Senin, 25 Februari 2013

LAPORAN PENDAHULUAN CVA BLEEDING (STROKE HEMORAGIK)


Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke meru pakan kelainan fungsi otek yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180 per 100.000 per tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %). Pada kenyataannya banyak pasien yang datang ke RS dalam keadaan kesadaran yang menurun (coma). Keadaan seperti ini memerlukan penanganan dan perawatan yang bersifat : umum, khusus, rehabilitasi serta rencana pemulangan kliean. Perawatan umum klien terdiri dari perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur. Tahap rehabilitasi bertujuan mengembangkan fungsi tubuh secara utuh serta mencapai derajat kwalitas seperti sebelum sakit. Mengetahui keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut, atau sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai promotif, preventif, kuratif sampai dengan rehabilitasi. CVA BLEEDING (STROKE HEMORAGIK) DEFINISI Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu (Djunaedi W, 1992). Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya perawatan kritis CVA hemoragik memulai awitan yang mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat cerebrovaskuler desease. ANATOMI DAN FISIOLOGIS OTAK Otak adalah organ tubuh yang kecil, akan tetapi memegang peranan penting, sehingga alat tubuh ini perlu dilindungi dengan kokoh dan disimpan dalam tempurung kepala yang keras. Didalam otak terdapat berjuta-juta sel otak yang terdiri dari neuron dan glia. Tranmisi informasi dalam sel-sel neuron berbentuk impuls listrik. Sel-sel neuron berhubungan melalui celah tipis yang disebut sinap. Jika impuls berlanhsung dalam suatu neuron, sel neuron tersebut akan melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinap. Neurotransmiter ini dapat merangsang atau menghambat impuls dalam sel-sel neuron yang dihubungi. Lapisan luar otak (korteks) mempunyai peran yg sangat canggih, mulai dari mengontrol gerakan, pemrosesan indra, berpikir, berbahasa, merencanakan, mengingat, emosi dan fungsi kognitif lainnya. Terdapat dua belahan (hemisfer) otak kiri dan kanan. Masing – masing hemisfer terdiri dari lobus frontalis, paretalis, temporalis, oksipitalis dan bagian-bagian otak lainnya. Kedua belahan otak tersebut dihubungkan oleh korpus kolosum, yaitu sekumpulan serabut-serabut saraf yang menyampaikan informasi timbal balik antara kedua hemisfer otak. Sel-sel motorik dilobus frontalis mengontrol gerakan-gerakan volunter dari otot-otot tubuh secara menyilang. Jika lobus frontalis kanan mengalami kerusakan, maka dapat terjadi kelumpuhan (hemiplegi) pada sisi kiri, dan sebaliknya. Di lobus frontalis terdapat pula pusat bahasa ekspresif dan fungsi intelektual. Gangguan pada pusat ini mengakibatkan seseorang kesulitan mengespresikan maksud atau keinginannya dengan menggunakan bahasa (afasia motorik), serta mengalami gangguan fungsi intelektual. Sel-sel somatosensorik dilobus parietalis menerima dan memproses sinyal-sinyal sensorik (perasa) dari sisi tubuh kontralateral. Gangguan fungsi otak lobus parietalis kanan dapat mengakibatkan seseorang merasa kesemutan (parestesia), rasa tebal (hiperstesia), hilang rasa atau gangguan-gangguan sensorik lainnya pada sisi tubuh sebelah kiri. Begitu pula sebaliknnya. Sel-sel neuron kortek auditorik dilobus temporalis menerima dan memproses sinyal-sinyal pendengaran dari telinga. Sedangkan daerah proyeksi olfaktorik berhubungan dengan fungsi penghidu. Selain itu di lobus temporalis terdapat pula pusat bahasa perseptif. Gangguan pada pusat bahasa ini dapat mengakibatkan seseorang tidak bisa memahami pembicaraan orang lain ( afasia sensoris ). Sel-sel korteks visual di lobus oksipitalis menerima dan memproses sinyal-sinyal peglihatan dari retina mata. Lesi di lobus oksipitalis mengakibatkan seseorang kehilangan separo lapang pandangan. Otak mendapat darah dari 2 (dua) pembuluh darah besar: karotis ( sirkulasi anterior) dan vertebra ( sirkulasi posterior ). Otak akan berfungsi dengan baik bila peredaran darahke otak berlangsung baik, sehingga O2 dan glokosa sebagai sumber energi otak tetap terjamin. Dua ( 2 ) pembuluh darah besar pada otak tersebut membentuk anastomose pada dasar otak yaitu sirkulasi willisi ( area dimana percabangan arteri basiler dan koratis internal bersatu ). Hampir 20% dari volume darah dalam tubuh berada di otak dan otak menggunakan seperlima dari O2 yang dihirup melaui paru-paru. PATOFISIOLOGI Ada dua bentuk CVA bleeding: 1. Perdarahan intra cerebral Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. 2. Perdarahan sub arachnoid Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE HEMORAGIK PENGKAJIAN 1. Identitas klien Nama : Tn. Hr. Usia : 74 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Lasem 86 Surabaya Status perkawinan : Kawin Agama : Kristen Pendidikan : SMA Pekerjaan : Purnawirawan Suku/bangsa : bugis/Indonesia Dx Medis : CVA Bleeding Tgl MRS : 27-5-2001 Tgl Pengkajian : 11-6-2001 Keluhan utama : Klien mengeluh pusing 2. Riwayat Keperawatan 2.1 Riwayat penyakit sebelumnya Klien pernah MRS di RS Bubutan dengan hipertensi (pada usia 50 tahun). Pada tahun 1995 klien MRS dengn stroke sembuh hanya kaki kiri berjalan agak diseret. 2.2 Riwayat penyakit sekarang Sejak hari jum’at tagl 25/5-2001 klien panas mendadak, kemudian muntah lebih kurang 2-3 kali, warna putih berupa riak, pasien mengeluh pusing, dan kemudian sering mengigau. Klien dibawa ke RSUD Dr soetomo dan MRS. 2.3 Riwayat kesehatan keluarga Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita kencing manis, menurut keluarga klien anak klien yang ke 4 menderita hipertensi. Genogram tidak terkaji karena klien menderita afasia. 3. Observasi dan pemeriksaan fisik 3.1. Keadaan umum klien : klien tampak lemah, cenderung untuk tidur. 3.2. Tanda-tanda vital : - suhu : 37 C per axilla - Nadi : 88 x/mnt teratur, kuat - Tensi : 150/100x/mnt dilengan kiri, posisi tidur - RR : 20 x/mnt teratur 3.3. Body of sistem a. Pernafasan (B1 : Breathing ) Hidung : kebersihan cukup, tampak terpasang sonde, tidak ada polip Dada : bentuk simetris kanan kiri, tidak ada retraksi otot bantu pernafasan, terdapat ronchi di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan teratur, nafas dangkal. b. Cardiovascular (B2 : Bleeding ) Terdapat ictus cordis di antara ICS IV-V (secara inspeksi), suara jantung normal, Capilarry refill < 3 detik, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada oedem. c. Persyarafan (B3 : Brain ) Kesadaran compos mentis, GCS : 4,5,6 kuantitatif. Kepala : bentuk oval, wajah tampak miring ke sisi kanan, Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, gerakan bola mata mampu mengikuti perintah, visus tidak terkaji karena klien biasa menggunakan alat bantu kaca mata. Pendengaran : fungsi agak menurun. Mulut : terdapat kesulitan menelan, mulut kebersihan kurang, terdapat penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia. Leher : tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak pembesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk. Persepsi sensoris ( pengecapan tidak terkaji karena klien terpasang sonde, perabaan dingin panas tidak ada kelainan pada ekstremitas kanan ). d. Perkemihan – Eliminasi urine ( B4 : bladder ) Klien terpasang kondom kateter, kebersihan cukup, produksi urin 1950 ml/hari, warna kuning jernih, tidak ada distensi pada vesika urinaria. e. Pencernaan – eliminasi alvi ( B5 : Bowel ) Terdapat gangguan menelan, saat ini klien terpasang sonde, sudah pernah dicoba makan peroral tapi klien belum bisa menelan, Sebelum MRS konsumsi makan hanya setengah porsi, makan 3x/hari, jenis nasi, sayur, lauk, kebiasaan makan pagi, siang, malam. Abdomen : tidak terdapat acites, turgor menurun, peristaltik usus normal, bising usus positif, tidak ada scibala. Rectum : Rectal to see negatif. BAB : Kebiasaan di rumah klien BAB 2 hari sekali, saat ini sudah 3 hari klien belum BAB. f. Tulang – otot – integumen ( B6 : bone ) Kemampuan pergerakan sendi : klien mengeluh kesakitan pada kaki kiri saat dilatih gerak pasif. Kaki kiri droop foot, terdapat kelemahan otot pada ektremitas atas dan bawah sebelah kiri.kekuatan otot.. Kulit : Warna kulit coklat sawo matang, terdapat luka dekubitus pada punggung sebelah kiri, keadaan bersih, lebar + 3cm, agak kering. Turgor menurun, akral kulit hangat. g. Sistem endokrin Klien tidak mempunyai gangguan endokrin. h. Sistem hematopoitik Klien tidak mempunyai riwayat kelainan sistem hematopoitik. i. Reproduksi Klien laki-laki, mempunyai anak 6 laki-lai 4 dan perempuan 2. j. Psikososial Pola persepsi dan konsep diri : sulit dikaji karena klien afasia dan kadang-kadang saat dikaji klien bicara tidak terarah (ngelantur). Sosial/interaksi : Saat interaksi klien nampak kooperatif, dukungan keluarga sangat besar, setiap hari klien ditunggui oleh istrinya dan kadang-kadang bergantian dengan anak dan adik angkatnya. k. Spiritual Menurut keluarga klien klien beragama kristen taat beribadah dan menganggap bahwa penyakit yang diderita klien merupakan cobaan yang harus dihadapi. l. Pemeriksaan penunjang : Rongten : tgl 7-6-2001 - Pulmo : tampak infiltrat interstisiil pada kedua lapangan paru, dengan penebalan peri hiller. - Kesimpulan : Cardiomegalli dengan oedem pulmonum. CTR 62 %. CT scan : Tampak area hiperdens dipara ventrikel lateral kiri. Kesimpulan : ICH paraventrikel lateral kiri IVH dan brain atropi sedang Laborat :tgl 7-6-2001 - leukosit : 25/ ml (+) - protein : 75 mg/dl (+) - DL, Hb : 13,7 gr/dl ( N : 13,4 – 17, 7 gr/dl) - LED : 110 mm/l (N : < 15 ) - Leukosit : 6700 x 10 /dl (N : 4,7 – 10,3) - Trombosit : 176 x 10 /l (N : 150 – 350). m. Terapi Tanggal 11-5-2001 IVFD RL 500 cc/24 jam Cimetidin 1ampul Cefotaxim 2 x 500 mg Lasix 1 amp/hari B1, B6, B12 2xa amp Captopril 3x25 mg ISDN 2x 5 mg HCT ¼ - 0 – 0 Bisolvon 3 x 1 amp - sonde : 6 x 250 cc - fisioterapi ANALISA DATA 1. DS : Klien mengeluh pusing DO : T : 150/100 mm Hg, N : 100 x/mnt. CT scan : ICH periventrikel lateral, IVH dan brain atropi sedang Kemungkinan penyebab : Bertambahnya volume intra kranial akibat dari perdarahan otak Masalah : Tekanan intra kranial 2. DS : Keluarga klien mengungkapkan klien pernah dicoba makan peroral tapi belum bisa. DO : Klien makan menggunakan sonde, Diit cair 6 x 250cc/hari, turgor menurun GCS : 4,5,6, reflek menelan terganggu, BB : 63 Kg, TB : 174 cm, tampak lemah. Kemungkinan penyebab : Kelemahan otot menelan Masalah : Nutrisi 3. DS : Klien berteriak kesakitan saat kaki kiri digerakkan secara pasif DO : Terdapat kelumpuhan pada ektremitas sebelah kiri, tampak lemah ADL dibantu kekuatan otot….. , drop foot Kemungkinan penyebab : Paralisis Masalah : Mobilisasi. 4. DS : Klien mengeluh nyeri kepala DO : Terdapat penurunan rangsang raba,rasa, kecap Bicara ngelantur Tampak marah jika kelelahan Kemungkinan penyebab : Transmisi sekunder terhadap trauma neurologis Masalah : Perubahan persepsi sensoris. 5. DS : - DO : GCS 4,5,6 RR : 20 x/mnt Ronchi : terdapat diseluruh lapangan paru Terdapat produk mukus yang berlebihan pada mulut Terjadi penurunan reflek menelan dan batuk Mulut tampak kotor Ro” : tampak infiltrat interstisiil pada lapangan paru Kemungkinan penyebab : Menurunnya reflek batuk Masalah : Bersihan jalan nafas DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko peningkatan TIK mendadak b.d meningkatnya volume intrakranial 2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot menelan 3. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk 4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak 5. Perubahan persepsi sensorik b.d gangguan transmisi sekunder terhadap trauma neurologis 6. Resiko perubahan eliminasi (konstipasi) b.d menurunnya tonus otot mengejan dan tirah baring. RENCANA TINDAKAN 1. Resiko peningkatan TIK mendadak b.d bertambahnya volume intracranial Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jam Kriteria : - Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat pupil edema. INTERVENSI : 1. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat TIK meningkat. R/ Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan. 2. Pertahankan posisi 30 dan kurangi manipulasi yang berlebihan R/ Dengan posisi 30 mempengaruhi sirkulasi darah otak sehingga dapat menghindari peningkatan TIK 3. Anjurkan klien untuk bedrest total R/Stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan TIK 4. Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver R/ mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK 5. Observasi status neurologi R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokaso dan perkembangan penyakit 6. Obsevasi tanda vital tiap 4 jam R/ adanya peningkatan tensi, bradicardi dysritmia, dyspneu merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK 7. Kolaborasi : - pemberian O2 sesuai indikasi R/ hipoksia menyebabkan vasodelatasi cerebral dan meningkatkan terbentuknya edema serebri. 2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot menelan Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 7x24 jam Kriteria : Turgor baik, intake dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1kg. INTERVENSI : 1. Observasi texture, turgor kulit R/ mengetahui status nutrisi klien 2. lakukan oral hygiene R/ kebersihan mulut merangsang nafsu makan 3. observasi intake out put R/ mengetahui keseimbangan nutrisi klien 4. observasi posisi dan keberhasilan sonde R/ untuk menghundari resiko infeksi / iritasi 5. Kolaborasi: - pemberian diet / sonde sesuai jadual R/ membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi penurunan reflek menelan. 3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat membaik selama dalam perawatan Kriteria : Klien mampu menggerakkan extremitas kiri secara minimal, tidak terjadi kontraktur sendi, klien mampu mempertahankan posisi seoptimal mungkin INTERVENSI: 1. koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4 R/ memantau tingkat ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi sensorik – motorik 2. pertahan posisi klien dalam letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring R/ mencegah terjadinya kontraktur 3. jelaskan pada klien tentang mobilisasi pasif 4. lakukan mobilisasi pasif pada kedua extremitas R/ mengurangi atropi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur 5. ubah posisi dengan mengangkat sisi yang tidak berfungsi R/ merangsang perfusi pada sisi yang lumpuh 6. lakukan masage, kompres hangat, perawatan kulit. R/ merangsang vasodilatasi untuk memperlancar peredaran darah 7. kolaborasi - pertahankan terpai B1 R/ merangsang pertumbuhan otot dan sel - dengan fisioterapi R/ untuk menentukan program yang ideal menuju pemulihan 4. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk Tujuan : tidak terjadi gangguan pada bersihan jalan napasklien dalam waktu 7 x 24 jam Kriteria: RR teratur, tidak ada stridor, ronchi, whezing, RR: 16 – 20 x / mnt, reflek batuk klien ada. INTERVENSI: 1. observasi kecepatan, kedalaman dan suara napas klien R/ kecepatan pernapasan menunjukkan adanya upaya tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 2. lakukan suction dengan ekstra hati-hati bila terdengar stridor R/reflek batuk yang menurun menyebabkan hambatan pengeluaran sekret 3. pertahankan posisi ½ duduk , tidak menekan ke salah satu sisi R/ ventilasi lebih mudah bila posisi kepala dalam posisi netral, penekanan ke satu titik menyebabkan peningkatan TIK. 4. lakukan chest fisioterapi R/ claping dan vibrating merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan sekret 5. jelaskan pada keluarga tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali DAFTAR PUSTAKA Ali, Wendra (1999). Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta. Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta. Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta. Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta. Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia. Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach. 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia. Islam, Mohammad Saiful. (1998). Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya. Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta. Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta. Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta. Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta. Rochani, Siti. (2000). Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia. Surabaya. Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan. Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar