Selasa, 13 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN TETANUS

A. KONSEP DASAR

I. Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

II. Etiologi

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

III. patofisiologi

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :

a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.

b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.

c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin

Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

IV. Faktor predisposisi

a. Umur tua atau anak-anak

b. Luka yang dalam dan kotor

c. Belum terimunisasi

V. Tanda dan gejala

a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari

b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)

c. Kesukaran membuka mulut (trismus)

d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang

e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

VII.Gambaran umum yang khas pada tetanus

a. Badan kaku dengan epistotonus

b. Tungkai dalam ekstensi

c. Lengan kaku dan tangan mengepal

d. Biasanya keasadaran tetap baik

e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :

1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan

2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

VIII. Prognosa

Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.

IX. Pemeriksaan diagnostik

a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.

b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit

c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

x. Penatalaksanaan

a. Umum

Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :

1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)

2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.

3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.

4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.

5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.

6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.

7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.

8. Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral

9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.

10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.

11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.

b. Pembedahan

1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.

2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Kepustakaan

Soeparman; 1990; Ilmu Penyakit Dalam; Universitas Indonesia Press; Jakarta

Deanna etc.: 1991; Infectious Diseases; St. Louis Mosby Year Book.

Theodore R.; 1993; Ilmu Bedah; EGC; Jakarta

Marlyn Doengoes; 1993; Nursing Care Plan; Edisi III, Philadelpia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar