Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan
penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Stroke meru pakan kelainan fungsi otek yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya
ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan
fungsi otak.
Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180 per
100.000 per tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000
(0,5 %).
Pada kenyataannya banyak pasien yang datang ke RS dalam keadaan
kesadaran yang menurun (coma). Keadaan seperti ini memerlukan
penanganan dan perawatan yang bersifat : umum, khusus, rehabilitasi
serta rencana pemulangan kliean.
Perawatan umum klien terdiri dari perawatan 6 B dan perawatan
fungsi luhur. Tahap rehabilitasi bertujuan mengembangkan fungsi tubuh
secara utuh serta mencapai derajat kwalitas seperti sebelum sakit.
Mengetahui keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama
dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut, atau
sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan
secara menyeluruh, mulai promotif, preventif, kuratif sampai dengan
rehabilitasi.
CVA BLEEDING
(STROKE HEMORAGIK)
DEFINISI
Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan
peredaran darah otak, dimana secara mendadak (beberapa detik) atau
secara cepat (beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal diotak yang terganggu (Djunaedi W, 1992).
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya perawatan kritis CVA hemoragik
memulai awitan yang mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat
cerebrovaskuler desease.
ANATOMI DAN FISIOLOGIS OTAK
Otak adalah organ tubuh yang kecil, akan tetapi memegang peranan
penting, sehingga alat tubuh ini perlu dilindungi dengan kokoh dan
disimpan dalam tempurung kepala yang keras.
Didalam otak terdapat berjuta-juta sel otak yang terdiri dari neuron dan
glia. Tranmisi informasi dalam sel-sel neuron berbentuk impuls
listrik. Sel-sel neuron berhubungan melalui celah tipis yang disebut
sinap. Jika impuls berlanhsung dalam suatu neuron, sel neuron tersebut
akan melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinap. Neurotransmiter
ini dapat merangsang atau menghambat impuls dalam sel-sel neuron yang
dihubungi.
Lapisan luar otak (korteks) mempunyai peran yg sangat canggih,
mulai dari mengontrol gerakan, pemrosesan indra, berpikir, berbahasa,
merencanakan, mengingat, emosi dan fungsi kognitif lainnya. Terdapat dua
belahan (hemisfer) otak kiri dan kanan. Masing – masing hemisfer
terdiri dari lobus frontalis, paretalis, temporalis, oksipitalis dan
bagian-bagian otak lainnya. Kedua belahan otak tersebut dihubungkan oleh
korpus kolosum, yaitu sekumpulan serabut-serabut saraf yang
menyampaikan informasi timbal balik antara kedua hemisfer otak.
Sel-sel motorik dilobus frontalis mengontrol gerakan-gerakan
volunter dari otot-otot tubuh secara menyilang. Jika lobus frontalis
kanan mengalami kerusakan, maka dapat terjadi kelumpuhan (hemiplegi)
pada sisi kiri, dan sebaliknya. Di lobus frontalis terdapat pula pusat
bahasa ekspresif dan fungsi intelektual. Gangguan pada pusat ini
mengakibatkan seseorang kesulitan mengespresikan maksud atau
keinginannya dengan menggunakan bahasa (afasia motorik), serta mengalami
gangguan fungsi intelektual.
Sel-sel somatosensorik dilobus parietalis menerima dan memproses
sinyal-sinyal sensorik (perasa) dari sisi tubuh kontralateral. Gangguan
fungsi otak lobus parietalis kanan dapat mengakibatkan seseorang merasa
kesemutan (parestesia), rasa tebal (hiperstesia), hilang rasa atau
gangguan-gangguan sensorik lainnya pada sisi tubuh sebelah kiri. Begitu
pula sebaliknnya.
Sel-sel neuron kortek auditorik dilobus temporalis menerima dan
memproses sinyal-sinyal pendengaran dari telinga. Sedangkan daerah
proyeksi olfaktorik berhubungan dengan fungsi penghidu. Selain itu di
lobus temporalis terdapat pula pusat bahasa perseptif. Gangguan pada
pusat bahasa ini dapat mengakibatkan seseorang tidak bisa memahami
pembicaraan orang lain ( afasia sensoris ).
Sel-sel korteks visual di lobus oksipitalis menerima dan
memproses sinyal-sinyal peglihatan dari retina mata. Lesi di lobus
oksipitalis mengakibatkan seseorang kehilangan separo lapang pandangan.
Otak mendapat darah dari 2 (dua) pembuluh darah besar: karotis (
sirkulasi anterior) dan vertebra ( sirkulasi posterior ). Otak akan
berfungsi dengan baik bila peredaran darahke otak berlangsung baik,
sehingga O2 dan glokosa sebagai sumber energi otak tetap terjamin.
Dua ( 2 ) pembuluh darah besar pada otak tersebut membentuk anastomose
pada dasar otak yaitu sirkulasi willisi ( area dimana percabangan
arteri basiler dan koratis internal bersatu ). Hampir 20% dari volume
darah dalam tubuh berada di otak dan otak menggunakan seperlima dari O2
yang dihirup melaui paru-paru.
PATOFISIOLOGI
Ada dua bentuk CVA bleeding:
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus,
pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh
darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku
kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi
3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE HEMORAGIK
PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tn. Hr.
Usia : 74 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lasem 86 Surabaya
Status perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Purnawirawan
Suku/bangsa : bugis/Indonesia
Dx Medis : CVA Bleeding
Tgl MRS : 27-5-2001
Tgl Pengkajian : 11-6-2001
Keluhan utama :
Klien mengeluh pusing
2. Riwayat Keperawatan
2.1 Riwayat penyakit sebelumnya
Klien pernah MRS di RS Bubutan dengan hipertensi (pada usia 50 tahun).
Pada tahun 1995 klien MRS dengn stroke sembuh hanya kaki kiri berjalan
agak diseret.
2.2 Riwayat penyakit sekarang
Sejak hari jum’at tagl 25/5-2001 klien panas mendadak, kemudian muntah
lebih kurang 2-3 kali, warna putih berupa riak, pasien mengeluh pusing,
dan kemudian sering mengigau. Klien dibawa ke RSUD Dr soetomo dan MRS.
2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita kencing manis, menurut
keluarga klien anak klien yang ke 4 menderita hipertensi.
Genogram tidak terkaji karena klien menderita afasia.
3. Observasi dan pemeriksaan fisik
3.1. Keadaan umum klien : klien tampak lemah, cenderung untuk tidur.
3.2. Tanda-tanda vital :
- suhu : 37 C per axilla
- Nadi : 88 x/mnt teratur, kuat
- Tensi : 150/100x/mnt dilengan kiri, posisi tidur
- RR : 20 x/mnt teratur
3.3. Body of sistem
a. Pernafasan (B1 : Breathing )
Hidung : kebersihan cukup, tampak terpasang sonde, tidak ada polip
Dada : bentuk simetris kanan kiri, tidak ada retraksi otot bantu
pernafasan, terdapat ronchi di seluruh lapangan paru, batuk produktif,
irama pernafasan teratur, nafas dangkal.
b. Cardiovascular (B2 : Bleeding )
Terdapat ictus cordis di antara ICS IV-V (secara inspeksi),
suara jantung normal, Capilarry refill < 3 detik, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada oedem.
c. Persyarafan (B3 : Brain )
Kesadaran compos mentis, GCS : 4,5,6 kuantitatif.
Kepala : bentuk oval, wajah tampak miring ke sisi kanan,
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
gerakan bola mata mampu mengikuti perintah, visus tidak terkaji karena
klien biasa menggunakan alat bantu kaca mata.
Pendengaran : fungsi agak menurun.
Mulut : terdapat kesulitan menelan, mulut kebersihan kurang, terdapat
penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia.
Leher : tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak pembesaran
vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
Persepsi sensoris ( pengecapan tidak terkaji karena klien terpasang
sonde, perabaan dingin panas tidak ada kelainan pada ekstremitas kanan
).
d. Perkemihan – Eliminasi urine ( B4 : bladder )
Klien terpasang kondom kateter, kebersihan cukup, produksi urin 1950
ml/hari, warna kuning jernih, tidak ada distensi pada vesika urinaria.
e. Pencernaan – eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
Terdapat gangguan menelan, saat ini klien terpasang sonde, sudah pernah
dicoba makan peroral tapi klien belum bisa menelan, Sebelum MRS konsumsi
makan hanya setengah porsi, makan 3x/hari, jenis nasi, sayur, lauk,
kebiasaan makan pagi, siang, malam.
Abdomen : tidak terdapat acites, turgor menurun, peristaltik usus
normal, bising usus positif, tidak ada scibala.
Rectum : Rectal to see negatif.
BAB : Kebiasaan di rumah klien BAB 2 hari sekali, saat ini sudah 3 hari
klien belum BAB.
f. Tulang – otot – integumen ( B6 : bone )
Kemampuan pergerakan sendi : klien mengeluh kesakitan pada kaki kiri
saat dilatih gerak pasif. Kaki kiri droop foot, terdapat kelemahan otot
pada ektremitas atas dan bawah sebelah kiri.kekuatan otot..
Kulit : Warna kulit coklat sawo matang, terdapat luka dekubitus pada
punggung sebelah kiri, keadaan bersih, lebar + 3cm, agak kering. Turgor
menurun, akral kulit hangat.
g. Sistem endokrin
Klien tidak mempunyai gangguan endokrin.
h. Sistem hematopoitik
Klien tidak mempunyai riwayat kelainan sistem hematopoitik.
i. Reproduksi
Klien laki-laki, mempunyai anak 6 laki-lai 4 dan perempuan 2.
j. Psikososial
Pola persepsi dan konsep diri : sulit dikaji karena klien afasia dan
kadang-kadang saat dikaji klien bicara tidak terarah (ngelantur).
Sosial/interaksi : Saat interaksi klien nampak kooperatif, dukungan
keluarga sangat besar, setiap hari klien ditunggui oleh istrinya dan
kadang-kadang bergantian dengan anak dan adik angkatnya.
k. Spiritual
Menurut keluarga klien klien beragama kristen taat beribadah dan
menganggap bahwa penyakit yang diderita klien merupakan cobaan yang
harus dihadapi.
l. Pemeriksaan penunjang :
Rongten : tgl 7-6-2001
- Pulmo : tampak infiltrat interstisiil pada kedua lapangan paru, dengan
penebalan peri hiller.
- Kesimpulan : Cardiomegalli dengan oedem pulmonum. CTR 62 %.
CT scan :
Tampak area hiperdens dipara ventrikel lateral kiri.
Kesimpulan : ICH paraventrikel lateral kiri
IVH dan brain atropi sedang
Laborat :tgl 7-6-2001
- leukosit : 25/ ml (+)
- protein : 75 mg/dl (+)
- DL, Hb : 13,7 gr/dl ( N : 13,4 – 17, 7 gr/dl)
- LED : 110 mm/l (N : < 15 )
- Leukosit : 6700 x 10 /dl (N : 4,7 – 10,3)
- Trombosit : 176 x 10 /l (N : 150 – 350).
m. Terapi
Tanggal 11-5-2001
IVFD RL 500 cc/24 jam
Cimetidin 1ampul
Cefotaxim 2 x 500 mg
Lasix 1 amp/hari
B1, B6, B12 2xa amp
Captopril 3x25 mg
ISDN 2x 5 mg
HCT ¼ - 0 – 0
Bisolvon 3 x 1 amp
- sonde : 6 x 250 cc
- fisioterapi
ANALISA DATA
1. DS : Klien mengeluh pusing
DO : T : 150/100 mm Hg, N : 100 x/mnt.
CT scan : ICH periventrikel lateral, IVH dan brain atropi
sedang
Kemungkinan penyebab :
Bertambahnya volume intra kranial akibat dari perdarahan otak
Masalah :
Tekanan intra kranial
2. DS : Keluarga klien mengungkapkan klien pernah dicoba makan peroral
tapi belum bisa.
DO : Klien makan menggunakan sonde, Diit cair 6 x 250cc/hari, turgor
menurun GCS : 4,5,6, reflek menelan terganggu, BB : 63 Kg, TB : 174 cm,
tampak lemah.
Kemungkinan penyebab :
Kelemahan otot menelan
Masalah :
Nutrisi
3. DS : Klien berteriak kesakitan saat kaki kiri digerakkan secara pasif
DO : Terdapat kelumpuhan pada ektremitas sebelah kiri, tampak lemah ADL
dibantu kekuatan otot….. , drop foot
Kemungkinan penyebab :
Paralisis
Masalah :
Mobilisasi.
4. DS : Klien mengeluh nyeri kepala
DO : Terdapat penurunan rangsang raba,rasa, kecap
Bicara ngelantur
Tampak marah jika kelelahan
Kemungkinan penyebab :
Transmisi sekunder terhadap trauma neurologis
Masalah :
Perubahan persepsi sensoris.
5. DS : -
DO : GCS 4,5,6
RR : 20 x/mnt
Ronchi : terdapat diseluruh lapangan paru
Terdapat produk mukus yang berlebihan pada mulut
Terjadi penurunan reflek menelan dan batuk
Mulut tampak kotor
Ro” : tampak infiltrat interstisiil pada lapangan paru
Kemungkinan penyebab :
Menurunnya reflek batuk
Masalah :
Bersihan jalan nafas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko peningkatan TIK mendadak b.d meningkatnya volume intrakranial
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot
menelan
3. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif b.d menurunnya reflek
batuk
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak
5. Perubahan persepsi sensorik b.d gangguan transmisi sekunder terhadap
trauma neurologis
6. Resiko perubahan eliminasi (konstipasi) b.d menurunnya tonus otot
mengejan dan tirah baring.
RENCANA TINDAKAN
1. Resiko peningkatan TIK mendadak b.d bertambahnya volume intracranial
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jam
Kriteria : - Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala,
mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat pupil edema.
INTERVENSI :
1. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang
sebab-akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan
mengurangi kecemasan.
2. Pertahankan posisi 30 dan kurangi manipulasi yang berlebihan
R/ Dengan posisi 30 mempengaruhi sirkulasi darah otak sehingga dapat
menghindari peningkatan TIK
3. Anjurkan klien untuk bedrest total
R/Stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan TIK
4. Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver
R/ mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK
5. Observasi status neurologi
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokaso dan perkembangan penyakit
6. Obsevasi tanda vital tiap 4 jam
R/ adanya peningkatan tensi, bradicardi dysritmia, dyspneu merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK
7. Kolaborasi :
- pemberian O2 sesuai indikasi
R/ hipoksia menyebabkan vasodelatasi cerebral dan meningkatkan
terbentuknya edema serebri.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot
menelan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 7x24 jam
Kriteria : Turgor baik, intake dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1kg.
INTERVENSI :
1. Observasi texture, turgor kulit
R/ mengetahui status nutrisi klien
2. lakukan oral hygiene
R/ kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3. observasi intake out put
R/ mengetahui keseimbangan nutrisi klien
4. observasi posisi dan keberhasilan sonde
R/ untuk menghundari resiko infeksi / iritasi
5. Kolaborasi:
- pemberian diet / sonde sesuai jadual
R/ membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi
penurunan reflek menelan.
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat membaik selama dalam perawatan
Kriteria : Klien mampu menggerakkan extremitas kiri secara minimal,
tidak terjadi kontraktur sendi, klien mampu mempertahankan posisi
seoptimal mungkin
INTERVENSI:
1. koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4
R/ memantau tingkat ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi
sensorik – motorik
2. pertahan posisi klien dalam letak anatomis dengan memberi ganjal
bantal sewaktu posisi miring
R/ mencegah terjadinya kontraktur
3. jelaskan pada klien tentang mobilisasi pasif
4. lakukan mobilisasi pasif pada kedua extremitas
R/ mengurangi atropi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur
5. ubah posisi dengan mengangkat sisi yang tidak berfungsi
R/ merangsang perfusi pada sisi yang lumpuh
6. lakukan masage, kompres hangat, perawatan kulit.
R/ merangsang vasodilatasi untuk memperlancar peredaran darah
7. kolaborasi
- pertahankan terpai B1
R/ merangsang pertumbuhan otot dan sel
- dengan fisioterapi
R/ untuk menentukan program yang ideal menuju pemulihan
4. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada bersihan jalan napasklien dalam
waktu 7 x 24 jam
Kriteria: RR teratur, tidak ada stridor, ronchi, whezing, RR: 16 – 20 x /
mnt, reflek batuk klien ada.
INTERVENSI:
1. observasi kecepatan, kedalaman dan suara napas klien
R/ kecepatan pernapasan menunjukkan adanya upaya tubuh untuk memenuhi
kebutuhan O2
2. lakukan suction dengan ekstra hati-hati bila terdengar stridor
R/reflek batuk yang menurun menyebabkan hambatan pengeluaran sekret
3. pertahankan posisi ½ duduk , tidak menekan ke salah satu sisi
R/ ventilasi lebih mudah bila posisi kepala dalam posisi netral,
penekanan ke satu titik menyebabkan peningkatan TIK.
4. lakukan chest fisioterapi
R/ claping dan vibrating merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan
sekret
5. jelaskan pada keluarga tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra (1999). Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke,
Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing. JB Lippincot
Company, Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8,
EGC, Jakarta.
Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik.
Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A
Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B. Saunders
Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical
Nursing, A Nursing Process Approach. 2nd edition, W.B. Saunders
Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful. (1998). Stroke : Diagnosis Dan
Penatalaksanaannya. Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya.
Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC,
Jakarta.
Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat,
Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti. (2000). Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Saraf Indonesia. Surabaya.
Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan
Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.
Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar