Minggu, 31 Maret 2013

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN ASMA




ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN ASMA
A.  Definisi
-    Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
-    Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

-    Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hipersensitivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). (FKUI, 2001).
B.  Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
C.  Klasifikasi Asma
Berdasarkan waktunya, asma dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.      Asma kronik : dalam jangka waktu panjang (terkontrol sebagian), ditandai dengan mengi, dan perlu dipertahankan fungsi paru-paru sehingga harus di awasi.
2.      Asma akut : dalam jangka waktu singkat (tidak terkontrol), ada inflamasi, terjadi penyumbatan jalan udara, ditandai dengan nafas pendek dan harus segera ditangani karena dapat kekurangan oksigen.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.  Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan derajat asma, asma dibedakan menjadi 4 yaitu:
Derajat Asma
Gejala
Gejala Malam
Fugsi paru
INTERMITTEN Mingguan
-      Gejala <1x/minggu
-      Tanpa gejala di luar serangan
-      Serangan singkat
-      Fungsi paru asimtomatik dan normal luar serangan
-    ≤ 2 kali sebulan
-    VEPI atau APE  ≥ 80%
PERSISTEN RINGAN Mingguan
-      Gejala > 1x/minggu tapi <1x/hari
-      Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
-     > sekali seminggu
-    VEPI atau APE  ≥ 80% Normal
PERSISTEN SEDANG Harian
-      Gejala harian
-      Menggunakan obat setiap hari
-      Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
-      Serangan 2x/minggu, bias berhari-hari
-    > sekali seminggu
-    VEPI atau APE  > 60% Tetapi ≤ 80% normal
PERSISTEN BERAT Kontinu
-      Gejala terus-menerus
-      Aktivitas fisik terbatas
-      Sering serangan
Sering
-    VEPI atau APE < 80% Normal
D.  Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain:
1.      Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
2.      Batuk produktif, sering pada malam hari
3.      Napas atau dada seperti tertekan
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a.       Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b.      Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a.       Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b.      Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a.       Tanpa keluhan.
b.      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c.       Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a.       Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b.      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a.       Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b.      Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis,   gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
E. Penatalaksanaan
Tujuan terapi asma adalah:
1.      Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
2.      Mencegah kekambuhan.
3.      Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
4.      Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise.
5.      Menghindari efek samping obat asma
6.      Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
  1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
  2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
  3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Yang termasuk obat anti asma adalah:
1.      Bronkodilator
a.       Agonis β 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi, contohnya terbulamin, salbutamol, dan feneterol memiliki kerja 4-6 jam, sedangkan agonis β 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol dan lain-lain.
b.      Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
c.       Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus instrinsik dari saluran napas.
2.      Antiinflamasi
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan profilaksis.
1.      Kortikosteroid
2.      Natrium kromolin merupakan antiinflamasi nonsteroid.
Pengobatannya berdasarkan pembagian asma, yaitu:
1.      Asma ringan yaitu < 1x sebulan : salbutamol tablet.
2.      Asma sedang yaitu 1-4x sebulan : salbutamol dan terbunalin.
3.      Asma agak serius yaitu 1-2x seminggu : corticosteroid.
4.      Asma serius yaitu lebih dari 3x seminggu : neofilin steolis.
Selain pengobatan juga ada pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang seperti:
1.    Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2.    Tes provokasi :
a.    Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b.    Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c.    Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
d.  Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
3.    Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4.    Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5.    Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6.    Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7.    Pemeriksaan sputum.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, emfisema, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
G. Pengkajian
1.    Identitas klien
a.    Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
b.    riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
c.    Status mental : lemas, takut, gelisah
d.   Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
e.    Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
f.      Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
2.    Pemeriksaan fisik
Dada
a. Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b.Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c. Keabnormalan struktur Thorax
d.    Contour dada simetris
e. Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
f. RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
a.    Temperatur kulit
b.    Premitus : fibrasi dada
c.    Pengembangan dada
d.   Krepitasi
e.    Massa
f.     Edema
Auskultasi
a.    Vesikuler
b.    Broncho vesikuler
c.    Hyper ventilasi
d.   Rochi
e.    Wheezing
f.     Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
H.  Diagnosa Keperawatan
Berikut ini merupakan beberapa contoh diagnose keperawatan yang lazim muncul pada pasien asma :
·         Asma berhubungan dengan bersihan jalan nafas tidak efektif
·         Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan suplai oksigen sekunder terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat penyempitan jalan nafas.
I.     Intervensi
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Ø  Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini
Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
Keefektifan pengobatan yang diresepkan
Kecenderungan pada gas darah arteri
Ø  Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
Ø  Pengisapan jalan nafas
Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan/ atau trakeal,
Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah pengisapan,
Catat tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
Pendidikan untuk Pasien/Keluarga
Ø  Jelaskan pengguanan peralatan pendukung dengan benar (misalnya, oksigen, pengisapan, spirometer, inhaler dan itermittenr positive pressure breathing [IPPB]).
Ø  Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruangan perawatan.
Ø  Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam rencana perawatan di rumah (misalnya, pengobatan, hidrasi, nebulisasi, peralatan, postural drainase, tanda dan gejala komplikasi, sumber-sumber di komunitas).
Ø  Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi
Ø  Ajarkan kepada pasien/keluarga tentang pentingnya perubahan pada sputum, seperti warna, karakter, jumlah dan bau.
Aktivitas Kolaboratif
Ø  Rundingkan dengan ahli pernafasan, sesuai dengan kebutuhan.
Ø  Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi dan/atau peralatan pendukung.
Ø  Berikan udara/oksigen yang telah telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi
Ø  Tampilkan/bantu dalam pemberian aerosol, nebulizer ultrasonic, dan perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi
Ø  Beritahu dokter tentang gas darah yang normal
Aktivitas Lain
Ø  Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
Ø  Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain sekurangnya setiap dua jam sekali.
Ø  Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan control diri.
Ø  Pengisapan nasofaring/orofaring untuk memindahkan sekresi
Ø  Lakukan pengisapan endotrakea atau naso trakea, sesuai dengan kebutuhan
Ø  Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar