelainan gastrointestinal. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah benyak berperan dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan neonatus.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan 28 hari,dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui rencana proses keperawatan pada anak dengan asfiksia neonatorum
2. Tujuan Khusus
a. Agar Mahasiswa dapat mengetahui defenisi asfiksia neonatorum
b. Agar Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
c. Agar Mahasiswa dapat mengetahui etiologi asfiksia neonatorum
d. Agar Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi asfiksia neonatorum
e. Agar Mahasiswa dapat mengetahui pathway hiperemesis gravidarum
f. Agar Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis asfiksia neonatorum
g. Agar Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari asfiksia neonatorum
h. Agar Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis asfiksia neonatorum
i. Agar Mahasiswa dapat mengkaji pada pasien asfiksia neonatorum
j. Agar Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa pada pasien asfiksia neonatorum
k. Agar Mahasiswa menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien asfiksia neonatorum

C. Sumber data
Adapun sumber data yang digunakan adalah :
1. Metode dokumentasi yaitu mencari data dengan mengumpulkan data informasi
2. Metode literatur dimana penulis mengumpulkan bahan bacaan yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi, isi terdiri dari tiga bab yang tersusun sebagai berikut :
1. BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, tujuan umum dan tujuan khusus, sumber data dan sistematika penulisan.
2. BAB II : ISI MAKALAH ( TINJAUAN TEORITIS )
Terdiri dari definisi sindrom nefrotik, anatomi fisiologi sistem perkemihan (urinary system), etiologi, patofisiologi, pathway/ WOC, manifestasi klinik, komplikasi serta penatalaksanaan medik
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Terdiri dari Pengkajian : riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik, dignosa, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.
3. BAB V : PENUTUP
Mencakup kesimpulan dan saran
4. DAFTAR PUSTAKA




BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM
A. Tinjauan Teoritis
1. Definisi
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

2. Anatomi Fisiologis Sistem Pernapasan
Pernafasan (respirasi) merupakan pristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen ) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya : Mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara. ( Syaifuddin. 2006 )







Sistem respirasi terdiri dari:
1 Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan
2 Saluran nafas bagian bawah
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli
Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Hidung terdiri dari hidung luar dan cavum nasi di belakang hidung luar. Hidung luar terdiri dari tulang rawan dan os nasal di bagian atas, tertutup pada bagian luar dengan kulit dan bagian dalam dengan membran mukosa. Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisahkan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Bagian luar terdiri dari kulit, lapisan tegah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernafasan oleh leucosit yang terdapat dalam selaput lendir ( mukosa) atau hidung.

b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan vertebra cervicalis. Keatas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang (Koana) kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terdiri atas 3 bagian, yaitu :

· Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
· Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah)
· Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
· Bagian anterior menuju laring,
· bagian posterior menuju esophagus
Saluran Nafas Bagian Bawah

a. Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan esophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.
b. Trakhea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vetebra tirakalis lima dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini selalu basa oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan.
c. Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vetebra thorakalis lima yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah : bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan brochus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.

d. Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus suda memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih diluar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi Bronchiolus terminalis yang struktunya sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru.
e. Paru – paru ( pulmo )
Paru-paru ( pulmo ) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, Pembuluh darah besar trachea bronchus dan esophagus. Disebelah depan, dibelakang dan lateral Paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah ( segitiga ) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara ( alviolus ), alviolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler –kapiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alviolus ini ± 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.( Sylvia A,1995 ).
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam diding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak di leher adalah peleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra renalis ( fasia gison ) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapiasan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapu tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan mengelurkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan. Pernafasan menyangkut dua proses :
1. Pernafasan luar ( eksternal ) adalah : Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan pembungan CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam ( eksternal ) ialah : Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru ( ekternal ), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alvioli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alvioli memisahkan oksigen dari darah, Oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawah ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas.( Sylvia A,1995 ).

3. Etiologi
Asfiksia terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan paa bayi terdiri dari :
a. Faktor Ibu
Hipoksia ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam.
b. Faktor Janin
1) Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat. Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesia / analgetika yang diberikan kepada ibu.
3) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya : perdarahan intracranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
4) Kelainan kongenital, misalnya : hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru, dan lain-lain.
c. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
d. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Klasifikasi
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
a. Asphyksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asphyksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

Tanda
0
1
2
Jumlah Nilai
Frekwensi jantung
Tidak ada
Kurang dari 100 X/menit
Lebih dari 100 X/menit

Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat

Tonus otot
Lumpuh
Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif

Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis

Warna
Biru / pucat
Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Tubuh dan ekstremitas kemerahan











nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)

5. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/ pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/ tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.





5. Pathway

6. Manisfestasi Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru-biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
7. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak
8. Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
a. Memastika saluran nafas terbuka :
1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar
2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
3) Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
b. Memulai pernapasan :
1) Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3) Mempertahankan sirkulasi darah
4) Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan khusus :
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 liter/menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga
1) Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
2) Pengukur hasil nilai apgar score bila nilainya 0-3 asfiksia berat,bila nilainya 4-6 asfiksia ringan
a. Pemeriksaan fisik
1) Sirkulasi
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2) Eliminasi
a) Dapat berkemih saat lahir.
b) Berat badan : 2500-4000 gram
c) Panjang badan : 44-45 cm
d) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
3) Neurosensori
a) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
4) Pernafasan
a) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
5) Keamanan
a) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
b) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
2) Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
3) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
4) Fungsi Lumbal
Untuk menunjukan adanya cairan spinal yang bercampur darah atau xantokrom disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa.
5) USG
Untuk memantau berbagai perubahan yang terjadi akibat perdarahan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
f. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.







3. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan / kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

Tujuan :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.


1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
Membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan
Mengidentifikasi perubahan bersihan jalan napas
Membantu untuk dalam proses pemulihan
Membantu dalam mempercepat kebersihan jalan napas

Mengurangi sesak dan membantu dalam pernapasan secara normal
2
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

Tujuan :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Untuk memudahlan dalam bernapas

Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada kondisi pasien

Mengetahui adanya mukus dalam paru –paru

Mengetahui analisa gas darah


Jika terjadi keadaan darurat

Agar tidak terjadi keracunan oksigen
3
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.

Tujuan :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal

1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3. Pantau hasil Analisa Gas Darah
Upaya untuk memperbaiki jalan napas

Menunjukkan kadar oksigen dalam darah
Mengidentifikasi kenormalan oksigen dalam darah
4
Risiko cedera b.d anomali
kongenital tidak terdeteksi atau
tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.

Tujuan :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
Upaya untuk menghindari dari kuman dari luar
Agar tidak terjadi infeksi
Upaya agar tidak terjadi cedera




Memandirikan pasien dan keluarga dalam hal merawat bayi


Memberikan pertahanan yang lengkap pada bayi sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan
5
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
1. Hindarkan pasien dari kedinginan
2. Tempatkan pada lingkungan yang hangat.
3. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
4. Monitor temperatur dan warna kulit.

5. Monitor TTV.
6. Monitor adanya bradikardi.
7. Monitor status pernafasan.
Agar tidak terjadi demam, dan mengontrol panas dalam tubuh
Membantu dalam menetralkan panas dalam tubuh
Perhatikan tanda –tanda terjadinya tambahan kelainan



Menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam panas tubuh
Mengetahui adanya suatu masalah
Menunjukkan lemahnya nad
Melihat keefektifan jalan napas
6
Proses keluarga terhenti b.d
pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga
Tujuan :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.

1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran
dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal
dalam segala situasi.
Memilih dalam merawat
Menunjukkan penerimaan dan penolakan

Menambah motivasi dalam hal berkeluarga

Memandirikan dalam merencanakan kehidupan dalam keluarga


4. Implemetasi Keperaawatan
a. Gangguan pemenuhan oksigen b/d immaturitas organ pernafasan
1) menghiisap pada daerah hidungdan orofaring dengan hati-hatisesuai kebutuhan (5-10 detik)
2) meningkatkan istirahat,minimalkan rangsangan dan pengeluaran energi
3) memberikan terapi oksigen 2-3 liter/menit
b. Resiko tinggi terhadap hipotermi b/d sistem thermoregulasi yang belum matur
1) mengobservasi suhu tubuh bayi
2) menempatkan bayi pad penghangat (incubator)
3) mempertahankan kelembapan relative 50-80%
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d reflek hisap lemah
1) mengkaji maturitas reflek berlebihan dengan pemberian makan,misalnya menghisap,menelan dan batuk
2) melakukan auskultasi terhadap adanya bising usus,kaji status fisik dan status pernapasan
d. Antisipasi berduka b/d kelahiran bayi berisiko tinggi yang di perkirakan, prognosis kematian atau kematian bayi :
1) memberi kesempatan pada keluarga untuk menggendong bayi mereka sebelum kematian dan,bila mungkin,ada ditempat pada saat kematian terjadi
2) mengatur atau melakukan ritual agama untuk bayi
3) membiarkan tubuh bayi tetap ditempatnya untuk beberapa jam
4) membiarkan foto yang diambil sebelum dan setelah kematian bayi pada keluarga
5) menginformasikan keluarga tentang semua pilihan yang tersedia

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa tindakan keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai atau tidak. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap proses keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien, agar :
a. Kebutuhan oksigen terpenuhi
b. Hipotermi teratasi dan bebas dari tanda-tanda stress dingin
c. Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir terpenuhi
d. Keluarga berduka atas kematian bayi dengan tepat.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

B. Saran
Adapun saran yang dapat tim penyusun sampaikan untuk mahasiswa Prodi S1 Keperawatan agar dapat memahami masalah pada anak dengan asfiksia neonatorum, agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien









DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,LJ.1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Jakarta : EGC.
http://linrin.blogspot.com/2009/05/askep-asfiksia-neonatorum.html
http://healthreference-ilham.blogspot.com/2008/07/kondas-asfiksia-neonatus.html
http://kusuma.blog.friendster.com/2008/10/askep-asfiksia/
http://perawatmalut.tblog.com/post/1969846033
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/asfiksia-neonatorum.html
http://www.thesisfull.com/asfiksia-neonatorum-2/
Jumiarni, dkk. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar