RINGKASAN
Penggunaan
madu sebagai bahan perawatan luka, sebagai suatu pengobatan kuno yang ditemukan
kembali dan hal itu meningkatkan ketertarikan terhadap madu, dan banyak laporan
tentang keefektifannya yang sudah dipubikasikan. Hasil temuan klinis didapatkan bahwa infeksi
dapat sembuh lebih cepat, inflamasi “swelhing” dan nyeri dapat segera dikurangi
odouer terkurang, slousghing, jaringan nekrotik dapat induced,
granulasi dan epitelisasi di hastened dan proses menyembuhkan luka dapat
dipercepat dengan pembentukan jaringan scar yang minimal.
Asam anti
microbial dalam madu mencegah pertumbuhan mikroba pada luka yang lembab
(basah). Tidak seperti antiseptic
tropical lainnya, madu tidak menyebabkan kerusakan jaringan. Studi yang dilakukan terhadap binatang
percobaan didapatkan hasil bahwa secara histology madu dapat meningkatkan
proses penyembuhan luka. Hal itu adalah
efek langsung nutrient yang “drowing limple out” dari sel dengan mekanisme
osmosis. Stimulasi proses penyembuhan
juga disebabkan oleh asiditas/keasaman dari nadi itu sendiri. Osmosis menyebabkan cairan madu yang kontak
denganpermukaan luka dapt mencegah “dressing sticking” sehingga tidak terasa
nyeri atau terjadi kerusakan jaringan ketika dressing diganti. Begitu banyak bukti-bukti yang mnedukung
penggunaan madu, dan dari hasil penelitian dengan teknik randomized controlled
clinical trialmenunjukkan bahwa ternyata madu lebih efektif dari pada silver
sulva diazine dan poly urethane film (opsiteR) untuk menyembuhkan lika bakar.
PENDAHULUAN
Pada tahun
1985 editorial di Jurnal of Royal Society of
Medicine mengemukakan sebuah opini “Pengobatan terapeutik mungkin bisa
tidak terkontaminasi. Madu murni dapat digunakan untuk hal tersebut”. Madu tersedia di berbagai komunitas walaupun
mekanisme dari beberapa bahan dapat bermanfaat dan membutuhkan investigasi
lebih lanjut, dan sekarang sudah waktunya membuka wacana bagi pengobatan
tradisional.
Kebanyakan
referensi melaporkan madu sebagai dressing luka. Masyarakat kuno menggunakan madu untuk
pengobatan luka tetapi hanya sedikir gambaran yang didapat, begitu pula dengan
bukti klinisnya. Dari beberapa
literature melaporkanbahwa dewasa ini telah ditemukan kembali pengobatan dengan
madu. Sejalan dengan ketertarikan
pengobatan alternative terutama sekali terhadap perkembangan dari resistensi
bakteri terhadap antibiotik dan juga karena adanya peningkatan madu untuk
dressing luka saat ini. Hal itu menjadi
kesadaran bagi para klinisi dan peneliti untuk meneliti lebih lanjut dan mempublikasikan
madu sebagai dressing luka.
PERTINENT:
Akhir-akhir
ini bahwa madu efektif untuk dressing luka yang mana luka tersebut tidak
berespon terhadap terapi konvensional.
Banyak laporan yang menyatakan tentang keefektifan madu sebagai dressing
luka yang terinfeksi ditambahkan sebagai bagian dari obat anti bacterial. Tetapi dalam literature yang dipublikasikan
lebih luas, dari studi infitro didapatkan madu mempunyai aktifitas sebagai anti
bakterial yang signifikan tetapi tidak dijelaskan dalam artikel ini secara
komprehensif. Akan tetapi sebagai
catatan dijelaskan kepada pembaca mengenai median level dari aktivitas
antibacterial madu yang dapat menghambat secara kompleks species bacteri
penyebab umum infeksi luka dengan konsentrasi 1,8% - 11% (v/v) dan
mengelompokkan (collection) strain MRSA pada konsentrasi 1% - 4% (v/v).
APLIKASI PENGGUNAAN MADU
Salah satu
prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.
Luka dibersihkan jika terdapat abses
luka dan drainage pus dan nekrotomi jaringan nekrotik sebelum dilakukan
dressing luka dengan madu.
2.
Selain itu dapat digunakan prosedur
rigorous cleancing: bersihkan luka dengan sikat gigi dan lanjutkan dengan
pemberian hydrogen peroksida saline rinse, betadin dan saline rinse lainnya;
dicairkan hidrogen perokside pada luka dan alkohol disekitar kulit, atau juga
luka dapat dibersihkan dengan eusol atau akueus 1% chlorhexidine. Kebanyakan sebelum luka dibersihkan, luka
dicuci dengan saline sebelum diobati dengan madu, dan ketika dressing diganti.
Banyak juga laporan yang menyatakan madu dioleskan menyeluruh menutupi luka dengan dressing kering, moustly
gauze. Jumlah madu yang digunakan
bervariasi;
1.
Lapisan tipis madu (hasil relatif jelas):
2.
lapisan tipis madu dengan pemberian 2-3 kali/hari
3.
Memberikan madu diseluruh permukaan luka sampai diluar luka.
4.
Thick layer honey.
5.
soaking the wound generously honey
6.
Mengoleskan madu pada luka sampai ¾ isi
luka.
7.
Memberikan 15-30 ml madu pada luka
ulcer.
Selain itu
pemberian madu diberikan untuk dressing kemudian ditempatkan pada luka. Madu akan menyebar
dipermukaan luka (gauze) atau soaked madu.
Madu impregnated gause dapat digunakan untuk pack cavities of wounds. Setelah luka terbungkus maka luka akan
terbungkus. Pada ulcerasi servik proses
penyembuhan luka dapat dilakukan dengan memasukkan 85 ml madu ke dalam vagina
dan tahan ditempat tersenut dengan tampon selama 3 hari.
Kebanyakan dressing luka dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali atau 2-3
hari sekali. Hasil penelitian menyatakan
bahwa dressing dilakukan 1 hari atau lebih tergantung dari kebutuhan agar luka
tampat bersih dan kering. Laporan lain
menyebutkan bahwa dressing diganti 1 atau 2 kali sehari sampai luka bersih dan
terjadi granulasi, kemudian dressing sehari sekali dapar dibanti. Laooran lain menyatakan penggantian dressing
madi dilakukan sehari dua kali dan
dilakukuan 3 kali sehari jika luka terkontaminasi dengan urine atau feses.
Beberapa laporan menyatakan bahwa campuran antara lipid dan madu ternyata
lebih mudah menyebar di permukaan luka, selain lipid dengan menggunakan castor
oil atau 20% vaselin. Pemanasan yang berlebihan terhadap madu mendukung
dihindari karena glukosa oxidase ensyme pada madu akan memproduksi hidrogen
peroxidase, komponen utama dari antibacterial sangat rentan terhadap panas dan
menjadi tidak aktif.
KOMENTATOR
Tidak ada indikasi dari beberapa laporan tentang metode aplikasi dari
pemberian madu pada luka yang digunakan sebagai dasar mengambil keputusan baik
secara empiris maupun teoritis. Perbedaan metode menunjukan perbedaan
pendekatan. Penyebaran madu pada “dressing pad” lebih baik daripada luka dan
lebih mudah dilakukan dan mengurangi kejadian traumatik bagi pasien. Hal ini
juga dapat lebih menutup permukaan luka. Jika luka dalam atau terdapat abes
pada luka, dan membutuhkan madu untuk pengobatannya, maka cara yangpraktis
dengan menggunakan honey packed di squeeze out toobes.
RASIONALNYA:
Kebanyakan madu dibutuhkan perunit area pada luka tergantung luasnya atau
banyaknya eksudat. Manfaat madu pada
jaringan luka dilaporkan kemungkinan menurun atau hilang jika sedikit madu yang
berada eksudat yang banyak (kasiat madu hilang) sebagai mana frekwensi dressing
yang akan berubah menyesuaikan seberapa cepat madu tersebut dicairkan oleh
eksudat. Keefektifan madu dalam
menurunkan inflamsi dan eksudasi dapat digunakan sebagai patokan tingkat
frekwensi penggantian dressing.
Pergantian dressing yang sering mungkin tidak diperlukan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri, karena aktifitas anti bakterial pada madu akan mencegah
pertumbuhan bakteri. Jika madu tidak
terdeteksi oleh eksudat, terutama jika madu dengan level aktifitas tinggi yang
dipilih.
OBSERVASI KLINIK
Telah dilaporakan dari studi klinik yang bervariasi pada penggunaan madu
sebagai dressing sebagai luka infeksi yang luka itu menjadi steril dalam 3-6
hari, 7 hari, atau 7-10 hari. Hal lain telah dilaporkan
bahwa madu efektif untuk membersihkan luka infeksi. Juga telah dilaporkan bahwa madu mencegah
timbulnya nekrosis. Madu juga telah
ditemukan untuk melakukan pencegahan barier luka dan menjadi infeksi, mencegah
infeksi silang dan menjadikan jaringan luka bakar agar sembuh dengan cepat
tidak terbatas sebagai infeksi sekunder.
Hal lain telah dilaporkan bahwa mengelupasnya jaringan gangrene dan
jaringan nekrotik dengan cepat diperbaiki dengan jaringan granulasi dan
menjadikan epitensasi lebih ketika madu digunakan sebagai dressing melalui
debridement bedah minimun yang diminta. Hal lain juga telah diobservasi bahwa dibawah slough
dressing madu, nekrotik dan jaringan gangrene tersebar sehingga hal itu dapat
dilaihkan pengurangan nyeri dan hal lain telah dicatat dengan cepat dan
penyebaran mudah dari slough dan perpindahan cruct dari luka. Rapid cleancing kimia atau debridement enzim
menghailkan dari penerapan madu untuk luka telah dilaporkan dengan tanpa bentuk
erchar dalam pembakar. Penulis lain
mengatakan efek clencing dari madu pada luka.
Hal lain juga dilaporkan bahwa kotoran berpindah dengan balutan ketika
madu digunakan untuk dressing untuk memudahkan luka bersih. Madu juga dilaporkan memberikan deodorisasi
dari bau luka. Madu digunakan sebagai
dressing telah dilaporkan mempromosikan bentuk dari jaringan granulasi yang
bersih dan sehat. Hal lain juga telah
dilaporkan untuk mempromosikan atau membangun epitelisasi dari luka. Dumromlert berkomentar pertumbuhan yang
cepat dari jaringan yang baru dapat dibentuk kembali. Memperbaiki nutrisi dari luka yang telah
diobservasi juga meningkatkan aliran darah dari luka telah ditemukan dalam luka
dan aliran darah yang bebas dari limfe.
Penulis lain
mengomentari pada penyembuhan luka secara cepat terlihat dengan dressing madu. Desottes berarti pada luka menjadi
tertutup. Dalam fashion spektakuler dalam
90% kasus kadang-kadang dalam beberapa hari. Borlando berarti untuk penyembuhan menjadi
supresin dengan cepat secara khusus untuk derajad I dan II pada luka
bakar. Blomfield mengopini jika madu mendukung proses
penyembuhan ulser bisul/borok dan luka bakar.
Lebih baik dari pada lokal apliction yang telah digunakan
sebelumnya. Bergman telah mengobservasi
secara klinis bahwa penyembuhanpada luka terbuka lebih cepat dengan madu
seperti yang telah ditemukan oleh Hamdi jika itu dipercepat making wound
suitable for suture.
Telah dicatat bahwa dressing luka dengan madu mengikuti grafting
lebih cepat, dilaporkan juga madu menurunkan insiden bekas skingraft dan
membantu regenerasi kulit, membuat rekonstruksi plastik yang tidak
diperlukan. Juga dicatat bahwa
penyembuhan luka dengan madu memberi sedikit atau tidak ada jaringan
parut.
Manfaat lain dari madu antara lain menurunkan inflamasi udema dan eksudat,
mengabsorbsi cairan dari luka.
Dibeberapa kasus memberikan effek penurunan nyeri lokal secara lebih
cepat, menghilangkan reaksi alergi dan efek berbahaya pada jaringan. Selama itu
dressing dengan madu mudah diaplikasikan.
Kurang lebih ada adesi yang menyebabkan kerusakan jaringan granulasi
lokal. Menghindari
perdarahan ketika removing dressing.
Beberapa madu yang tersisa mudah dibersihkan dengan mandi.
Comentar:
observasi klinik ini menyediakan in isolation, level terendah evidence upon
which, sebagai dasar keputusan klinik untuk menggunakan madu sebagai alat
dressing luka. Tetapi ketika
dibandingkan dengan percobaan yang secara umum digunakan untuk dressing
menunjuukan bahwa madu memiliki beberapa kasiat yang berpotensial membuatnya
sebagai bahan dressing luka yang sangat bermanfaat. Aspek fisik menyediakan barier protective dan
secara osmosis, menciptakan lingkungan penyembuhan yang lambat. In the form of solution of honey that
doesnot stick to the under lying wound tissues. Unsure anti bacterial madu mencegah
kolonisasi bacteri darilingkungan lembab ini.
Anti bacterial menunjukkan tidak ada kerusakan pada proses penyembuhan
melalui efek adverse pada jaringan luka.
To the contrary terlihat memiliki efek stimulasi pada regenerasi
jaringan. In edition terdapat indikasi
yang jelas dari anti inflamasi.
EVIDENTCE OF EFEKTIVE NURSE: ANIMAL STUDIES
Pada sebuah
studi percobaan membandingkan antara madu dan silver sulva diazine, dan
madu+gula. Pada luka bakar
kulit standar 7x7 cm pertumbuhan epitel dalam waktu 21 hari dengan madu dan
gula. Kemudian 28-35 hari pada silver
sulva diazine granulasi terlihat lebih jelas pada perawatan dengan silver sulva
diazine. Penampakan histologi luka pada
seluruh luka yang dirawat dengan madu menunjukkan inflamasi yang lebih sedikit
dari pada yang dirawat dengan gula dan silver sulva diazine. Pada percobaan yang lain luka bakar
diciptakan dengan red hot pin (15 mm2) yang diletakkan di kulit
tikus, kemudian dirawat dengan madu atau dengan gula yang memiliki komposisi
dengan madu. Penyembuhan telah terlihat
secara histologi menjadi lebih aktif dan lebih dengan madu lalu dengan tanpa
pengobatan atau solusi gula waktu diambil untuk perbaikan komplek dari
lukatelah berkurang secara signifikan dengan madu lalu dengan tanpa pengobatan
atau dengan solusi gula dan nekrotik tidak pernah begiru serius. Pengobatan dengan madu memberikan kejernihan attenation
dari inflamasi dan eksudasi dan regenerasi cepat dari jaringan epiferial dari
luar dan pembentukan sikatrik dengan cepat.
Pada studi eksperimen pada binatang luka yang lebih penuh telah dirawat
dengan memotong sampai 2x4 cm lapisan dari kulit pada bagian belakang calves berbeu. Luka dibersihkan dengan madu atau
mitrovurazone atau dengan petrolatum sterilisasi sebagai kontrol. Granulasi, bentuk scar dan penyembuhan
menyeluruh terjadi lebih cepat dengan madu dari pada dengan nitrovurazone dan
dalam kontrol latihan histo morfological
dari contoh biopsi. Memberi arti lebih
dalam kontrol dengan mitrosulvazone lalu denganm madu kurang proliferasi dari fibroblast
dan argioblast.
Dilain studi penelitian pada calves berbeu beda atau lebih tebal pada kulit
luka, 2x4 cm, dibuat setelah menginfekting area luka dengan infeksi subkutaneus
dan stapilococus areus atau prioritas untuk luka. Aplikasi topikal dari madu, ampicillin ointment,
dan salin sebagai kontrol dibandingkan sebagai pengobatan untuk luka. Latihan klinik dari luka dan
histomorfologikal examinition dari contoh biopsi menunjukkan bahwa madu
memberikan tingkat yang lebih cepat dari penyembuhan dibandingkan dengan
pengobatan yang lain. Reaksi inflamasi
terakhir paling besar fibroelastis dan argioblastik dalam luka. Paling cepat terbawa dari jaringan konektif
fibrose dan epitelisasi tercepat.
Studi eksperimental membawa .................juga juga membandingkan madu
dengan ........saline, pada luka dibuat dengan ebersing kulit (10x10 mm),
dibawah otot. Latihan
histologikalmenunjukkan bahwa thecknes dari granulasi danjarak dari epitelisasi
dari ujung jaringan luka adalah signifikan ................area dari luka lebih
kecil secara signifikan, dalam hal itu diobat dengan madu (P<0,001) tidak
ada yang menunjukkan kumpulan, infeksi
klinik.
Didalam studi lain pada tikus panjang 10mm telah dibuat dalam kulit dari
sepasang tikus dan luka diobati secara topikal dengan madu floral, madu dari
tawon pemakan gula atau salin. Secara statistik
meningkat significan dalam tingkat penyembuhan telah dilihat dengan
pengobatanmadu floral dibandingkan dengan control salin, hal ini menjadi lebih
besar dengan obat oral dari pada dengan cara topical. Pengobatan dengan madu dari tawon pemakan
gula memberikan tingkat lebih tinggi dari penyembuhan. Setelah 4 hari memberikan hasil tidak lebih
baik dari pemakaian dengan salin normal, granulasi, epitelisasi dan jaringan
fibrous terlihat histologikal mencerminkan peningkatakan penyembuhan berarti
sebagai penurun dalam luka. Dari
jaringan granulasi dengan sel inflamasi klinik terbesar tawon pemakan gula,
sedikit dalam pengobatan topikal dengan madu, floral, dan paling sedikit
pengobatannya dengan madu floral.
Penerapan oral atau topikal dari madu dibandingkan dalam studi lain pada tikus,
didalam irisan dalam 2x2 cm kulit luka, dibuat pada belakang dari tikus dengan
memotong kulit. Tikus diobati dengan
penerapan topikal dari madu pada luka. Administrasi
oral dari
madu, atau intraperitoneal administrai dari madu atau pengobatan sebagai
kontrol. Setelah 7 hari pengobatan
tritiated praline diinjeksikan untuk melayani sebagai indicator dari
sitesis
kolagen dalam subsequent 24 jan perperiode kwantitas keduanya. Dari
sintesis dan deraja dari cross linking kolagen. Pada jaringan granulasi
ditemukan untuk
meningkatkan perbandingan signifikanm dengan pengonatan yang tidak
terkontrol
sebagai hasil dari pengobatan dengan madu.
Pengobatan sintetik telah memberikan peningkatan yang besar dari pada
pengobatan topikal, memberikan hasil yang lebih baik dari pada rute
oral. Dalam hubungan yang mirip studi mengikuti hal
ini, tikus diobati dengan hal yang sama tetapi dalam parameter yang
berbeda
dipelajari untuk mengkaji luka. Jaringan
granulasi yang telah dibentuk telah excised dari luka untuk biochemical
dan
biofisikal dari perawatan luka. Isi dari
DNA, protein, kolagen, heksosamin dan asam uronik dan tensil strength. Tingkah laku, tingkat kontraksi, dan tingkat
epitelisasi, ditemukan untuk meningkatkan secara signifikan senbagai hasil dari
pengobatan dengan madu. Pengobatan
sisfemile memberikan peningkatan daripada penmgobatan topikal, rute
intraperitoneal memberikan hasil yang terbaik.
KOMENTAR:
Studi hewan ini tetap didemontrasikan semuanya bahwa madu mempunyai efek
keuntungan pada penyembuhan luka didamping dari berbagai hasil dari
perlengkapan antibacterial, meskipun satu dari studi intervensi luka infeksi,
hasil pengamatan dalam hal ini didalam garis denganpengamatannya didalam studi
yang lain ia menghasilkan keuntungan dari penerapan madu tak dapat secara
sekunder untuk pembersihan infeksi. Ada
yang jelas dari aksi stimulasi ada perbandingan jaringan dan pada aksi
inflamatori menunjukkan bahwa efek ini tidak mempengarui demonstrasi yang
didalamnya konstitusi lebih dari perlengkapan fisik madu. Bahwa efek stimulasi ditunjukkan ketika madu
diadnibistrasukan secara oral/parenteral.
Memberi saran bahwa mungkin faktor pertumbuhan jaringan dipengaruhi lebih
dari stimulasi pertumbuhan menjadi konsekuen dari keasaman atau perbaikan gizi
jaringan. Tidak ada infestigasi
dilaporkan dari komponen responsible media untuk pertumbuhan meningkat tetapi
satu kemungkinan bahwa hidrogen peroksida diproduksi oleh madu. Perbandingan
dari fibroblasf satu dalam kultural telah ditemukan untuk menstimuli untuk
hidrogen peroksida pada mikrokonsentrasi nano molar. Penggunaan responsibel mungkin pitosemikal dari
sumber yang akan dihitung untuk keluaran yang lebih baik. Terlihat dengan madu floral dari pada madu
dari tawon yang makan gula, meskipun penyembuhan diperbaiki dari hal ini bisa
secara sekunder pada edukatif
inframatomi. Yang memberi efek madu
floral
BUKTI EFEKTIFITAS: STUDI KLINIK
Studi telah
dilakukan pada pengobatan dengan dressing madu pada seorang pasien dengan luka
recal citrant dan ulser, 47 dari hal ini telah dilaporkan untuk cklinical
deemed a”sufficienly long time (1 bulan ke 2 tahun) dengan pengobatan
konvensional seperti eusol toiled dan dressing, dan akriflafine, sufratule,
cicatrik, atau sistemik dan antibiotic tropical. Dengan tanpa tanda luka atau luka meningkat
dalam ukuran luka seperti forniers
gangrene burns cancrum oris dan ulches diabetik, sikles sell ulches dan
tropikal ulches. Latihan mikrobiologikal
dari suatu luka menunjukkan bahwa pembersihan luka dengan bacteri
dipersembahkan menjadi steril dengan satu minggu dan hal lain berarti steril. Dalam satu kasus a buruli ulser, pengobatan
dengan madu tidak dilanjutkan setelah 2 minggu karena ulser meningkat cepat
dalam ukuran. Dalam out came dari 58 kasus
lain dilaporkan sebagai remarkable yang mengikuti penerapan topical dari
madu. Beberapa observasi umum dilaporkan
untuk hasil dari pengobatan madu dari recal citran ini luka bisa sloughs,
nekrotik dan jaringan gangren tersebar sehingga hal tersebut dapat didaftar
pengurangan nyeri, dengan 2-4 hari dalam gangrene formiers, cantrum oris dan
dekubitus ulser (tetapi hal ini diambil lebih panjang dalam tipe lain). sloughs dan jaringan nekrotik berpindah
secara cepat dengan jaringan granulasi dan melebihkan epitelisasi meliputi
oedema subside weeping ulser dehidrasi dan luka berbau
.................rendered oderless sampai 1 minggu. Luka burn diobati secara cepat tidak
menjadikan koloni bakteri.
Sebuah studi yang sama pada 40 pasien separuhnya telah dirawat dengan
sebuah bahan topical yang biasanya dan telah gagal. Luka disebabkan oleh penyebab yang
bermacam-macam: pembedahan, kecelakaan, infeksi, tropil dan luka bakar. Rata-rata ukuran luka 57 cm2. sepertiga luka terdapat purulent, jumlah
mikroorganisme yang diisolasi dari sekret luka didapatkan 14-48 setelah 2
minggu perawatan. 7 dari pasien terdapat
jaringan nekrotik exised, sesudah perawatan dengan madu dan 3 diantaranya
memiliki skingraf. Dalam catatan madu
mempersempit batas luka dan luka lebih cepat dibersihkan. Dari 33 pasien dirawat hanya dengan dressing
madu 29 sembuh secara sempurna dengan kwalitas penyembuhan yang bagus,
rata-rata dalam waktu penyembuhan 5-6 minggu.
Dalam 4 kasus yang gagal 2 disebabkan oleh kondisi umum pasien yang
buruk karena imunodepresi. 1 yang keluar dari perawatan dengan madu karena reaksi alergi
terhadap madu, dan 1 pasien karena and one burn rimained stasionary after a
good initial respon. Studi yang lain
madu digunakan pada 9 anak dengan luka pembedahan yang terbuka, terinfeksi yang
gagal dengan perawatan konfensional, sedikitnya dalam 14 hari dengan antibiotic
intravena dan pembersihan luka menggunakan akueus kloreksidin solution 0,5% W/v
dan salep asam fusidik. Dan
luka-luka
tersebut masih terbuka dan kultur swab positif. Perkembangan secara
klinis tampka pada seluruh
anak setelah 5 hari perawatan dengan aplikasi topical 5-10 ml madu 2
kali setiap hari. Hasilnya luka tertutup bersih dan steril
dalam waktu 21 perawatan.
Komentar: 3 studi diatas merupakan
percobaan cross over yang efektif, hal itu terutama non responsi fenus yang
ditegagkan dengan bentuk treatmen lain sebelum madu digunakan. Walaupun bentuk dari bukti isless konfincing
dari pada stimulasi pengobatan pada kontrol grup pasien, konsistensi dari hasil
dan jumlah pasien meliputi kemungkinan yang tinggi yang mengubah dari non
healin menjadi healin yang sudah sesua unuk kesempatan lebih untuk mendapat
aspek terapeutik dari madu. Efektif
dalam peningkatan penyembuhan luka yang sudah berespon terhadap pengobatan
konvensional. Mereka juga menyediakan
bukti-bukti yang bagus dari keefektifan anti bakterial pada madu pada luka yang
terinfeksi.
20 kasus formier gangren di manca negara secara konservatif dengan
antibiotik sistemik 9amoksilin oral/asam klafulanic dan metronidazol. Tambahan harian madu secara topikal telah
dibandingkan secara restrospektif dengan 21 kasus yang sama. Yang menggunakan metode ortodok (wound
debredemen, wound excicion sekundery suhuring dan pada beberapa kasus dengan
skropal plastik rekonstruksi (mikrooranisme yang dikultur pada kedua grup
adalah sama). Namun demikian rata-rata
durasi hospitalisasi was slighty langer, aplikasi obat tpical madu
menunjukkan distinct keuntungan yang lebih dibandingkan metode ortodok. 3 orang meninggal pada grup metode ortodok,
dan tidak ada yang meninggal pada grup yang diterapi dengan madu. Kebutuhan akan anestesi dan operasi bedah
yang mahal was oviated dengan
menggunakan madu. Respon terhadap
pengobatan dan aliviation dari
angka kesakitan lebih cepat pada kelompok yang diobati dengan madu. Walaupun beberapa bakteri terisolasi dari
madu, pasien yang mendapat pengobatan madu tidak menunjukkan ketidaksensitifan
terhadap antibiotika, luka akan steril adalam waktu 1 minggu. Manfaat dari dressing madu sebagai metode
alternatif dalam memanagemen luka, pembedahan perut telah dikaji dengan
percobaan prospektif selama lebih dari 2 tahun dan dibandingkan dengan
retrospektif pada pasien dengan usia yang sama selama lebih dari preseding
2 tahun. 15 orang pasien yang mengalami
luka bedah stelah operasi SC (seksiosaeria). Yang diterapi dengan madu dan luka
diperkirakan dengan microported berdasarkan pada metode kinvesnsional dari
dressing luka dengan susekuen resofuring (grup komparasi 19 pasien dengan luka
dehisensi yang dibersihkan dengan H2O2 dan dabin solution dibungkus dengan salin
saket gauze terutama untuk resuturin dibawah pengaruh anestesi
general. Sebagai catatan bahwa dengan
dressing madu sloup dan jaringan mati akan digantikan oleh jaringan granulasi
dan peningkatan epitelisasi dalam waktu
2 hari, dan luka yang baru akan oderless dalam waktu 1 minggu. Hasil yang bagus akan didapat jika semua
kasus diterapi dengan madu, selanjutnya penghindaran kebutuhan untuk restruktur
yang dibutuhkan untuk general anestesi. 11 kasus dapat sembuh
secara komplit selama 7 hari, semua kasus dapat sembuh dalam waktu 2
minggu. Periode yang dibutuhkan untuk
hospitalisasi kurang lebih 2-7 hari (rata-rata 4 ½ hari, dibandingkan dengan
9-18 hari (rata-rata 11 ½ hari), sebagai grup pembanding. 2 pasien dari grup pembanding ternyata
mengalami infeksi ulangan.
Studi
restrospektif terhadap 156 pasien luka bakar yang dirawat di RS dalam waktu 5
tahun, 1988-1992 didapatkan 13 kasus diobati dengan madu dan didapatkan hasil
yang sama dengan jika diobati dengan silver sulva diazine. Percobaan persepktif randomized control
membandingkan antara madu imreg nared gouze dengan obsite terhadap 46
pasien pada 2 grup luka yang didresing dengan madu impreknared gouze
menunjukkan penyembuhan yang lebih cepat secara signifakan dibandingkan jika
hanya dengan didressing obsite (rata-rata 10,8 versus 15,3 hari; p<0,001 dan
kurang dari separo kasus yang menjadi terinfeksi pada luka yang dibersihkan
dengan madu dbandingkan jika didressing dengan opsite (p<0,001). Dibandingkan dengan amneotik membrane luka
bakar yang diobati dengan madu mengalami penyembuhan yang lebih cepat
(rata-rata 9,4 vs 17,5 hari; p<0,001).
Jaringan scar yang terbentuk 8% pada pasien dengan terapi
madu dan 16,6% jika diobati dengan aniotik membran (p,0,0001). Dibandingkan
dengan slver sulfa diazin pada luka bakan dengan prorpek ramdom control
terhadap 104 pasien didapatkan pada 33 pasien yang diterapi dengan madu, 91
pasien luka rebdered steril selama 7 hari pada 52 pasien yang ditepi dengan
silver sulva diazin, 7% menunjukkan kontro terhadap infeksi selama 7 hari. Jaringan granulasi terlihat lebih awal pada
pasien yang diterapi dengan madu ( rata-rata 74 vs 13,4 hari, waktu yang
dibuukan untuk penyemhuna luka ternyata lebih pendek jika diterapi dengan
madu. Luka yang diobati dengan madu 87%
sembuh dalam waktu 15 hari dibandingkan 10% yang diobati dengansilver
sulfadiazine. Madu juga membuat pasien tidak terlalu nyeri, mengurangi
ebsudate, mengurangi iritasi luia dan ml insidense daya scar dan kolmatur
positif luka bakar. Madu juga akan mempercepat epitelisasi pada 6-9 hari, efek
debridmen kimia dan perpindahan dari bau yang ofensisif di dalam perspektif
randomised controled trial membandingkan madu dengan siver sulva diazine
inpregnated gouze pada comparteble fresh potongan sebagian luka bakar. Latihan
histologi contoh biopsi batas luka sebagaimana observasi klinik dari perawatan
penyembuhan luka dibuat untuk mengkaji efek relatif pada perawatan luka dalam 2
grup dari 25 pasien. Waktu diambil untuk
penyembuhan adalah signifikan lebih pendek dengan grupo pengobatan madi (p<0,001). Dari pengobatan luka dengan madu 84%
menunjukkan keparahan epitelisasi dengan hari ke 7, 100% dengan 21 hari di
dalamperawatan luka dengan siver sulva diazine epitelisasi terjadi pada hari ke
7 dari 72% dan 84% dalam 21 hari. Bakteri histology dari aktif reperatif
meninjukkan dalam 80% dari penyembuhan luka dengan dressing madu sampai hari ke
7 dengan inflasi minimal pada pengobatan luka dengan silver sulvadiazin 52%
menunjukkan reparative activity dengan perubahan inflasipada hari ke 7. reparative activity mencapat 1005 dengan 21hari
melalui dressing madu dan 24% dengan saliva suvadiazin dalam dressing madu luka
lebih susiden dariperubahan inflamatori akut, control lebih baik dari inferksi
dan perawatan lebih cepat diobservasi.
Di dalampenyembuhan luka dengan silver sulva diazine meninjukkan reaksi
inflamatori, dicatar terdapat epitelisasi tidak ada skingraf disediakan untk
perawatan luka dengan madu tetapi tempat dari perawatan luka dengan silver SD
converted ke dalam dan menyediakan skingraf.
Madu juga
dibandingkan dengan boiled potato peel sebagai penutup luka bakar oaru dalam
persepektif ramdomizet controlled trial lain pada 40 pasien yang diobati dengan
madu yang menunjukan kultur swab positif pada waktu admisen punya persisten
infeksi setelah 7 hari. Pada pengobatan luka dengan madu 100% penyembuhan 15
hari membandingkan dengan 50% daripengobatan luka dengan Boiled potato feel
draiting. Waktu utama untuk penyembuhan
10,4 hari dengan boiled fell adalahb erbeda secara signifikan (p<0,001).
KOMENTAR:
Laporan
daripercobaan pasien dengan tousnears gangrene telah dikritisi untuk kegagalan
kecukupan 2 grup pasien sehingga hal ini dapat diketahui untuk hal tertentu
bahwa hal itu bisa dibandingkan. Hal ini
juga ditunjukkan bahwa secara statistic akan telah tidak ada perbedaan secara
reliable didalam mortalitas antara 2 group, meskipun demikian percoban menunjukkan
bahwa dressing sederhana dengan madu adalah pengobatan yang sangat efisien
untuk fulminant. Penyebaran infeksi
secara cepat ang biasanya diobati secara agreif meskipun opini kuno bahwa
jaringan nekrosis dipindah karena hal ini sebagai sumber substandi noknis
dengan difuse ke dalam luka, percobaan ini dan percobaan lain pada infected
destruction pada perut telah ditunjukkan bahwa hal ini penting ketika madu
diterapkan pada luka, theslough dan jaringan tissue menjadi cepat berpindah
dengan kimia atau aksi debreding enzin dari madi.
Percobaan
menghubungkan infected destruktif abdominal wounds dengan pasangan tertutup
grop control menunjukkan dengan jelas bahwa dressing dengan madu lebih efektif
dari pada pengobatan konvensional dari control group di dalam dapat penyembuhan
luka sebagaimana ofiating kebebasan sufurin meskipun demikian pengobatan
konvenional dengan antiseptic yang dapat merusak jaringan dan dapat merusak
jaringan dan menghambat penyembuhan luka.
Meskipun secara umum digunakan adalah mungkin tidak sebagai benchmark
terlihat relefan dengan prosedur efektif dari madu. Studi dari pengobatan pasien luka bakar
dengan madu membandingkan hal-hal pengobatan dengan silver sulva diazine,
meskipun demikian menunjukkan bahwa model efektif atau lebih efektif dengan
perawatan luka bakar topical yang digunakan secara luas di waktu modern. Meskipun studi restrospektif tidak memberikan
detail pada kasus untuk diijinkan hal ini ditepiskan jika pengobatan kasus
dengan silver sulfadialin, the prospective randomized controlled trails adalah
suatu desain yang dapat menjelaskan secara adekuatif dan menunjukan hasil
statistis yang signifikan dari subjek yang luas dan menyediakaqn bakteri yang
terpercaya dressing dengan madu adalah pengobatan yang terbaik untuk luka bakar
supervisual.
RESIKO DAN ADVERSE EFEK
Tidak ad
adverse efek yang ditemukan pada beberapa study penerapan madu sebagai obat
topical pada experiment pada hewan. Penelitian ini meliputi histological
examination pada jaringan yang diobati. Madu telah digunakan secara topical
pada luka lebih dari 1000 tahun yang lalu tanpa menenjukan adanya efek
negative. Berbagai laporan yang dipublikasikan
pada klinikal pada luka terbuka menyebabkan tidak lebih dari stransrent
stighging sensasi pada beberapa
pasien. Selain pada 2 kasus diman nyeri akibat
aplikasi madu tidak dapat di toleransi.
Telah dilaporkan sesuai transent stinging dan
kemerahan pada mata segera setelah di beri madu dalam mata setelah segera
diberi madu, tetapi hal ini tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk
menghentikan pengobatan pada 102 kasus
pada percobaan pada pengambilan untuk penggunaan optal logical. Secara
umum penerapan madu secara optikal pada
luka terbuka dilaporkan to be soothing untukmenghilangkan nyeri tidak
teiritasi, tidak menyebabkan nyeri saat di dressing tidak terdapat reaksi
sekunder.
Alergi terhadap madu jarang terjadi, mungkin
terdapat reaksi alergi pada pollen asam protein dari lebah yang lain.dilaporkan
dari hasil studi klinis dimana madu digunakan
pada luka terbaru padfa 1 pasien, menunjukan tidak alergi ats reaksi
yang merugikan. Bagaimanapun kejadian
perdarahan minor segera setelah pemberian madu telah disebutkan dalam referensi
pada kasus yang tidak tercatat.
Referensi telah menunjukkan bahwa terjadi dehidrasi pada jaringan jika
madu tersebut diberikan pada luka tetapi
hal itu dapat diperbaiki dengan penggunaan saline. Karena madu mengandung > dari 40% glucose
yang secara teoritis beresiko terjadinya kadar glukosedarah terhadap diabetes
ketika diberikan secara topical pada luka terbuka yang luas.
Madu
kadang-kadang berisi spora dari clostridia yang beresko kecil terhadap luka
botulism, meskipun demikian tidak ada dari beberapa laporan yang dipublikasikan
pada penerapan klinik dari madu pada luka terbuka yang telah madu tersebut
digunakan secara steril. Tidak ada
laporan dari beberapa tipe infeksi yang dihasilkan dari penerapan madu sebagai
pengobat luka. Jika spora germinated,
berbagai sel vegetatif seperti clostridia akan obligade yang tidak akan bisa
hidup bila diberikan hidrogen peroksida secara umum pada madu, tetapi
penggunaan madu sebagai dressing luka.
Itu ada pendapat yang berlawanan, namun demikian alas an menggunakan
dasar resiko kemungkinan menyebabkan luka botulism dapat diterima secara
obyektif, efek negative penggunaan madu diatasi dengan radiasi sinar
gammayangdapat membunuh spora clostridium B. oleh madu tampa mengurangi efek bacterial. Masalah dari atraktion dari serangga dan
semut untuk dressing menggunakan madu dapat diatasi denganpenggunaan dressing
sekunder yang efektif sehingga madu terlindungi dari serangga.
Keuntungan
madu untuk digunakan dressing luka, madu menjaga kelembaban untuk lingkungan,
penyembuhan luka sehingga mencegah bakteri tumbuh walaupun ketika luka sudah
terinfeksi. Hal ini sangat efektif dari
arti rendering pada steril yang terinfeksi secara serius tanpa efek
samping dari antibiotic dan sangat efektif melawan bakteri yang resistensi
terhadap antibiotika straines.komponen anti bakterialdan ulskorbsi juga
menyediakan barier terhadap infeksi silang luka. Hal ini juga menyediakan
suplai glukosa untuk leukosi. Untuk
respiratory burst yang memproduksi hydrogen peroksida, komponen yang dominan
dari aktifitas anti bacterial dari makrofag.
Selebihnya menyebabkan substrat yaitu glikosis yang mana mekanisme
utamanya adalah memproduksi energi bagi makrofag sehingga hal tersebut dari
makrofag dapat berfungsi di jaringan yang rusak dan eksudat dimana suplai O2
sedikit. Keasaman dari madu(< PH 4) juga dapat meningkatkan aktifasi mikrobakterial yang dimiliki o2
makrofasi sebagaimana PH asam di dalam
vakuola yang digunakan untuk membunuh bakteri. Glukosa dalam tingkat tinggi
dalam madu dapat digunakan, bakteri yang memgnginfeksi untuk mendapatkan asam
amino dari serum dan sel mati. Hal itu
dapat membentuk asam laktat yang berasal dari ammonia, amin, serta komponen
sulfur yang menyebabkan malabsorbsi pada luka.
Madu
memberikanjangka waktu yang cepat untuk regenerasi jaringan dan penurunan
proses inflamasi, edema, eksudat dan mallodone pada luka didasarkan pada
observasi klinis dan hasil dari studi hewan dan percobaan klinis. Bahan antibacterial membersihkan infeksi
dengan mencegah produksi metabolisme bakteri yang responsible untuk kondisi
kontrari. Tetapi madu memiliki efek anti
inflamatori dantropik secara langsung pada jaringan luka sebagaimana di
dasarkan pada hasil percobaan hewan dimana tidak didapatkan infeksi bacteri,
madu dapat diharapkan memiliki efek nutrisi secara langsung pada regenerasi
jaringan karena mengandung asam amino, vitamin dan trace elemen. Osmolaliti yang tinggi di madu menyebabkan
produksi limposit yang menyediakan nutrisi untuk regenerasi jaringan yang mana
hanya dapat tumbuh sepanjang titik granulasi.
Penyembuhan terhambat jika sirkulasi buruk atau jika pasien
poorlynourished juga telah dianjurkan pada kondisi penurunan turgor dengan
pemberian madu dapat meningkatkan oksigenasi jaringan terdapat keuntungan
secara ekonomis dengan menggunakan madu sebagai dressing luka jika dibandingkan
biaya pengobatan secara konvensional dan pembiayaan akhir selama menjalani
pengobatan sampai penyembuhan perbandingan biaya yang dikeluarkan 480 F. untuk perawatan dengan debrisand dibandingkan
7,5 F dengan perawatan madu 70$ untuk perawatan dengan antibiotic disbanding 2$
pengobatan dengan madu, 40$ perawatan dengan duoderum dibandingkan 8$ perawatan
dengan madu. Observasi yang lain pada
penurunan pengeluaran biaya antibiotic, lama rawat menurun sedikitnya ½ dari
perawatan biasa. Disamping itu
pembiayaan untuk debridement dan skingraf menjadi tidak perlu ketika madu
digunakan. Madu juga merupakan bahan
pertolongan pertama yang bagus terutama untuk luka pasien yang dapat terinfeksi
sebelum dirawat secara medis. Madu itu
mudah didapat dan digunakan. Sebagian
penyediaan antiinflamasi secara segera.
Pengobatan dengan madu juga akan menyediakan anti bakteri yang akan
mempunyai aksi dan membuat barier terhadap infeksi lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar